Tidak ada kebaikan bagi pembicaraan kecuali dengan amalan.
Tidak ada kebaikan bagi harta kecuali dengan kedermawanan.
Tidak ada kebaikan bagi sahabat kecuali dengan kesetiaan.
Tidak ada kebaikan bagi shadaqah kecuali niat yang ikhlas.
Tidak ada kebaikan bagi kehidupan kecuali kesihatan dan keamanan

Selasa, 30 November 2010

Sunah Nabi Muhammad SAW

Menjaga Sunnah – Sunnah Nabi SAW

Sunnah Nabi / Rosul merupakan hal yang selayaknya kita contoh dan ita amalkan, karena kesunnahan salah satu hal yang sangat disukai Alloh SWT. Berikut ini adalah beberapa sunnah rosul yang diambil dari terjemahan kitab Riyadhus Shalihin

Riyadhus Shalihin
Allah Ta’ala berfirman : ”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah” QS Al-Hasyr : 7.

Allah Ta’ala berfirman : ”Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)” QS An-Najm : 3-4.

Allah Ta’ala berfirman : ”Katakanlah jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” QS Ali Imran : 31.

Allah Ta’ala berfirman : ”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat” QS Al-Ahzab : 21.

Allah Ta’ala berfirman : ”Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” QS An-Nisa’ : 65.

Allah Ta’ala berfirman : ”Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikan ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian” QS : An-Nisa’ : 59.

Allah Ta’ala berfirman : ”Siapa saja yang menta’ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta’ati Allah” QS : An-Nisa’ : 80.

Allah Ta’ala berfirman : ”Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus yaitu (agama Islam)” QS : Asy-Syuura : 52.

Allah Ta’ala berfirman : ”Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” QS : An-Nuur : 63.

Allah Ta’ala berfirman : ”Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu)” QS : Al-Ahzab : 34.

1. Dari Abu hurairah ra. Dari Nabi SAW beliau bersabda : “Biarkanlah jangan kalian pertanyakan suatu hukum meninggalkannya (selagi aku tidak menerangkan hukumnya) pada kalian. Sebab, orang-orang sebelum kalian celaka, karena banyaknya bertanya dan perselisihan mereka dengan para Nabi. Jadi, apabila aku mencegah sesuatu kepada kamu, maka jauhilah, dan apabila aku memerintahkan kamu sesuatu maka kerjakanlah.” (HR. Bukhari dan Muslim).

2. Dari Abu Najih Al-‘Irbadh bin Sariyah ra., ia berkata : Rasulullah SAW memberi nasihat kepada kami. Nasihat itu menggetarkan hati dan mencucurkan air mata kami. Maka kami bertanya: “Wahai Rasulullah, nasihat itu seakan-akan merupakan nasihat merupakan nasihat yang terakhir, maka berilah kami wasiat.” Beliau bersabda :”Aku wasiatkan kepadamu agar tetap selalu bertakwa kepada Allah Yang Maha Tinggi dan Maha Mulia, serta tetap mendengar perintah dan taat, walaupun yang memerintah kalian itu seorang budak. Sesungguhnya orang yang masih hidup diantaramu, akan melihat banyak perselisihan. Maka wajib atasmu memegang teguh akan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk oleh Allah. Dan berpegang teguhlah pada sunnah itu dan jauhilah urusan-urusan yang dibuat-buat (bid’ah) sesungguhnya setiap bid’ah itu sesat.”(HR Abu Daud dan At-Tirmidzi).

3. Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : “Rasulullah SAW bersabda : “Semua umatku masuk surga, kecuali orang-orang yang berpaling.” Ada yang bertanya : “Wahai Rasulullah, siapa saja mereka?” Rasulullah SAW bersabda :”Siapa saja yang taat kepadaku pasti masuk surga. Dan siapa saja mendurhakaiku dialah termasuk orang-orang yang berpaling.” (HR Bukhari).

4. Dari Abu Muslim, ada yang mengatakan Abu Iyas Salamah bin ‘Amr Al-Akwa’ra., ia berkata : Ada seorang laki-laki makan di hadapan Rasulullah SAW dengan tangan kirinya, kemudian beliau bersabda : ”Makanlah dengan tangan kananmu!” Ia menjawab : “Saya tidak dapat makan dengan tangan kanan.” Beliau bersabda lagi : “Tidak, sebenarnya kamu bisa, yang menyebabkanmu tidak mau menggunakan tangan kanan karena kesombonganmu.” Akhirnya, ia tidak dapat mengangkat tangannya ke mulutnya.” (HR. Muslim).

5. Dari Abu Abdullah Nu’man bin Basyir ra’, ia berkata :”Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda :”Luruskanlah dan samakanlah barisan shalatmu, atau kalau tidak, niscaya Allah akan benar-benar merubah bentuk wajahmu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam riwayat Muslim dikatakan :”RasulullahSAW Senantiasa meluruskan shaf-shaf kami, seakan-akan beliau meluruskan kayukayu panah. Kemudian ketika beliau menganggap bahwa kami sudah mengerti, pada suatu hari beliau keluar langsung siap untuk salat, tetapi beliau melihat ada seseorang yang dadanya menonjol ke depan, kemudian beliau bersabda : ”Wahai hamba Allah, kamu semua harus benar-benar meluruskan barisanmu, atau kalau tidak, niscaya Allah akan benar-benar merubah bentuk wajahmu.”

6. Dari Abu Musa ra’, ia berkata :”Pada suatu malam di Madinah ada satu rumah terbakar disebabkan penghuninya lalai. Ketika peristiwa tersebut diceritakan kepada Rasulullah SAW, beliau bersabda : ”Sesungguhnya api ini bisa menjadi musuh bagi kalian, maka dari itu, jika kalian tidur, padamkanlah api itu (lampunya).” (HR Bukhari dan Muslim).

7. Dari Abu Musa ra., ia berkata :Rasulullah SAW bersabda : ”Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan ilmu yang ditugaskan oleh Allah untukku menyiarkannya adalah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi. Sebagian bumi ada yang baik, sehingga dapat menerima air dan menyimpannya kemudian menumbuhkan rerumputan dan tetumbuhan yang lain. Sebagian ada yang kering tapi dapat menyimpan air lalu Allah memberikan manfaat kepada manusia dengan bumi yang kering yang mengandung air itu, sehingga manusia minum, menyiram dan bertanam darinya. Sebagian lagi adalah tanah berbatu yang tidak bisa menyimpan air dan tidak dapat pula menumbuhkan rerumputan. Demikianlah perumpaman orang yang pandai dengan agama Allah dan ilmu atau petunjuk-petunjuk dari Allah yang bisa memberi manfaat pada dirinya, dia belajar hingga pandai lalu mengajarkan ilmunya (kepada orang lain). Demikian pula perumpamaan orang yang tidak peduli yang tidak dapat menerima petunjuk ajaran Allah yang diutuskan untukku.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Sunnah Rasul
8. Dari Jabir ra., ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : “Perumpamaan diriku di antara kalian adalah bagaikan seorang laki-laki yang menyalakan api, lalu mulailah laron-laron dan serangga-serangga mengerumuni api. Sementara itu, laki-laki tersebut mencegat laron dan serangga-serangga itu, jangan sampai tercebur ke dalam api. Saya akan selalu menarik kalian dari belakang,jangan sampai kalian tercebur kedalam api, tetapi (diantara) kalian memberontak lepas dari tanganku.” (HR Muslim).

9. Dari Jabir ra., ia berkata :”Sesungguhnya Rasulullah SAW menyuruh untuk membersihkan tangan dan piring ketika makan. Beliau bersabda : “Sesungguhnya kalian tidak tahu dimana letak keberkahan makanan itu.” (HR. Muslim).

Dalam riwayat lain dikatakan, Rasulullah SAW bersabda : “Jika makanan salah seorang di antara kamu jatuh, hendaklah ia mengambilnya dan membersihkan kotoran yang melekat kemudian makanlah, dan jangan biarkan makanan itu untuk setan. Dan janganlah kamu membersihkan tangan dengan sapu tangan sebelum membersihkan jari-jari tangan dengan mulut, karena sesungguhnya ia tidak tahu di mana letak keberkahan makanan itu.”

Dalam riwayat lain dikatakan, Rasulullah SAW bersabda : “Setan itu selalu hadir menyertai salah seorang di antara kalian dalam segala hal, juga ketika ia makan. Oleh sebab itu, jika makanan salah seorang di antara kalian itu terjatuh, maka hendaklah ia membersihkan kotoran yang melekat kemudian makanlah dan janganlah ia meninggalkan makanan itu untuk setan.”

10. Dari Ibnu Abbas ra’, ia berkata : ”Rasulullah SAW berdiri di tengah-tengah kami untuk memberi nasihat : “Hai sekalian manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan di hadapan Allah Ta’ala dalam keadaan telanjang bulat dan tidak beralas kaki sebagaimana pertama kali kita diciptakan. Itu adalah janji Allah untuk kita dan sesungguhnya janji itu pasti akan dilaksanakan. Ingatlah! Sesungguhnya pertama kali makhluk yang diberi pakaian kelak di hari kiamat adalah Nabi Ibrahim as. Ingatlah! Sesungguhnya nanti akan ada dari umatku yang didatangkan dari sebelah kiri dan mereka akan disiksa, kemudian aku berkata : “Wahai Tuhanku, mereka itu adalah umatku.” Allah berfirman : “Sesungguhnya kamu tidak mengetahui apa yang diperbuat mereka sepeninggalanmu.” Maka saya berkata sebagaimana perkataan Nabi yang lain : “Sesungguhnya saya menjadi saksi mereka selama saya berada di sisi mereka dan sesudah saya mati, Engkau pulalah yang mengetahui segala sesuatuanya. Apabila engkau menyiksa mereka maka sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu dan jika Engkau mengampuni mereka maka sesungguhnya engkau adalah Zat Yang Maha Mulia lagi Maha Bijaksana.” Kemudian aku diberitahu :”Sesungguhnya mereka itu murtad dari agama Islam semenjak engkau tinggalkan mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim).

11. Dari Abu Said Abdullah bin Mughaffal ra’, ia berkata : “Rasulullah SAW melarang bermain ketepil dan bersabda : “Ketepil itu tidak dapat membunuh binatang buruan, dan tidak dapat untuk melukai musuh, hanya saja ia akan mencukil mata dan mematahkan gigi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat lain. Rasulullah SAW bersabda : “Kerabat Ibnu Mughaffal ada yang bermain ketepil kemudian ia dilarangnya dan dikatakan, bahwa Rasulullah SAW melarang untuk bermain ketepil, dan ia mengatakan pula bahwa ketepil itu tidak dapat digunakan untuk berburu. Setelah itu mereka masih tetap terus bermain ketepil. Akhirnya ia berkata : “Kata telah saya beri tahu, bahwa Rasulullah SAW melarang bermain ketepil, oleh sebab itu saya tidak akan berbicara lagi denganmu selamanya.”

12. Dari ‘Abbas bin Rabi’ah, ia berkata : “Saya pernah melihat Umar bin Khattab ra. Mencium Hajar Aswad, seraya berkata: “Aku tahu engkau adalah batu, engkau tidak bisa memberi manfaat dan tidak pula membahayakan. Seandainya aku tidak pernah dan tidak pula membahayakan. Seandainya aku tidak pernah melihat Rasulullah SAW menciummu, tentu akupun tidak menciummu.” (HR Bukhari dan Muslim)

Keteladanan Nabi Ibrahim As

Nabi Ibrahim AS adalah salah satu Nabi Alloh SWT yang kedudukannya sangat tinggi dan mulia, nabi Ibrahim juga mempunyai julukan bapaknya para ambiya(nabi).

Ada 5 (lima) Sifat atau keteladanan Nabi Ibrahim AS, yang pantas untuk kita teladani, dimana dalam sholatpun kita memberikan sholawat kepada Nabi Ibrahim AS. Dalam QS 16 : 120-121 “Sungguh Ibrahim adalah seorang imam (yang dapat dijadikan teladan), patuh kepada Allah dan hanif. Dan dia bukanlah termasuk orang musyrik (yang mempersukutukan Allah)”.

Sifat-Sifat Yang Utama Tersebut Meliputi :

1]. Pemimpin atau teladan yang baik

Sifat utama dari keteladanan Nabi Ibrahim AS yang pertama adalah Pemimpin atau keteladanan yang baik. Keteladanan yang baik hanya untuk 2 (dua) Nabi saja, yaitu Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW, dalam QS 60 : 4.

“Sungguh, tela ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja”, kecuali perkantaan Ibrahim kepada ayahnya, “Sungguh, aku akan memohonkan ampunan bagimu, Namur aku sama sekali tidak dapat menolak (siksaan) Allah terhadapmu.” (Ibrahim berkata), “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkau kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali”.

Selain Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW, tentu para Nabi selalu baik akan tetapi hanya untuk kelompok atau golongan tertentu saja, Nabi Ayub AS misalnya hanya cocok untuk yang sakit, Nabi Isa AS hanya cocok untuk membujang, Nabi Sulaiman AS hanya cocok untuk orang-orang yang kaya. Sebab Nabi Ibrahim AS dan Nabi Muhammad SAW adalah Nabi yang sesuai untuk diteladani siapapun.

2]. Selalu patuh kepada Allah

Sifat utama yang lain dari keteladanan Nabi Ibrahim AS yang kedua, adalah Selalu patuh kepada Allah, dalam QS 37 : 100-105.

“Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shaleh. Maka Kami beri kabar kembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang Sangay sabar (Ismail). Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anak-ku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.

Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). Lalu Kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. “Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Siti Hajar adalah seorang budak yang cantik, setelah menikah dengan Nabi Ibrahim AS, Siti Hajar hamil diperintahkan untuk pergi ke Mekah tidak di Palestina. Setelah Ismail lahir datang perintah untuk menyembelih Ismail, maka Nabi Ibrahim AS tidak pernah menolak perintah Allah, Nabi Ibrahim AS selalu patuh atas perintah Allah.

3]. Seorang yang hanif, tunduk dan patuh kepada Allah

Sifat utama yang lain dari keteladanan Nabi Ibrahim AS yang ketiga, adalah Seorang yang hanif, tunduk dan patuh kepada Allah, dan prosesnya tidak tiba-tiba terjadi utuk menjadi seorang yang hanif, dalam QS 6 : 74-79.

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, “Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”. “Dan demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan di bumi, dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin”. “Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam”. “Lalu ketika dia melihat bulan terbit di berkata, “Inilah Tuhanku”. Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jira Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat”. “Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah Tuhanku”, ini lebih besar”.

Tetapi ketika matahari terbenam, dia berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan”. “Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik”.

4]. Tidak termasuk orang-orang yang musyrik

Sifat utama yang lain dari keteladanan Nabi Ibrahim AS yang keempat, adalah Tidak termasuk orang-orang yang musyrik, dalam QS 6 : 74.

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar, “Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan? Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan yang nyata”.

Bapak dari Nabi Ibrahim AS adalah produsen dari berhala, dan Nabi Ibrahim AS tidak mengikuti tuhan Bapaknya, maka Nabi Ibrahim AS tidak termasuk orang-orang yang musyrik seperti dijelaskan dalam QS 60 : 4 diatas. Bahwa aku berlepas diri dari kepercayaan kaum dan dari apa yang kamu sembah, dan diikuti dari kaum Israel, tetapi kaum Israel mempunyai motif yaitu menjadi bangsa pilihan dan tidak mau bermasyarakat, bangsa nomor satu, bangsa Ibrani alias bangsa menyendiri.

5]. Selalu bersyukur atas nikmat Allah

Sifat utama yang lain dari keteladanan Nabi Ibrahim AS yang kelima, adalah Selalu bersyukur atas nikmat Allah.

Koran Kompas tanggal 13 Desember 2009, memberitakan bahwa angka bunuh diri di Jakarta sekitarnya sebagian besar pada usia anak muda, dan penyebabnya kurang bersyukur. Orang yang sudah puas akan kondisi hidupnya berarti orang yang telah bersyukur atau pandai bersyukur. Contoh bersyukur dalam QS 34 : 15-16.

“Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun”. “Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr”.

Negeri Saba’ atau negeri sam’an atau [sekarang negara yaman], adalah negeri yang subur, akan tetapi penduduk negeri saba’ tidak bersyukur, maka negeri saba’ tinggal kenangan. Maka indikator orang-orang yang pandai adalah pandai bersyukur.

Beberapa contoh nikmat yang harus disyukuri :

[a] Mati harus disyukuri, kehidupan dan kematian QS 2 : 28.

”Bagaimana kamu ingkar kepada Allah, padahal kamu (tadinya) mati, lalu Dia menghidupkan kamu, kemudian Dia mematikan kamu lalu Dia menghidupkan kamu kembali. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan”.

Kalau ada salah satu jama’ah yang hidupnya sampai 100 tahun, padahal saudara-saudara jama’ah yang lain sudah dipanggil oleh Allah, apakan usia 100 tahun tersebut nikmat, tentu dengan adanya kematian harus disyukuri.

[b] Pendengaran, penglihatan dan hati QS 16 : 78.

”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur”.

Ketika mendengarkan yang baik akan selalu senang dan bersyukur dan sebaliknya, maka Nabi Ibrahim AS, selalu berdo’a, terdapat di dalam QS 14 : 34-40 [do’a Nabi Ibrahim AS].

”Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”. ”Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdo’a, ”Ya Tuhan, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku agar tidak menyembah berhala”. ”Ya Tuhan, berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak dari manusia. Barangsiapa mengikutiku, maka orang itu termasuk golonganku, dan barangsiapa mendurhakaiku, maka Engkau Maha Pengampun, Maha Penyayang”. ”Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur”. ”Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakkan; dan tidak sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit”. ”Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishak. Sungguh, Tuhanku benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) do’a”. ”Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucu-ku orang yang tetap melaksanakan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah do’aku”.

Rebonding, Pre-Wedding dan Naik Ojeg diharamkan

Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Lirboyo, Kediri, Jawa Timur mengharamkan pelurusan rambut atau rebonding bagi wanita yang belum menikah. Forum itu juga mengharamkan foto mesra (pre-wedding), sebelum pernikahan.

Pengharaman rebonding dilakukan, karena memodifikasi rambut dianggap mengandung unsur tasyabbuh bil fussaq atau menyerupai orang-orang fasik. Selain rebonding, forum itu juga mengharamkan modifikasi rambut dengan gaya punk dan rasta. Sedangkan foto pra nikah atau pre-wedding diharamkan mendekatkan pria dan wanita yang bukan muhrim. “Bagi calon mempelai, hukumnya haram jika terdapat ikhtilat (percampuran laki-laki dan perempuan), kholwat (berduaan) dan kasyful aurat (membuka aurat),” kata putusan tersebut seperti dilansir VIVAnews.com.

Sebelum mengeluarkan keputusan ini, forum yang sama juga pernah mengeluarkan fatwa kontroversial yang mengharamkan situs jejaring sosial, Facebook. Namun MUI akhirnya menengahinya, dengan menyatakan bahwa Facebook tidak haram.

Alasan forum ini, tentu untuk menghindarkan diri dari hal-hal berbau maksiat, menjaga martabat perempuan serta terpeliharanya kaum hawa dari hal-hal yang menyebabkan bergesernya keyakinan.

Ahmad Tantowi Penulis Aliran Surga Eden

CIREBON – Atas dasar apa Ahmad Tantowi mendirikan aliran Surga Eden dan bisa menggauli semua pengikut perempuannya?. Setelah menggerebek dua rumah di Desa Pemengkang, Kecamtan Mundu, Kabupaten Cirebon, petugas dari Polda Jabar kembali melakukan penggeledahan di rumah pimpijan aliran sesat Surga Eden, Ahmad Tantowi, yang berada di Kelurahan Argasunya, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon.

Seperti di dua rumah yang berada di Desa Pamengkang, petugas mengambil seluruh barang bukti yang diduga dijadikan sebagai alat untuk ritual aliran yang diduga sesat ini. Petugas mengamankan sejumlah barang bukti berupa benda yang kerap dijadikan alat ritual, petugas juga mengamankan buku-buku yang terkait dengan keyakinan aliran ini.

Penggeledahan yang dilakukan petugas Polda Jabar ini, diakui salah seorang anak buah Ahmad Tantowi, Rio,30. Dia mengaku, penggeledahan dilakukan petugas Polda Jabar pada Jumat lalu.

Saat ditanyan aktivitas Ahmad Tantowi yang kerap melampiaskan nafsunya kepada para pengikut wanitanya, Rio membantah. Menurut Dia, prakter ritual yang diduga membebaskan hubungan intim antara Ahmad Tantowi dan para pengikut wanita.
Dia juga membantah jika Ahmad Tantowi mengaku menjadi tuhan terhadap para pengikutnya.

“Saya berani bersumpah, jika pak Ahmad tidak mengaku sebagai tuhan dan memperlakukan wanita seenaknya,” kataRio.

Menurut Rio, gambar-gambar, patung-patung wanita telanjang, dan barang antik lainnya yang terpajang dirumah Ahmad Tantowi, hanyalah bagian dari seni dan hobi Ahmad Tantowi dalam mengoleksi benda antik.

Sejak digerebek petugas, ketiga rumah Ahmad Tantowi, terlihat sepi. Petugas Polres Cirebon, dan babikamtibmas, terus siaga melakukan penjagaan, guna mengantisipasi adanya tindakan anarkis dari warga geram dengan prakterk aliran tersebut.

Sementara itu, Ahmad Tantowi juga diketahui sempat mengajar ngaji di dusun Grenjeng, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Daerah tersebut merupakan kampung halaman Endang yang merupakan istri Ahmad Tantowi.

Ati,38, warga sekitar mengaku, Ahmad Tantowi pernah mendatangi kampungnya dan mengajak warga untuk ikut pengajian. Namun usaha Ahmad sedikit terganjal karena warga Grenjeng tidak serta-merta ikut dalam pengajian tersebut.

“Warga disini jarang yang ikut pengajian di Ahmad Tantowi. Hanya Endang (istri Tantowi) yang ikut pengajian itu hingga menjadi istri kedua Pak Ahmad Tantowi, “ujar Ati.

Menurut dia, ketika menikahi Endang, Ahmad Tantowi masih memiliki istri sah di Jalan Perjuangan, Kota Cirebon. Bahkan, orang tua Endang saat itu tidak menyetujui pernikahan keduanya.Endang disini dulu dikenal baik dan alim.

“Namun, setelah menikah dengan Ahmad Tantowi dia berubah drastis, bahkan tidak memakai kerudung lagi,”katanya.
Pimpinan Surga Eden, Ahmad Tantowi, ternyata selama ini juga menulis buku panduan yang cukup tebal mengenai Surga Eden. Diperkirakan sudah dua buku yang dihasilkan pria tersebut.

“Seluruh bukunya tebal. Terlihat ada dua buku yang merupakan karya Ahmad Tantowi. Satu buku itu jumlahnya sekitar seribu halaman,” jelas Ketua Lembaga Penelitian Pengkajian Islam (LPPI) Amin Djamaluddin saat dihubungi detikbandung, Kamis (21/1/2010).

Amin diundang Polda Jabar sebagai saksi ahli terkait dugaan aliran sesat Surga Eden. Dirinya pada Rabu (20/1/2010), berkesempatan hadir ke Mapolda Jabar untuk meneliti salah satu barang bukti berupa buku Surga Eden. Polisi menemukan buku itu di TKP penggerebekan markas Surga Eden, di Desa Pemengkang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

Menurut Amin, buku-buku itu dibuat sebagai pedoman Ahmad Tantowi yang perlu disampaikan kepada pengikutnya. Amin mengaku, kemarin hanya sempat membaca beberapa halaman dari salah satu buku karya Ahmad Tantowi.

“Kemarin mulai membaca buku itu dari jam 10 pagi hingga 5 sore. Selama rentan waktu tersebut, hampir 100 halaman yang sudah dibaca,” ungkap Amin.

Dari sebagian yang sudah dibacanya, Amin menemukan penyimpangan pada surat Al-Ahzab ayat 50 dan 51. Disebutkan Amin, Ahmad salah menafsirkannya. Dengan berdalih ayat itu, Ahmad bisa menggauli semua perempuan.

Ternyata di Indonesia masih ada orang yang mau di bohongin begitu saja. Bagaimana upaya Negara ini untuk mengayomi Rakyat-rakyatnya…?

Bentrokan Antar Agama di Mesir


KAIRO – Sekira 24 orang menderita luka-luka di sebelah timur Mesir saat terjadi bentrokan antara warga muslim dan Kristen di negara tersebut. Bentrokan ini juga disertai aksi perusakan serta pembakaran yang dilakukan kedua pihak yang bertikai.

Pihak Berwenang Provinsi Marsa Matrouh tempat bentrokan berlangsung, mulai bisa mengatasi keadaan setelah berhasil mengkontrol kobaran api yang disulut oleh para perusuh.

“Pihak keamanan berhasil memadamkan api yang membakar tiga rumah dan dua mobil,” imbuh Gubernur Provinsi Marsa Matrouh Ahmed Hussein, seperti dikutip Reuters, Sabtu (13/3/2010).

Hubungan antara warga Muslim dan Kristen di Mesir biasanya berjalan dengan damai, namun seringkali hubungan tersebut dapat terganggu dan berubah menjadi kerusuhan besar. Umumnya isu seperti hubungan antara agama dan perebutan wilayah bisa menyulut pertengkaran antara warga beda agama tersebut.

Kericuhan antar agama ini sempat pula terjadi pada bulan Januari lalu. Saat itu Tiga orang di dalam mobil memuntahkan tembakan sporadis ke arah umat Kristiani yang melakukan misa tengah malam di Selatan Mesir. Tujuh orang dilaporkan tewas dalam insiden yang terjadi di Kota Nag Hamadi, Provinsi Qena tersebut.

Peristiwa ini diduga berkaitan atas insiden pemerkosaan atas seorang wanita muslim oleh pemuda Kristen di kota tersebut pada November tahun lalu.

Umat Kristen di Mesir memang menjadi kelompok minoritas. Tercatat dari 78 juta warga Mesir hanya 10 persen darinya memeluk agama Kristen, sementara sisanya merupakan pemeluk agama Islam Suni.

kapal Nabi Nuh Di Temukan di Gunung Ararat Turki


Dikisahkan, sekitar 4.800 tahun lalu, banjir bandang menerjang Bumi. Sebelum bencana mahadahsyat itu terjadi, Nabi Nuh — nabi tiga agama, Islam, Kristen, dan Yahudi, diberi wahyu untuk membuat kapal besar — demi menyelamatkan umat manusia dan mahluk Bumi lainnya.

Cerita tentang bahtera Nabi Nuh dikisah dalam berbagai buku, sejumlah film dan lain-lain. Sejumlah ahli sejarah dari berbagai negara sudah lama penasaran dengan kebenaran kisah ini.

Untuk membuktikan kebenaran cerita itulah, kelompok peneliti dari China dan Turki yang tergabung dalam ‘Noah’s Ark Ministries International’ selama bertahun-tahun mencari sisa-sisa perahu legendaris tersebut.

Kemarin, 26 April 2010 mereka mengumumkan mereka menemukan perahu Nabi Nuh di Turki. Mereka mengklaim menemukan sisa-sisa perahu Nabi Nuh berada di ketinggian 4.000 meter di Gunung Agri atau Gunung Ararat, di Turki Timur.

Mereka bahkan mengklaim berhasil masuk ke dalam perahu itu, mengambil foto dan beberapa specimen untuk membuktikan klaim mereka.

Menurut para peneliti, specimen yang mereka ambil memiliki usia karbon 4.800 tahun, cocok dengan apa yang digambarkan dalam sejarah.

Jika klaim mereka benar, para peneliti Evangelis itu telah menemukan perahu paling terkenal dalam sejarah.

“Kami belum yakin 100 persen bahwa ini benar perahu Nuh, tapi keyakinan kami sudah 99 persen,” kata salah satu anggota tim yang bertugas membuat film dokumenter, Yeung Wing, seperti dimuat laman berita Turki, National Turk, 27 April 2010.

Grup yang beranggotakan 15 orang dari Hong Kong dan Turki hadir dalam konferensi pers yang diadakan Senin 26 April 2010 lalu.

Kepada media yang hadir saat itu, mereka juga memamerkan specimen fosil kapal yang diduga perahu Nuh, berupa tambang, paku, dan pecahan kayu.

Seperti yang dijelaskan para peneliti, tambang dan paku diduga digunakan untuk menyatukan kayu-kayu hingga menjadi kapal. Tambang juga digunakan untuk mengikat hewan-hewan yang diselamatkan dari terjangan bah — begitu juga dengan potongan kayu yang dibuat bersekat untuk menjaga keamanan hewan-hewan.

Penemuan besar ini jadi amunisi untuk mendorong pemerintah Turki mendaftarkan situs ini ke UNESCO — agar lembaga PBB itu ikut menjaga kelestarian perahu Nuh.

Awalnya, direncananya para arkeolog akan menggali perahu itu dan memisahkannya dari gunung. Namun, hal tersebut tak mungkin dilakukan, meski nilai sejarah penemuan ini sangat tinggi.

***

Diyakini, ketika air surut, perahu Nuh berada di atas Gunung. Meski tiga agama besar mengabarkan mukjizat Nabi Nuh, tak ada penjelasan sama sekali, di mana persisnya perahu itu menyelesaikan misinya.

Sejak lama penduduk lokal Turki yang tinggal di pegunungan maupun kota-kota lain percaya bahwa perahu Nabi Nuh berada di Gunung Ararat.

Apalagi, pilot pesawat temput Turki dalam sebuah misi pemetaan NATO, mengaku melihat benda besar seperti perahu di Dogubayazit, Turki.

Pada 2006, citra satelit secara detil menunjukan benda mirip kapal yang diduga perahu Nuh itu adalah gunung yang dilapisi salju.

Beberapa ahli lain berpendapat bahwa sisa-sisa perahu Nuh menjadi bagian dari pemukiman manusia — yang selamat dari bencana banjir bah.

Namun, peneliti yang mengklaim penemu perahu Nuh membantahnya. “Kami tak pernah menemukan ada manusia yang bermukim di ketinggian 3.500 meter dalam sejarah umat manusia.”

Cuaca sangat dingin di ketinggian 4.000 meter itu oleh para penemu diyakini menjaga kondisi perahu Nuh selama ribuan tahun.

Kisah Unik Ketika Bill Gates Bersedekah

“Memangnya ada ya ayat atau hadits tentang sedekah yang bilang : Sedekah itu biar sedikit yang penting ikhlas.?” tanya seorang. “Wah, bentar ya kita cari dulu…”

Kalimat “Biar sedikit yang penting ikhlas ini memang sangat identik dengan ibadah yang namanya sedekah ini. Padahal anak TK pun tahu semua yang naanya ibadah itu harus ikhlas seperti Shalat, Puasa, Haji, bahkan berhubungan intim suami -isteripun juga harus ikhlas (Psst.. untuk yang satu ini menurut hadits juga termasuk sedekah lho..).

Tapi entah kenapa setiap kata “Sedekah”, kalimat “Biar sedikit yang penting ikhlas” pasti hampir selalu ada dibelakangnya. ( nah, kalau untuk sedekah yg disebutkan terakhir tadi pasti semua nggak setuju kata “sedikit” diikutsertakan. Hehehe)

Nah, mari kita coba cari ke rujukan utamanya yaitu Al Qur’an.

Dalam Al Qur’an kalimat “menafkahkan harta ( Sedekah / Infak ) itu biasanya diikuti oleh kalimat “Sebahagian”.

Contohnya :

Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman: “Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan SEBAHAGIAN rezki yang Kami berikan kepada mereka secara SEMBUNYI ataupun TERANG-TERANGAN sebelum datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan. ( Q.S.Ibrahim.31)

Lalu, berapakah jumlah “Sebahagian” itu sebenarnya.? Bisa separuh, seperempat, sepersepuluh.. dll. Dalam banyak riwayat di masa Rasulullah, para sahabat bersedekah SETENGAH dari hartanya, bahkan Abdurrahman bin Auf bersedekah HAMPIR SELURUH harta yang dimilikinya.

Di jaman modern ini justeru Bill Gates, Warren Buffet dan Donal Trump yang notabene bukan seorang pengikut agama Muhammad_lah yang bersedekah gila-gilaan dan brutal seperti yang diajarkan oleh Rasulullah 700 tahun silam. Mereka mengaku sedekah itu banyak manfaatnya, salah satunya mereka BERTAMBAH KAYA dengan bersedekah. Bill Gates pernah menyumbangkan hartanya sebesar 22,9 miliar dolar (Rp 195 triliun) untuk kesehatan dan pendidikan Hmmm… persislah seperti yang diajarkan Rasulullah

Sekarang saya mengerti kenapa justru orang yang bersedekah itu makin kaya, karena mereka mengikuti sunnah Rasul meskipun mereka bukan seorang muslim. Sebab dalam sebuah riwayat, Rasullah pernah bersabda bahwa bersedekah itu membuat harta BERTAMBAH, BERTAMBAH DAN BERTAMBAH… Pantaslah saya masih belum kaya, soalnya hobi bilang “biar dikit yang penting ikhlas” sih.. hehehe.

Secara sederhana, “Pencinta Sedekah” pernah membuat survey kecil-kecilan : “Berat mana membelanjakan Rp.50.000,- untuk makan di restoran fast food ( misal KFC, McD, Pizza Hut.dll) dibandingkan Rp.50.000,- untuk disedekahkan.? Dan gampang ditebak ternyata Rp.50.000,- untuk sedekah jauh terasa lebih berat untuk dikeluarkan.

Ironisnya Rp.50.000,- terasa ringan saat dipakai untuk ;
- Membeli rokok
- Menonton di Bioskop
- Beli Pulsa HP
- dll

Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Allah. MAKA DIANTARA KAMU ADA YANG KIKIR, dan SIAPA YANG KIKIR, SESUNGGUHNYA DIA HANYALAH KIKIR TERHADAP DIRINYA SENDIRI. Dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang berkehendak (kepada-Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan seperti kamu ini. ( Q.S.Muhammad.38)

14 Cara Nabi Muhammad Mendidik Anak


Mendidik Anak Cara NabiSeperti apakah ketika nabi muhammad mendidik anak-anaknya
kala itu?

Praktik pendidikan Nabi Muhammad SAW pada anak-anak dapat di gambarkan di bawah ini:

1. Rasulullah senang bermain-main (menghibur) dengan anak-anak dan kadang-kadang beliau memangku mereka. Beliau menyuruh Abdullah, Ubaidillah, dan lain-lain dari putra-putra pamannya Al-Abbas r.a. untuk berbaris lalu berkata, “ Siapa yang terlebih dahulu sampai kepadaku akan aku beri sesuatu (hadiah).”merekapun berlomba-lomba menuju beliau, kemudian duduk di pangkuannya lalu Rasulullah menciumi mereka dan memeluknya.

2. Ketika ja’far bin Abu Tholib r.a, terbunuh dalam peperangan mut’ah, Nabi Muhammad SAW, sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah ja’far dan menjumpai isterinya Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anaknya dan memakaikan bajunya. Beliau berkata, “Suruh kemarilah anak-anak ja’far. Ketika mereka dating, beliau menciuminya. Sambil meneteskan air mata. Asma bertanya kepada beliau karena telah mengetahui ada musibah yang menimpanya.

3. “Wahai rasulullah, apa gerangan yang menyebabkan anda menangis? Apakah sudah ada beritayang sampai kepada anda mengenai suamiku Ja’far dan kawan-kawanya?” Beliau menjawab, “Ya benar, mereka hari di timpa musibah.” Air mata beliau mengalir dengan deras. Asma pun menjerit sehingga orang-orng perempuan berkumpul mengerumuninya. Kemudian Nabi Muhammad SAW. kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda, “janganlah kalian melupakan keluarga ja’far, buatlah makanan untuk mereka, kerena sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian ja’far.”

4. Ketika Rasulullah melihat anak Zaid menghampirinya, beliau memegang kedua bahunya kemudian menagis. Sebagian sahabat merasa heran karena beliau menangisi orang yang mati syahid di peperangan Mut’ah. Lalu Nabi Muhammad SAW. pun menjelaskan kepada mereka bahwa sesungguhnya ini adalah air mata seorang kawan yang kehilangan kawannya.

5. Al-Aqraa bin harits melihat Nabi Muhammad SAW. mencium Al-Hasan r.a. lalu berkata, “Wahai Rasulullah, aku mempunyai sepuluh orang anak, tetapi aku belum pernah mencium mereka.” Rasulullah bersabda, “Aku tidak akan mengangkat engkau sebagai seorang pemimpin apabila Allah telah mencabut rasa kasih sayang dari hatimu. Barang siapa yang tidak memiliki rasa kasih sayang, niscaya dia tidak akan di sayangi.”

6. Seorang anak kecil dibawa kepada Nabi Muhammad SAW. supaya di doakan dimohonkan berkah dan di beri nama. Anak-anak tersebut di pangku oleh beliau. Tiba-tiba anak itu kencing, lalu orang-orang yang melihatnya berteriak. Beliau berkata, “jangan di putuskan anak yang sedang kencing, buarkanlah dia sampai selesai dahulu kencingnya.”
Beliau pun berdoa dan memberi nama, kemudian membisiki orang tuanya supaya jangan mempunyai perasaan bahwa beliau tidak senang terkena air kencing anaknya. Ketika mereka telah pergi, beliau mencuci sendiri pakaian yang terkena kencing tadi.

7. Ummu Kholid binti kho;id bin sa’ad Al-Amawiyah berkata, “Aku beserta ayahku menghadap Rasululloh dan aku memakai baju kurung (gamis) berwarna kuning. Ketika aku bermain-main dengan cincin Nabi Muhammad SAW. ayahku membentakku, maka beliau berkata, “Biarkanlah dia.” Kemudian beliau pun berkata kepadaku, “bermainlah sepuas hatimu, Nak!

8. Dari Anas, diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. selalu bergaul dengan kami. Beliau berkata kepada saudara lelakiku yang kecil, “Wahai Abu Umair, mengerjakan apa si nugair (nama burung kecil).”

9. Nabi Muhammad SAW. melakukan shalat, sedangkan Umamah binti zainab di letakkan di leher beliau. Di kala beliau sujud, Umamah tersebut di letakkanya dan bila berdiri di letakkan lagi dil leher beliau. Umamah adalah anak kecil dari Abu Ash bin Rabigh bin Abdusysyam .

10. Riwayat yang lebih masyhur menyebutkan, Rasulullah perna lama sekali sujud. dalam shalatnya, maka salah seorang sahabat bertanya,” Wahai Rasulullah, sesungguhnya anda lama sekali sujud, hingga kami mengira ada sesuatu kejadian atau anda sedang menerima wahyu. Nabi Muhammad SAW, menjawab, “Tidak ada apa-apa, tetaplah aku di tunggangi oleh cucuku, maka aku tidak mau tergesah-gesah sampai dia puas.” Adapun anak yang di maksud ialah Al-Hasan atau Al-Husain Radhiyallahu Anhuma

11. Ketika Nabi Muhammad SAW. melewati rumah putrinya, yaitu sayyidah fatimah r.a., beliau mendengar Al-Husain sedang menangis, maka beliau berkata kepada Fatimah, “Apakah engkau belum mengerti bahwa menangisnya anak itu menggangguku.” Lalu beliau memangku Al-Husain di atas lehernya dan berkata, Ya Allah, sesungguhnya aku cinta kepadanya, maka cintailah dia.
Ketika Rasulullah SAW. sedang berada di atas mimbar, Al-Hasan tergelincir. Lalu beliau turun dari mimbar dan membawa anak tersebut.

12. Nabi Muhammad SAW. sering bermain-main dngan Zainab binti Ummu Salamah r.a. beliau memanggilnya, “Hai Zuwainib, hai Zuwainib berulang-rulang.”

13. Nabi Muhammad SAW. sering berkunjung ke rumah para sahabat Anshar dan memberi salam pada anak-anaknya serta mengusap kepala mereka.

14. Diriwayatkan, pada suatu hari raya Rasulullah SAW. keluar rumah untuk menunaikan shalat ID. Di tengah jalan, beliau melihat banyak anak kecil sedang berman dengan gembira sambil tertawa-tawa. Mereka mengenakan baju baru, sandal mereka pun tampak mengkilap. Tiba-tiba pandangan beliau tertuju pada salah seorang yang sedang duduk menyendiri dan sedang menangis tersedu-sedu. Bajunya kompang-kamping dan kakinya tiada bersandal. Rasulullah SAW, pun mendekatinya , lalu di usap-usap anak itu mendekapya ke dadabeliau seraya bertanya, “mengapa kau menangis, Nak .” Anak itu hanya menjawab, “biarkanlah aku sendiri.” Anak itu belum tahu bahwa orang yang ada di hadapannya itu adalah Rasulullah SAW. yang terkenal sebagai pengasih. “Ayahku mati dalam suatu pertempuran bersama Nabi,” lanjut anak itu. “Lalu ibuku kawih lagi. Hartaku habis di makan suami ibuku, lalu aku di usir dari rumahnya. Sekarang, aku tak mempunyai baju baru dan makanan yang enak. Aku sedih meihat kawan-kawanku bermain dengan riangnya itu.l”
Baginda Rasulullah SAW. lantas membimbing anak tersebut seraya menghiburnya, “Sukakah kamu bila aku menjadi bapakmu, Fatimah menjadi kakakmu, Aisyah menjadi ibumu, Ali sebagai pamanmu, Hasan dan Husain menjadi saudaramu?” Anak itu segera tahu dengan siapa ia berbicara. Maka langsung ia berkata, “mengapa aku tak suka, ya Rasulullah?” kemudian, Rasulullah SAW, pun membawa anak itu ke rumah beliau, dan di berinya pakaian yang paling indah, memandikannya, dan memberinya perhiasan agar ia tampak lebih gagah, lalu mengajak makan.
Sesudah itu, anak itu pun keluar bermain dengan kawan-kawannya yang lain, sambil tertawa-tawa sambil kegirangan. Melihat perubahan pada anak itu, kawan-kawannya merasa heran lalu bertanya, “Tadi kamu menagis, mengapa sekarang bergembira?” jawab anak itu, tadi aku kelaparan, sekarang sudah kenyang. Tadi aku tak mempunyai pakaian, sekarang aku mempunyainya, tadi aku tak punya bapak, sekarang bapakku Rasulullah dan ibuku Aisyah.” Anak-anak lain bergumam, Wah, andaikan bapak kita mati dalam perang.” Hari-hari berikutnya, anak itu tetap di pelihara, oleh Rasulullah SAW. hingga beliau wafat.

Permintaan Maaf Untuk Sahabat

Aku adalah sinar ke indahan yang selalu menghiasi taman langit
Bersama kami menyatukan warna dan tekad hanya untuk menghiasi nya
Aku bukan lah apa-apa di bandingkan teman-teman ku
Aku tak mampu bersinar sendiri tanpa sahabat ku.
Kecerahan dan ke rabun menjadi kelebihan dan kelemahan kami.
Saling mengisi dan berbagi menjadi prinsip untuk keceria.
Aku bukan lah warna yang terang di antara mereka.
Aku hanya lah cahaya pembantu bagi mereka.
Tidak mempunyai ke indahan dan ke ahlian.
Aku adalah sinar biasa yang selalu membatu mereka.
Kesetiaan ku pada mereka menjadi ketegaran ku untuk bersinar.
Tetapi terkadang sinar ini meredup melihat ke indahan-keindahan mereka, yang tak ku punya.
Ada satu warna yang selalu memotipasi ku agar aku terus bersinar.
Bagi ku dia adalah sahabat yang tak bisa di lupakan.
Bagi ku dia adalah penerang dalam hidup ku.
Tetapi kini tidak ada cahaya yang terang yang mampu membuat ku bersinar.
Kini cahaya yang terang itu telah menjauhi aku….
Karena kesalahan ku………
Tetapi aku hanya ingin dia hidup dan selalu bersinar terang…….
Kesalahan aku dalam melangka membuat semuanya men jadi kacau
Kini sinar ku kembali redup………
Aku tak mampu untuk bersinar……..
Kesalahan ku terhadap dia membuat aku dan cahaya ku merasa bersalah……
Entah sampai kapan cahaya ku akan terus redup
Dan entah sampai kapan aku bisa bersinar seperti dia
Sahabat maaf kan sinar ini yang tak bisa menerangi mu
Aku menyesal dengan per buatan ku
Sahabat tiada kata yang bisa ku ucapkan maafkan lah aku…
Penyesalan ini selalu menjadi penyakit hati ini
Sahabat ku izin kan aku memintak maaf ke pada mu
Tiada kata yang bisa ku ucapan ke cuali per mintaan maaf ku
Sepahit apapun engkau menganggap ku tetap aku menganggap
Sahabat ter baik ku
My bestfrend maafkan aku….

Kerinduan Yang Terpendam

tahun berganti tahun
bulan berganti bulan
hari berganti hari
diriku disini merindukanmu
di setiap hari2ku kau selalu ada
tapi mengapa kau tak pernah hadir untukku
apakah kau tak tau betapa ku merindukan kasih sayangmu yang selama ini telah menjauh
jangan kau biarkan rindu ini terpendam untuk selamanya
karena ku tak sanggup menahan ini semua

kasih hadirlah dirimu disetiap waktuku
janganlah kau pergi dari hidupku
karena kusangat merindukan kasih sayangmu
hanya dirimulah harapan hidupku

kasih dengarlah jeritan hatiku yang kian lama semakin merindukanmu
I MISS YOU DARLING

Bila..

saat malaam pergii
dibelaian waktu yang tlah berlalu
dihari yg tlah terlewati
di antara desahan hatimu yg resah
mngkin msih ada keraguan untukku..
…mngkin jua gundahmu msih trbelit dijiwa
tapi
kubiarkan smua brlalu dgn masa
antara ada & tiada
ktk hatimu trtaut pd cnta
untk esok yg tak pasti,,
untk cinta yg akan teduh
untk waktu yg akan berlalu
disini msih ku lukis cinta untukmu

Dirimu Dalam Mimpiku

semakin terbesit nama indah tentang mu
yang menghantui jalan mimpi tidurku
menambah panjang cerita mimpiku
mengisi sepinya tidurku
meski dalam bayang malamku….

memaniskan rasa pahit dari mu
mewujudkan harapan di nyata ku
semakin lama ku berkelana di tidurku
bersama bayang dirimu,,,
semakin melekat hati ini,,
di nama dirimu,,,

sampai kapanpun ku harus bergini
ku sanggup tinggalkan dunia ku
terlelap dalam dunia ini
bersama mu yang menemani mimpiku,,,,

Sepenggal Kisah Menanti

kurenangi bait-bait kehampaan,
di tengah tumpukan bahasa
yang makna tak kumengerti,
sekadar menghadirkan ilusi dirimu
tuk menemani kesibukanku.

kaukah tak tahu,
bahwa aku mencinta
untuk senantiasa merindukanmu,
ataukah aku tak tahu,
bahwa engkau merindu,
mengharap cintaku.

katakan gadisku!
jangan kau kulum senyum dalam rindu.
sepenggal kisah menanti,
kita ukir bersama.

Realita Cinta

emosi melumat pikiran
yang terbawa modernisasi
kasih sayang bukan hanya sekedar kata
pikiran yang berbuah
tak sejalan dengan makna kasih sayang itu sendiri

aku mencintaimu
bukan berarti aku berhak atasmu
engkau adalah burung
yang bebas melayang setinggi angkasa
dan aku adalah mentari
yang selalu menghangat
dalam setiap kepakan sayapmu

engkau tak perlu ragu, bahwa suatu saat nanti
aku akan sedingin salju abadi
tidak, itu tak akan terjadi
sebab mentariku tak pernah berhenti menyala
membakar kepakanmu

terkadang cinta tak sejalan
dengan realita cinta itu sendiri
ego yang munafik
mencampakkan setiap kepakan dara yang dihangatinya
dan bukankah kasih sayang
adalah wujud dari cinta itu sendiri?

Kegagalan Berbuah Iman

Tuhan...
dia terlalu indah tuk dilupakan…
terlalu sedih jika dikenang…
betapa hatiku bersedih…
mengenang semua yang berasal darinya…

Tuhan…
masih membekas bayangan akan dirinya…
yang telah mengisi relung hatiku…
disetiap sapaannya… serta disetiap kata-katanya…
mengandung keceriaannya…

Tuhan…
hamba memang lemah…
tapi mengapa dia memberikanku harapan?
seraya harapannya aku pun langsung melayang…
langksana burung yang bebas kemana-mana…

Tuhan…
kini ku telah jatuh dari langit dan hancur berkeping-keping…
tertembak oleh peluru yang tepat pada bagian sayapku…
sekarang aku pun tau… harapan itu palsu…
sayapku pun sudah rapuh dan tak bisa terbang kembali…

Tuhan…
andaikan hamba boleh memilih…
hamba kan memilih menjadi bagian dari lautan-Mu…
karena sekalinya ternodai…
ia kan cepat kembali bersih dan tertata seperti semula…

Tuhan…
apabila ini sudah menjadi takdir hamba…
hamba harap agar Engkau membimbingku pada jalan yang benar…
jangan Kau sesatkan hamba karena kegagalan seperti ini…
hamba yakin dengan kegagalan ini… agar hamba menjadi lebih beriman pada-Mu…

Senin, 29 November 2010

CHAPTER 1: SI PETASAN INJAK



"Mas Ray!"
Petasan injak itu lagi!
"Lho, kok Mas Ray cuek begitu sih?" Kishi menarik kursi ke dekat Ray. "Aku kan nggak pernah dapat B. Selalu C, itu pun setelah belajar sampai jungkir balik."
"Kalau tidak bisa kimia, kenapa nekat masuk Perminyakan?"
"Kalau tidak masuk Perminyakan, tidak akan ketemu Mas Ray kan?" Kishi tersenyum manis.
Gadis ini! gerutu Ray dalam hati. Selalu saja bisa menangkis semua kata-katanya. Ray menoleh. Menatap ke arah Kishi sekilas. Gadis itu bahkan tidak menyadari kalau kehadirannya benar-benar mengganggu konsentrasi Ray.
"Kemari cuma mau lapor hasil ujianmu?"
"Mas Ray keberatan aku datang kemari, ya?" Kishi menatap profil samping Ray. Cowok itu masih saja menatap lurus ke arah kanvasnya.
"Bisa kan menjawab pertanyaan dulu sebelum bertanya balik?" tegur Ray.
Kishi terkekeh. "Habis, Mas Ray nanyanya seperti mau ngusir."
Aku memang mau mengusirmu! geram Ray dalam hati. Setiap Kishi muncul, lukisannya pasti terbengkalai. Tidak pernah selesai. Ada-ada saja permintaan gadis itu. Minta diajari kimia. Mencari buku. Kaset. Nonton bioskop. Segalanya, bahkan sampai makan!
Dan dengan caranya sendiri, Kishi selalu berhasil membuat Ray menuruti keinginannya.
"Mas Ray sudah makan?"
"Sudah."
"Aku belum. Temani aku makan keluar, yuk."
"Aku sedang melukis," tolak Ray.
"Nanti kan bisa diteruskan lagi. Ayo dong, Mas Ray! Tidak kasihan melihatku kelaparan?"
"Kamu kan bisa makan sendiri."
"Ah, mana enak makan tanpa teman."
"Kenapa tidak makan dulu sebelum kemari?" gerutu Ray tanpa menyembunyikan rasa kesalnya.
"Aku mau traktir Mas Ray. Kan ujianku dapat B karena diajari Mas Ray."
"Aku tidak minta bayaran. Simpan saja uangmu."
"Mas Ray kok menolak niat baik orang?"
"Lukisanku belum selesai."
"Nanti bisa dilanjutkan. Kutemani, deh."
"Tidak usah," tolak Ray cepat. "Nanti malah lebih tidak selesai."

***

CHAPTER 2: CINTAKAH DIA?



"Nanti ke rumah Ray?"
"Mungkin. Kenapa?"
Tito mengeluarkan amplop coklat dari dalam ranselnya. "Titip ini buatnya. Dan ingatkan dia, Kish. Wisudanya bulan depan. Dia harus datang mengurus administrasi. Jangan lupa bawa foto."
"Oke."
"Trims." Tito melambai sambil menjauh.
"Kenapa harus kamu yang merawat bayi besar itu?" tanya Warnie setelah Tito berlalu. "Mengingatkannya makan. Bahkan sekarang mengingatkan untuk acara wisudanya. Sementara dia sendiri tidak ingat apa-apa selain melukis."
"Bayi besar yang mana?"
"Tentu saja Ray! Siapa lagi?"
"Oo." Kishi tersenyum manis. Kalau bukan aku, siapa lagi? Lagipula, Mas Ray banyak membantuku."
"Kimia?" Warnie mencibir. "Sebenarnya tanpa dia pun kamu bisa."
"Biar saja. Mas Ray toh tidak keberatan."
"Apa yang kamu cari darinya, Kish?"
"Tidak ada."
"Kamu tidak sedang jatuh cinta padanya, kan?"
"Tidak!"
"Kamu terlalu cepat menjawab."
Jatuh cinta? Kishi bahkan tidak pernah memikirkan itu. Dia cuma merasa senang berada di dekat Ray.
"Apa dia tidak terlalu tua untukmu, Kish?"
"Kamu ini bicara apa, sih?!" Kishi mendelik. Mulai sebal dengan Warnie yang nyinyir.
"Aku cuma kasihan melihatmu. Selama ini selalu kamu yang menghampirinya. Memperhatikannya. Apa dia pernah bertindak sebaliknya?"
Kishi terdiam. Memang tidak pernah, jawabnya dalam hati.
"Aku tidak menuntut apa pun," sanggah Kishi. Tapi dia tahu hatinya tidak yakin.
"Kamu tidak jujur."
"Jangan bicara lagi, Nie!"
"Kalau kamu menghindar terus, semua bisa terlambat. Dia terlalu tua untukmu. Kamu bahkan baru duduk di semester pertama sementara Ray sudah lulus."
"Kami cuma berbeda lima tahun!"
"Lebih baik mencari yang seumur denganmu. Yang mendekatimu banyak, Kish. Buat apa mengejarnya terus kalau dia tidak mencintaimu?"
"Aku tidak bilang aku jatuh cinta padanya."
"Suatu saat pun kamu pasti sampai pada kesimpulan itu."
Benarkah?
"Kish, aku bisa bicara begini karena aku kenal Ray dengan baik. Aku sudah berteman dengannya sejak dulu. Bahkan saat dia masih bersama Ika. Dia sangat mencintai gadis itu."
"Aku tahu."
"Bahkan mungkin sampai sekarang," lanjut Warnie hati-hati. "Kukatakan ini karena aku tidak mau kamu terperangkap. Kamu teman baikku, Kish. Aku tidak mau melihatmu terluka tanpa ada yang bisa kulakukan."
Lalu dia harus apa?!
Kishi bahkan tidak tahu harus bagaimana. Dia bahkan tidak tahu apa benar dia jatuh cinta pada Ray, seperti yang dikatakan Warnie? Namun hati kecilnya membenarkan sebagian besar yang dikatakan Warnie.
Apa dia harus mencoba menjauh dari Ray, sekadar mencari tahu apa Ray peduli padanya? Lalu bagaimana kalau ternyata Ray memang tidak mencarinya, kalau ternyata bagi cowok itu seorang Kishi memang bukan apa-apa?
Kishi tidak berani membayangkan.
Dia bahkan tidak berani memikirkannya.

***

HAPTER 3: SEGALANYA TENTANG RAY


Ray melangkah ke dalam. Melewati ruang makan dan terhenti di dapur.
"Mam!"
"Hai, Ray. Dari mana?"
"Jalan-jalan sebentar."
"Tadi Kishi kemari. Lebih dari sejam menunggumu."
"Ada pesan?"
"Dia tinggalkan memo dan amplop. Mama taruh di atas kulkas."
Ray menjangkau atas kulkas dan menemukan secarik memo kecil tertindih amplop coklat.

Titipan Tito. Katanya bulan depan Mas Ray diwisuda. Bawa foto dan urus administrasinya di sekretariat. Kishi.

Kemajuan!
Ray tersenyum tipis. Biasanya gadis itu tidak pernah cukup menulis memo dengan selembar kertas kecil begini.
"Sudah makan, Ray?"
"Tadi sudah makan di jalan. Ray ke paviliun dulu."
"Oo, hampir lupa." Mama meninggalkan blendernya. Menghampiri Ray, menatap putranya lembut. "Ada tamu untukmu. Dia sudah hampir setengah jam menunggu. Katanya mau menunggu di paviliun saja. Jadi Mama biarkan dia di sana."
"Kishi?"
"Ika."
Ray tertegun.
"Temuilah, Ray. Ada yang harus diselesaikan antara kalian."
"Semua sudah selesai," gumam Ray tak bergeming. "Dia sudah memilih jalan hidupnya. Untuk apa kembali?"
"Dia berhak memberi penjelasan." Mama mendorong Ray lembut. "Temuilah. Kalau kamu masih mencintainya, kenapa harus menolak?"
"Saya sudah tidak mencintainya lagi."
"Karena Kishi?" Mama tersenyum. "Atau karena menuruti kemarahanmu saja?"
"Kishi cuma anak kecil."
"Tapi kamu bahkan tidak bisa menolak kehadirannya."
"Mam!" Pusing di kepala Ray bertambah.
Ray tidak ingin menemui Ika sebenarnya. Biar saja gadis itu menunggu di paviliun sampai bosan. Ray bisa berbaring di kamarnya di atas. Tapi itu tak akan menyelesaikan segalanya. Biar pun Ray menghindar, tetap saja masih ada yang tersisa antara kami, batinnya.

***

CHAPTER 4: RAY DAN IKA



"Ray!"
"Kapan kembali?"
"Kemarin. Aku meneleponmu tapi kamu keluar. Jadi hari ini aku kemari."
Ika masih saja cantik, seperti dulu. Lebih cantik malah. Tapi membuat Ray merasa sangat asing.
"Masih suka melukis, Ray?"
"Seperti yang kamu lihat."
"Kudengar kamu sudah lulus. Selamat, ya? Kapan wisudanya?"
"Bulan depan."
Genggaman tangannya pun sudah terasa lain. Ika yang kembali sekarang sudah terasa lain. Ika yang kembali sekarang bukan seperti Ika yang dilepasnya pergi dulu.
"Tempat ini tidak pernah dibereskan, ya?" Ika mengalihkan pembicaraan. Mencoba mencairkan kedinginan Ray.
"Kadang-kadang." Kalau Kishi datang dan Ray tidak sedang melukis. Ray akan berselonjor di sofa panjang, mendengarkan kicauan petasan injak itu dan membiarkan gadis itu menata paviliunnya sesuka hati.
"Bagaimana kalau kita keluar, Ray?"
"Maaf, aku capek."
"Kutemani di sini?"
"Tempat ini kotor."
"Tak apa. Aku ingin melihatmu melukis lagi seperti dulu."
Bagaimana bisa, sementara suasana di antara mereka tidak lagi sama seperti dulu?
"Kenapa cita-citamu berubah?" tanya Ray dua tahun yang lalu saat Ika memutuskan berangkat ke Amsterdam.
"Kesempatan ini jarang sekali datang, Ray. Aku tidak bisa mengabaikannya begitu disodorkan padaku."
"Juga kalau itu berarti kita berpisah?"
"Cuma sementara!"
"Tapi kamu bahkan tidak bisa memastikan kapan akan kembali. Bagiamana kalau kamu tidak kembali?"
"Aku pasti kembali."
"Sampai kapan?"
"Tidak lama!"
"Setahun, dua tahun, sepuluh tahun? Atau kamu ingin aku menunggu seumur hidup?"
"Ray!"
"Kuliahmu sudah setengah jalan, Ika."
"Bisa kulanjutkan kalau aku kembali."
"Asal kamu kembali belum jadi nenek-nenek."
"Kamu tidak suka aku pergi?"
"Ya! Aku tidak suka kamu membuang semua yang sudah kamu miliki hanya untuk mengejar sesuatu yang baru. Yang tidak pasti!"
"Aku tidak membuangnya, Ray. Aku cuma menunda. Aku tak akan tahu kalau tidak pernah mencoba."
"Bagaimana kalau kamu gagal?"
"Aku bisa kembali, dan meneruskan kuliahku yang di sini."
"Asal kamu tidak terlambat. Asal pintu belum tertutup rapat saat kamu kembali."
Ray tidak bisa mengerti. Tidak bisa memahami. Ika sudah punya segalanya. Keluarga. Cita-cita yang bakal diraihnya dalam dua tahun mendatang. Ray yang mencintainya, yang didapatnya setelah menyingkirkan tidak sedikit saingan.
Dan sekarang Ika bermaksud meninggalkan semua demi sebuah kesempatan ke Amsterdam. Hanya karena gadis itu menerima tawaran untuk hidup dan belajar musik di Negeri Kincir Angin itu. Tawaran dari salah seorang pamannya!
Musik?! Astaga! Ray tahu betul, Ika tidak pernah berminat pada dunia yang satu itu.
"Aku tidak bisa menghalangimu. Aku cuma berharap, kamu sudah kembali sebelum semuanya terlambat."
Termasuk dalam hal memperoleh kembali hati Ray.
"Siapa Kishi, Ray?" Ika meraih diktat Kishi yang tergeletak di atas lemari.
"Adik angkatan." Ray mengambil diktat itu dan meletakkannya di atas lemari.
"Dia sering kemari? Kok bukunya ada di sini?"
"Bukan urusanmu."
"Tentu saja urusanku kalau semua belum terlambat." Ika menatap Ray sambil tersenyum. "Belum terlambat kan, Ray?"

***

CHAPTER 5: AIRMATAKU MENITIK

"Ada telepon untuk Kishi, Mam?"
"Tidak." Mama mendongak, menatap Kishi sambil berkerut. "Kamu nunggu telepon dari siap sih, Kish? Penting ya sampai nanyain tiap hari?"
Kishi tersenyum pahit. Menggeleng perlahan. Jadi Warnie benar. Dia memang tidak berarti apa pun untuk Ray.
Sudah lebih dari sebulan Kishi tidak lagi menemui Ray. Terakhir adalah saat Kishi mengantarkan amplop titipan Tito. Itu pun Ray tidak ada di rumah. Dia hanya ditemani Mama Ray. Setelah itu Kishi menjauh. Mencoba menahan diri. Dia harus tahu, apa memang ada yang bisa diharapkan.
Tapi ternyata tidak! Sama sekali tidak!
Ray tidak mencarinya. Tidak menelepon. Tidak datang ke rumah.
Mungkin dia memang harus melupakan. Tidak usah mengharapkannya. Tapi bisakah? Sebulan ini saja Kishi sudah merasa kehilangan.
"Oya, Kish. Tadi Warnie datang. Katanya, mau pinjam diktat organik buat kuis besok. Mama suruh cari sendiri di kamarmu. Tapi katanya tidak ada."
Tertinggal di tempat Ray saat Kishi memaksa cowok itu mengajarkannya sebelum ujian kemarin. Dan dia lupa mengambilnya kembali untuk dipinjam Warnie besok.
"Kishi pergi dulu, Mam."
"Lho, baru pulang kok mau pergi lagi?"
"Ambil diktat di rumah teman. Kasihan Warnie, besok dia perlu sekali."
Sekalian mengambil semua barangnya yang tertinggal di paviliun Ray.

***

"Mas Ray ada, Mbok?" Rumah besar itu sepi saat Kishi tiba di sana. Cuma Mbok Tinah yang menyambutnya.
"Ada di paviliun, Non. Biasa, sedang melukis. Masuk saja ke dalam."
Kishi melangkah masuk. Menyusuri taman belakang yang luas sebelum sampai ke paviliun.
"Mas Ray!"
Kishi tertegun di ambang pintu. Batal melangkahkan kaki untuk masuk. Merasakan seluruh dunia berputar balik. Dan dia terjebak dalam pusaran tanpa henti.
Ray menoleh. Mendapatkan Kishi tertegun di ambang pintu. Dia bisa membaca seluruhnya. Keterkejutan. Kesakitan. Semua di mata itu. Perlahan dilepaskannya pelukannya pada Ika.
"Kishi."
"Maaf, aku tidak tahu kalau Mas Ray ada tamu." Kishi mencoba tersenyum.
"Tak apa." Ray menghampiri. Tenang seperti biasa. "Oya, kenalkan. Ini Ika. Ka, ini Kishi."
Kishi melebarkan senyumnya. "Maaf mengganggu. Aku cuma mau mengambil barang-barangku yang tertinggal."
"Berserakan di mana-mana."
"Tidak penting, kok. Cuma diktat itu yang mendesak. Bisa tolong ambilkan, Mas Ray?"
Ray meraih diktat organik Kishi di atas lemari.
"Terima kasih. Aku pulang."
Kishi berbalik cepat. Melangkah cepat melintasi taman belakang rumah Ray.
"Kish!" kejar Ray. "Katanya mau mengambil barang-barang yang lain?"
"Tidak begitu penting. Bisa tolong dikumpulkan dulu, Mas Ray? Nanti kuminta Warnie mampir mengambilkannya. Dia suka lewat sini kalau pulang."
"Kenapa tidak diambil sendiri?"
"Aku sibuk. Sudah hampir ujian semester. Harus belajar keras."
"Tidak ingin kuajari seperti biasa?"
"Nanti mengganggu Mas Ray. Lagipula, aku harus mandiri kan?" Kishi tersenyum lagi. Menyamarkan semua rasa yang sempat terlihat Ray tadi. "Aku pulang, Mas."
"Kuantar, Kish."
Hampir setahun berada di dekat Ray, menghampirinya selalu, Ray tidak pernah menawarinya mengantar pulang. Pun setelah seharian Kishi menemaninya di paviliun. Atau membereskan paviliun yang seperti kapal pecah. Ray bahkan tidak pernah mengantar sampai ke depan rumah, tempat Kishi memarkirkan mobilnya.
Lalu kenapa baru sekarang, setelah segalanya terlambat?
"Aku bawa mobil."
"Kuantar sampai depan."
"Tidak usah. Mas Ray kan ada tamu. Tuh sudah ditunggu."
"Hati-hati, Kish."
Kishi mengangguk. Ray bahkan tidak pernah berpesan seperti itu.
Di dalam mobil, airmata Kishi mengalir deras.

***

CHAPTER 6: HATIKU PATAH



"Mau tolong aku, Nie?"
"Apa?"
"Kalau pulang lewat rumah Mas Ray, kan?"
"Kadang-kadang. Memangnya kenapa?"
"Kalau lewat, tolong mampir sebentar. Ada beberapa barangku yang tertinggal di tempatnya."
Warnie menoleh. Menatap Kishi dengan dahi berkerut.
"Ada apa denganmu?"
"Tidak ada." Kishi tersenyum.
"Kenapa harus aku yang datang? Bukan kamu?"
"Aku sibuk. Mesti belajar untuk ujian semester."
"Biasanya minta Ray yang mengajarkan."
"Merepotkan dia saja."
"Hei, ada apa denganmu?" ulang Warnie heran.
Kishi menarik napas panjang, menunduk sedikit.
"Kamu benar. Aku memang bukan apa-apa untuk Mas Ray."
"Oo, Kish." Warnie memeluk Kishi. "Dia mengatakan itu padamu?"
"Aku melihatnya sendiri. Ika kembali."
"Dia bilang akan kembali pada Ika?"
"Mas Ray tidak menjelaskan apa-apa. Aku melihatnya memeluk Ika. Apa itu tidak menjelaskan segalanya?"
"Kish!"
Kishi menelan ludahnya dengan susah payah.
"Seharusnya aku mengerti sejak dulu," ungkapnya.
"Kalau saja kamu mau mendengarkan aku."
"Ya. Tapi tidak ada gunanya memang. Sudah selesai. Semua." Kishi tersenyum pahit. "Jangan lupa, ya? Tolong ambilkan barangku."
"Mau titip sesuatu untuk Ray?"
Kishi menggeleng.
"Tak akan ada gunanya."

***

"Nah, itu dia pulang!"
Kishi tertegun di ambang pintu. Mama berdiri dari duduknya. Menyambutnya. Tapi yang membuat Kishi bingung adalah kehadiran Ray di ruang tamu sekarang.
"Ke mana saja, Kish? Sudah ditunggu lama, tuh."
"Jalan-jalan."
"Tante tinggal ke dalam ya, Ray."
Ray mengangguk. "Terima kasih, Tante."
Pandangannya dialihkan ke Kishi setelah Mama gadis itu menghilang. Sementara Kishi masih saja berdiri di tempatnya.
"Kenapa melihatku seperti melihat UFO?"
Kishi tertawa kecil. "Tumben Mas Ray kemari? Ada apa?"
"Mengantarkan barang-barangmu."

***

CHAPTER 7: PASTIKAN DIA JANGAN MENUNGGU

"Seharusnya Mas Ray tidak perlu repot-repot begini. Sampai mengantarkan segala. Aku sudah minta tolong Warnie."
"Warnie datang kemarin. Tapi aku katakan, ingin aku antar sendiri."
"Ada yang penting?" Kishi duduk di hadapan Ray. Menatapnya.
"Kalau tidak penting, tidak boleh menemuimu?"
"Bukan begitu. Biasanya Mas Ray kan...."
"Tidak pernah mencarimu, apa lagi sampai ke rumah?" potong Ray tersenyum. "Selama ini aku terlalu sibuk dengan diriku sendiri, ya?"
"Tak apa. Melukis toh bukan hal yang jelek."
"Bukan itu. Maksudku...."
Kishi menunduk. "Aku mengerti."
"Seharusnya aku bisa lebih memahamimu."
"Tidak perlu. Pahami saja keinginan Mas Ray." Kishi menelan ludah pahit. "Sudah terima amplop coklat yang kutitipkan?"
"Ya."
"Tito bilang, itu panggilan kerja untuk Mas Ray."
Ray mengangguk. "Pertambangan minyak di Batam."
"Mas Ray terima?"
"Menurutmu bagaimana?"
"Aku tidak punya pendapat untuk itu." Kishi menggeleng. "Kenapa tidak bertanya pada Mbak Ika?"
"Ika?" Ray memajukan tubuhnya. "Karena kamu melihatku memeluknya?"
"Sebenarnya bukan cuma itu."
"Apa lagi?"
"Aku tidak ingin membicarakannya."
"Kamu belum tahu secara pasti bagaimana aku dengan Ika. Kenapa langsung memutuskan?"
"Itu masalah pribadi Mas Ray. Kenapa aku harus tahu?" elak Kishi. "Kenapa harus dibicarakan padaku?"
"Karena kamu tersangkut di dalamnya."
"Aku?" Kishi tertawa. Pahit. "Aku bukan apa-apa."
"Kalau kamu bukan apa-apa, dia tak akan cemburu. Ika bukan tipe orang yang bisa menyerah begitu saja sebelum bertanding."
"Tidak perlu ada pertandingan. Toh memang sudah ada pemenangnya."
"Kamu!" Ray mengultimatum. "Kamulah pemenangnya!"
"Pembicaraan apa ini? Mas Ray ngawur!" Kishi bangkit. Bagaimana dia bisa tahan duduk berhadapan begitu dan membiarkan Ray mempermainkan perasaannya, mengobrak-abriknya?
"Duduk, Kish. Aku belum selesai."
"Apa lagi?!"
"Aku diwisuda besok."
"Lalu?"
"Mau mendampingiku?"
"Kenapa tidak minta pada Mbak Ika?"
"Ika lagi, Ika lagi!" Ray menggeleng kesal. "Aku minta padamu! Bukan Ika!"
"Apa yang Mas Ray inginkan sebenarnya?"
"Waktu Ika meminta kembali, aku tidak tahu kenapa tidak ada lagi yang bisa kuberikan padanya. Di hatiku sudah tidak ada namanya lagi. Di hatiku hanya ada kamu...."
Kishi menggeleng.
"Aku bukan apa-apa bagi Mas Ray. Aku bukan apa-apa...."
"Karena aku tidak pernah membalas semua yang kamu berikan?"
"Memang tidak harus, kan?"
"Kishi, waktu kamu ke paviliun saat itu...."
"Aku tidak ingin mendengar penjelasan Mas Ray tentang alasan memeluk Mbak Ika seperti itu. Itu urusan Mas Ray."
"Urusanmu juga." Ray menatap tajam. "Aku perlu menanyakan ini, Kish. Sebelum kuputuskan ke Batam atau tidak."
"Mas Ray akan ke Batam?" Kishi menatap Ray tanpa menyadari matanya menyimpan kepanikan.
"Tergantung jawabanmu."
"Aku?"
"Ya, bukan Ika! Please, jangan bicarakan dia lagi. Kita sedang mendiskualifikasikan dia." Ray menarik napas sejenak. "Kamu ingin aku pergi ke Batam dan terikat kontrak yang memisahkan kita begitu lama?"
Kishi tak tahu harus menjawab apa. Kalau menuruti kata hatinya, maka dia ingin menjawab tidak.
"Mas Ray ingin pergi?"
"Bagiku, kerja di manapun sama saja kalau tidak ada kamu. Tapi kalau ada kamu, kupilih kerja di sini. Sudah ada perusahaan lagi yang menawariku. Kalau kamu ingin kita tidak berpisah, minta aku jangan pergi!"
Kishi mendongak. Menatap hitamnya mata Ray yang bagus.
"Aku tidak ingin Mas Ray pergi," ucapnya pelan. "Aku...."
Ray menarik gadis itu ke dalam pelukannya.
"Aku tak akan pergi," jawabnya pasti. "Aku tak akan pergi!" ©


TAMAT

Bab I Jangan Pasung Cintaku

Syanda tercenung sesaat di muka kulkas memilih minuman yang hendak disajikannya untuk Aditya. Kalau untuk dia sendiri sih, gampang. Cappuccino.
"Belum pulang juga anak itu?!" tegur Mama.
Syanda hanya menggeleng. Dia tahu, di rumah ini tidak seorang pun menyukai Aditya. Dan yang paling sering menunjukkan rasa tidak senang itu adalah Mama.
"Sudah jam berapa ini...."
"Ini kan malam Minggu, Ma," kilah Syanda sambil mencomot sebotol Coca-Cola jumbo dari kulkas.
"Malam Minggu sih, malam Minggu. Zaman Mama masih muda dulu juga ada malam Minggu. Tapi tidak sampai selarut seperti ini hura-hura sama pacarnya."
"Zaman Mama kan, dua puluh tahun yang lalu. Kuno. Ya lain, dong," ujar Syanda berkelakar.
Mama mencibir. "Botol yang keberapa itu?" tanyanya nyinyir, melirik dengan rupa tidak senang.
"Kenapa sih, Ma? Minuman di kulkas itu kan, memang disediakan untuk tamu!"
"Anak itu suka minum, ya?"
Syanda membanting tubuhnya dengan kesal di atas sofa.
"Kata teman-teman arisan Mama, temanmu Si Aditya itu tukang minum. Tukang begadang. Tukang kebut-kebutan."
"Tukang minum apa dulu. Ya, kalau minumnya softdrink sampai segentong juga kan tidak apa-apa, Ma. Namanya juga anak muda, begadang dan kebut-kebutan itu biasa. Kalau tidak dilakukan selagi muda, kapan lagi dong, Ma? Apa mesti kalau sudah jadi kakek-kakek?" bela Syanda seraya beranjak berdiri. Dia baru ingat kalau Aditya masih menunggu di luar.
"Huh, kamu ini! Dibelaaa terus Si Aditya. Pemuda itu tidak punya masa depan. Mana boleh kamu menggantungkan diri pada orang yang tidak punya masa depan? Mau makan apa kamu nanti? Mau makan batu, apa?!" tukas Mama sengit.
Syanda hanya menghela napas lantas berlalu meninggalkan Mama. Mama memang cerewet. Syanda sadar, siapa pun akan menilai Aditya sebagai anak berandalan. Sebab cowok itu kelewat apatis. Cuek-bebek. Tukang balap. Doyan begadang. Tapi bagi Syanda, hal itu bukan merupakan citra buruk selama semua itu dilakukan sebagai trend anak muda belaka. Toh, selama ini dia tidak pernah melakukan hal-hal yang negatif. Malah, perhatian dan kasih sayangnya tidak pernah berkurang secuil pun kepadanya.
Ya, mungkin Mama benar. Aditya tidak punya masa depan yang menjanjikan. Tapi, apa peduliku? pikir Syanda. Hari ini memang mereka pacaran. Tapi esok? Hari esok pasti menjanjikan cerita yang berbeda dengan hari ini. Dan Syanda merasa hari-hari yang akan dilaluinya masih panjang.
"Lama banget. Kukira kamu ngambil Coca-Cola-nya sampai ke pabriknya," goda Aditya, menyambut gadisnya yang keluar dengan sebotol minuman ringan.
Syanda tersenyum.
"Nih, minum sampai mabuk!" Diserahkannya botol Coca-Cola itu ke tangan Aditya.
"Mamamu marah lagi, ya?" tanya Aditya.
"Kok tahu? Nguping, ya?"
"Tidak usah nguping juga kedengaran dari sini, Syan. Suara Mamamu itu bisa sampai ke bulan kalau lagi ngedumel."
Syanda terkikik. Dicubitnya lengan Aditya dengan gemas. Selalu saja ada bahan untuk memancing tawanya.
"Jangan terpengaruh Mamamu ya, Syan? Aku cinta banget sama kamu!" ujar Aditya, mendadak jadi serius.
Syanda tercenung. Ditatapnya mata lugu di hadapannya dengan hati berdentam. Cinta? Cintakah aku kepada Aditya? Terlalu pagi rasanya mengucapkan kata-kata itu. Sampai detik ini, yang dia tahu, dia hanya merasa senang berada di dekat Aditya. Itu saja.
"Aku juga sayang kamu, Dit!" ujar Syanda akhirnya setelah berhasil meredakan gemuruh di hatinya.
Aditya menggenggam tangannya.
"Walaupun aku tidak naik sedan seperti Edo?" tukasnya.
"Hei, hei! Memangnya aku cewek matre apa?" Syanda melototkan matanya. "Aku tuh, suka dibonceng sama motor trailmu itu asal kamu tidak ngebut saja."
"Tapi, aku juga tidak punya banyak duit buat neraktir kamu."
"Ya amplop! Kok, kamu mendadak jadi Mama kedua, sih?"
"Aku takut perasaanmu kepadaku akan luntur karena terpengaruh Mamamu...."
"Dih, memangnya baju apa pakai luntur-luntur segala," Syanda bergurau. "Eh Dit, maksud Mama kan baik juga sebetulnya," ujar Syanda lagi, mencoba berpikir dewasa.
"Baik?!" Aditya mencibir. "Berusaha memisahkan kita, itu kamu katakan baik?!"
"Mama tidak sepicik itu. Mama hanya tidak ingin melihat aku bergaul dengan cowok urakan. Nah, kamu harus introspeksi, dong! Perbaiki sikap dan tingkah kamu. Mulai sekarang jangan suka ngebut. Jangan suka merokok. Jangan suka begadang. Itu saja. Begitu lho, maksud Mama."
Aditya menghela napas. Sementara Syanda hanya memilin-milin tepian roknya sebagai pengusir keterdiaman mereka. Enam bulan sejak perkenalan mereka di orientasi kampus sudah mampu menautkan dua kutub hati yang berbeda. Aditya dengan kebengalannya akibat broken home, dan Syanda yang tumbuh berkembang dalam didikan Katolik yang saleh.
"Aku pulang dulu ya, Syan?" pamit Aditya setelah meneguk minumannya sampai tandas. "Sudah larut malam."
Syanda mengangguk.
"Pamitkan aku pada Mamamu, ya?"
"Langsung pulang ya, Dit?" pesan Syanda mewanti-wanti.
"Oke. Aku mampir sebentar ke Menteng, tapi. Kalau tidak, nanti aku dibilangin sombong lagi. Mentang-mentang sudah punya pacar sehingga melupakan teman lama," jawab Aditya sambil menaiki motornya dan memasang helm. "Eh... ada yang kelupaan."
Aditya turun dari motornya dan membuka helm. Dihampirinya Syanda yang anggun berdiri dengan denimnya. Cup. Sebuah kecupan singgah di dahi Syanda.
"Met bobo, ya? Have a nice dream, " bisiknya lembut.
"Jangan kebut-kebutan malam ini lagi, ya?"
Aditya mengedipkan matanya. Sesaat kemudian motor pun menderu dan meninggalkan Syanda dengan lambaiannya.
Di dalam kamarnya, di atas tempat tidurnya, Syanda semalam-malaman tidak dapat memejamkan matanya lagi. Itulah kecupan pertama yang dirasakannya dari seorang cowok. Kecupan dari Aditya. Cintanya yang pertama.

***

Syanda menguap lebar sementara HP-nya masih menempel di telinganya. Juga suara Sonya yang seperti cucakrawa itu membujuknya supaya kuliah hari ini.
"Cuma Kewiraan kok, Syan. Masuk sajalah," bujuk Sonya di seberang sana.
"Justru karena cuma Kewiraan saja aku jadi malas."
"Ya ampun... kujemput, deh!"
"Bukan soal jemput menjemput...."
"Apa perlu aku sewa motor trail untuk menjemputmu?"
"Hei, ngeledek kamu, ya?"
Didengarnya suara Sonya terkekeh.
"Habis, susah amat sih bikin kamu insyaf buat kuliah."
"Aku lagi tidak enak badan nih, Son. Asli, tidak tahu kenapa pikiranku hari ini tidak karuan." Syanda memijit pelipisnya. Bukan, bukan kepalanya yang pening. Tapi, dia merasakan sesuatu yang janggal pagi ini.
"Kalian bertengkar tadi malam?"
"Tidak."
"Atau, Mamamu yang cicit-cuwit itu lagi ngedumel soal Aditya?"
"Termasuk. Tapi, ah tauklah. Aku titip catatan saja, ya? Mau, kan?" bujuk Syanda. "Aku tahu kamu teman yang terbaik sedunia."
"Dih, kalau ada maunya...." Sonya terkekeh. "Boleh saja, Syan. Tapi...."
"Tapi apa?"
"Asal kamu tahu saja. Teman yang baik perlu disuap agar lebih baik lagi. Sepotong burger dan segelas es krim di McDonalds bolehlah. Hehehe�."
"Ember." Syanda turut terkekeh. "Cingcai-lah."
"Oke. Hati-hati di rumah ya, Non? Nanti sore aku ke rumahmu. Salam buat tukang balapmu itu."
Bip.
Telepon diputus. Syanda menggeliat. Kalau bukan karena dering telepon Sonya, tentu dia masih bermalas-malasan di tempat tidur. Dan, masih bermimpi tentang Aditya!
Hei... apa mimpinya tadi malam?! Rasanya bukan mimpi yang indah. Buktinya, dia bangun dengan badan yang basah oleh keringat dan rambut acak-acakan.
Mimpi buruk, keluhnya dalam hati. Semoga saja cuma mimpi. Dan semoga saja perasaan tidak enak yang bermain dalam hatinya saat ini tidak ada hubungannya sama sekali dengan mimpinya tadi malam.
Syanda beranjak ke dapur. Dibukanya tutup wadah kopi dan dituangkannya tiga sendok kopi instan pada cangkirnya.
Kring-kring-kring.
Telepon berdering lagi. Namun kali ini telepon rumah. Tapi beberapa saat kemudian terhenti. Tentu sudah diangkat oleh Santi, adiknya. Perlahan Syanda menuang air panas dari dispenser setelah menabur krimer dan mengaduk-aduknya.
"Syan... telepon untukmu," ujar Santi di muka dapur. Wajahnya kelihatan agak pucat.
"Dari siapa?"
"Suara perempuan. Tapi sudah kututup."
"Lho, bagaimana sih kamu ini?" seru Syanda, tidak jadi meneguk cappuccino yang sudah berada di pelepah bibirnya.
"Ka-katanya... Aditya berada di panti rehabilitasi 'Nusa Bangsa'!" jawab Santi terbata-bata.
Syanda tercekat. Panti rehabilitasi 'Nusa Bangsa'?! Siapa pun tentu tahu tempat seperti apa itu. Tapi kalau Aditya masuk ke panti itu.... Ah, salah apa Aditya?! Panti itu kan, tempat untuk merawat mereka yang kecanduan dan terlibat pemakaian obat-obat terlarang-narkoba?!
"Pe-perempuan itu tidak bi-bilang apa-apa lagi, San?!" tanyanya nyaris tanpa ekspresi.
"Tidak. Katanya cuma menyampaikan permintaan Aditya untuk memberitahumu," jawab Santi sambil duduk di hadapan Syanda. "Sebetulnya Aditya itu nyabu atau tidak, sih?"
Syanda menggeleng lemah.
"Kamu yakin dia bukan junkies?" tanya Santi lagi kurang yakin.
"Aku tidak tahu!" Syanda bangkit berdiri. Memijat keningnya kemudian. Dia benar-benar shock.
Santi menggeleng-gelengkan kepalanya.
Aditya... ah, pasti polisi-polisi itu salah menangkap orang. Pasti Aditya hanya ikut terjaring operasi penertiban narkoba dan ekstasi. Mungkin beberapa temannya memakai narkoba. Tapi Aditya? Syanda membatin galau. Dia kenal betul siapa Aditya Putra Wicaksana. Tukang balap yang setiap Minggu tidak pernah absen ke gereja. Tapi kalau teman-temannya junkies, apakah tidak mungkin Aditya juga ikut-ikutan walau cuma sedikit?
"Ti-tidak mungkin! Tidak mungkin!" desis Syanda berulang-ulang. Matanya mulai membasah. Bibirnya bergetar menahan tangis.
"Tapi, Aditya kan perokok?" bantah Santi.
"Aku harus ketemu Aditya!" Syanda meninggalkan Santi yang masih menatap kakaknya dengan pandangan heran.
Siapa pun pasti heran. Gadis semanis dan sepandai Syanda mau menggantungkan hatinya pada cowok bengal yang tidak ketahuan ke mana tujuan hidupnya. Tapi, siapa yang tahu kalau di balik semua sikap buruk Aditya ternyata ada sebongkah emas murni. Dan Syanda-lah yang tahu di mana emas itu tersembunyi.
Cuma Syanda yang tahu.

***

"Waktu Nona cuma tiga puluh menit," pesan satpam yang mengantar Syanda ke ruang tamu panti rehabilitasi 'Nusa Bangsa'. Ternyata panti rehabilitasi ini juga dilengkapi dengan beberapa aparat keamanan. Syanda agak bergidik tatkala melihat beberapa penghuni yang juga sedang menerima tamu. Badan mereka kurus kering dan tatapan mereka hampa. Ah, Aditya-nya bukan orang jenis seperti itu.
Dan Syanda semakin yakin kalau polisi salah menjaring orang. Mata Aditya selalu berbinar dan bersemangat manakala menyanyikan lagu-lagu rohani di gereja. Ah, mana bisa dia disamakan dengan para junkies itu?!
"Kamu datang juga," suara berat Aditya membuyarkan lamunan Syanda.
"Ka-kamu... ke-kenapa?!"
Aditya menarik kursi di hadapannya. Menatap lurus sepasang mata indah milik gadis yang belakangan ini diakrabinya melebihi apa pun juga.
"Kamu pikir aku sama dengan mereka...."
"Tidak. Aku yakin kamu tidak bersalah...."
Aditya mengerjap-erjapkan matanya. Kepalanya terkulai lemas. "Malam itu, Omar dan Maxi ternyata bikin pesta gila-gilaan di rumahnya, di tempat kami biasa nongkrong ramai-ramai. Aku ingat pesanmu untuk segera pulang, Syan. Tapi terlambat. Polisi ternyata sudah mengepung kami. Semua terjaring. Malah, Maxi dan Omar ditahan di polsek Menteng," ceritanya dengan suara serak.
"Tapi kamu ti-tidak...."
"Demi Tuhan, Syan. Demi Tuhan aku tidak...."
"Aku percaya...."
"Terima kasih. Hanya kamu yang mau percaya aku."
Syanda memaksakan bibirnya tersenyum. "Berapa lama kamu di sini?"
"Entahlah, Syan. Mungkin sebulan. Atau, mungkin pula bisa setahun...."
"Se-setahun?!" Syanda terbelalak.
"Kamu malu aku masuk panti rehabilitasi?"
Syanda menggeleng. "Aku tidak peduli. Aku hanya takut membayangkan hari-hari yang mesti kulalui tanpa kamu."
Aditya mengeraskan rahangnya. Berusaha menahan airmata yang hendak menyeruak. Laki-laki pantang mengeluarkan airmata. Dia harus menunjukkan ketabahannya di hadapan Syanda. Bukannya malah menambah rasa pedih di hati gadis yang sangat disayanginya itu.
"Memang lama. Tapi...."
"Ak-aku akan tabah, Dit. Aku akan menunggu...."
"Ja-jangan...."
Syanda tersedu. "Ak-aku akan menunggumu sampai kapan pun juga!"
Aditya merengkuh pundak gadisnya. Membiarkannya menangis di bahunya. "Terima kasih untuk ketulusanmu."
Waktu berlalu. Tiga puluh menit berjalan tanpa terasa. Mereka harus berpisah tepat ketika bel tanda besuk berakhir berdenting memekakkan.
"Pulanglah...."
"Dit...!" Syanda kembali memeluk Aditya setelah sesaat tadi siap melangkah keluar. "Jangan lupa berdoa, ya?"
"Pasti." Aditya mengangguk lalu melambai setelah Syanda berdiri di bawah bingkai pintu keluar ruang tamu. Ditatapnya tubuh Syanda yang menirus dan menghilang di balik tembok. Dua petugas satpam telah mengapitnya untuk menggiringnya masuk dan berkumpul dengan penghuni panti rehabilitasi lainnya.
Di luar, betapa inginnya Syanda berteriak lantang. Bahwa Aditya sama sekali tidak bersalah. Aditya bukan junkies . Tapi, siapa yang peduli? Bahkan, Aditya pun tampak pasrah dan tabah menerima kenyataan itu. Dipisahkan dari orang-orang tercinta.
Syanda menyusut airmatanya. Diayunkannya langkah lebih cepat menyusuri koridor panti rehabilitasi 'Nusa Bangsa'. Dia ingin ke kapel. Berdoa di sana. Melaburkan dirinya di dalam damai dan teduhnya sinar Ilahi.

Bab II To You I Belong


Rain feel down
You where there
I cried for you when I
hurt my hand
Storm a-rushing in
Wind was howling
I called for you, you where there....


Suara B*Witched dari Radio Prambors FM masih memenuhi ruang kamar Syanda. Di atas bantal, Syanda merenung. Terlentang menatap langit-langit kamarnya. Tiada lagi hari-hari bersama Aditya. Tidak ada lagi acara JJS yang mengesankan. Tidak ada acara shopping bersama ke Blok M Plaza. Juga, tidak ada tawa canda ceria lagi di malam Minggu. Ah, betapa beratnya menerima kenyataan kehilangan sesuatu yang amat berarti dalam hidupnya secara tiba-tiba. Hari-harinya kini terasa terpenggal. Padahal baru beberapa hari berlalu. Apalagi satu tahun?
Syanda bergidik membayangkan. Tiga ratus enam puluh lima hari harus dilaluinya dalam kesendirian. Apakah dia akan mampu mempertahankan rasa sayangnya kepada Aditya? Apakah dia sanggup memerangi setiap kejenuhan yang datang? Belum lagi sindiran sana-sini yang akan membuat kupingnya memerah. Syanda pacaran dengan junkies! Pacar Syanda ada di panti rehabilitasi milik yayasan Katolik 'Nusa Bangsa'. Ah!
Tok-tok-tok.
"Masuk," ujar Syanda tak bergeming.
Pintu berderit, dibuka. Wajah Mama menyembul.
"Sedang apa, Syan?" tegur Mama lembut sambil melangkah masuk.
Syanda menggeleng.
"Melamun terus." Mama mengangkat bantal dan guling yang berserakan jatuh di lantai. "Berantakan betul kamarmu. Uh, sama kusutnya dengan wajahmu yang awut-awutan itu."
"Nanti Syanda rapikan."
"Sudahlah. Untuk apa memikirkan anak itu lagi? Sekarang terbukti kan, kata-kata Mama dulu?" ujar Mama dengan perasaan bangga.
"Apanya yang terbukti?!" Syanda tersinggung.
"Lho? Kurang bukti apa lagi? Aditya sekarang tengah dirawat di panti rehabilitasi untuk orang yang kecanduan obat-obat terlarang. Itu tandanya dia morfinis atau entah apalah namanya. Masa sih kamu tidak sadar juga, Syan?!" pekik Mama tertahan.
Syanda menggeleng.
"Bukannya Syanda membela Adit, Ma. Tapi, Mama harus tahu kalau polisi salah menjaring orang. Adit hanya ber...."
"Ah, Mama tahu semuanya, kok," potong Mama. "Mama sudah punya firasat yang buruk pada anak itu."
"Memang Mama tidak senang sama Aditya, kok! Kenapa sih, Ma?! Apa Aditya pernah bikin salah sama Mama?!" tanya Syanda serak sambil menatap kosong langit-langit kamar.
"Tidak. Mama tidak menyukainya karena dia dekat dengan anak Mama. Mama tidak mau anak perempuan Mama ikut-ikutan rusak! Belum lagi ocehan tetangga yang ramainya seperti pasar. Mau dikemanakan muka Mama ini?! Anaknya pacaran sama pemabuk, tukang kebut, berandalan. Kok, dibiarkan saja...."
Syanda menghela napas keras. "Tapi Aditya tidak seperti sangka Mama!"
"Kamu terus saja membelanya, Syan. Heran. Jangan-jangan kamu sudah dipelet."
"Dipelet? Dipelet pakai apa?! Apa Mama tidak tahu kalau Aditya rajin ke gereja?" bantah Syanda jengkel. Mamanya mulai tidak rasional.
"Ah, itu kan cuma pura-pura saja. Supaya kamu makin simpati kepadanya. Aslinya berandalan, ya tetap saja posisinya di tengah-tengah orang yang berandalan."
"Tidak! Aditya tidak bersalah. Dia memang bandel, tapi tidak seburuk sangka Mama. Dia bukan pemabuk, pecandu narkoba. Dia bukan berandalan!" seru Syanda gusar.
Mama tersenyum melecehkan.
"Kamu mau bela dia lagi? Mau bilang bahwa polisi salah menjaring orang?"
Syanda terdiam.
"Polisi tidak asal tangkap saja, Sayang. Mereka menyelidiki dulu. Kalau Aditya ikut terjaring, itu tandanya dia betul bersalah. Dia betul morfinis, atau apalah namanya. Sebab polisi tidak bakalan menahan orang tanpa bukti."
Syanda makin diam, terjerat oleh kata-kata Mamanya. Hatinya mulai ragu. Siapa yang salah. Polisikah? Mama? Atau, jangan-jangan justru Aditya yang begitu pandai mengelabuinya? Atau... ah!
"Berhentilah memikirkan dia." Mama mengelus kepala Syanda.
Sementara lagu terus mendayu-dayu, pikiran Syanda membelit benaknya sendiri. Hanya beberapa hari berlalu tanpa Aditya, tapi semua telah tampak demikian kabur. Masih beratus-ratus hari lagi, tentulah bayangannya akan semakin jauh dan makin tak kelihatan. Makin samar, lalu menghilang....

Whenever dark turns to night
And all the dreams sing their song
And in the daylight forever
To you I belong
Beside the sea
When the waves broke
I drew a heart for you in the sand
in fields where streams
Turn to rivers
I ran to you, you where there....

***

Aditya tampak kurusan dengan seragam hijau tuanya itu. Dagunya membiru habis dicukur. Rambutnya tidak lagi gondrong. Syanda menatap iba. Aditya yang dulu senantiasa bersemangat, kini harus menghabiskan detik demi detik di sebuah panti rehabilitasi. Segalanya harus diawasi. Segalanya dibatasi. Bagai terpenjara.
"Apa kabar, Dit?" sapa Syanda canggung.
"Aku baik-baik saja. Kamu?" Adit mencoba tersenyum. Tapi di mata Syanda senyumnya kelihatan hambar. Jujur, Aditya tentu tidak kerasan di tempat ini. Senyum tadi hanya untuk membahagiakannya saja. Hanya sekedar untuk mengusir rasa resah dari dalam diri Syanda.
"Ak-aku baik." Syanda tertunduk.
"Mamamu dan Santi?"
"Mereka baik-baik saja dan titip salam untukmu."
"Mamamu juga?!"
"Ya, Mama juga...."
Aditya menyeringai. "Kamu bohong! Mamamu pasti makin benci sama aku. Bahkan, Ibuku sendiri mulai bosan menjengukku�."
"Dit, kamu mau berjanji kepadaku?"
"Apa?"
"Berhentilah merokok. Berhentilah ngebut dan begadang setelah kamu keluar dari panti ini," pinta Syanda.
"Pasti. Pasti. Aku telah berhenti merokok, Syan. Dan di sini, aku lebih suka tidur ketimbang begadang."
"Syukurlah. Kamu juga tidak lupa berdoa, kan?"
"Tentu. Kebetulan di sini ada kapel. Kamu lupa, panti ini milik yayasan Katolik. Malah aku mulai akrab dengan salah satu pastornya," cerita Aditya agak bersemangat.
Tapi masih beratus hari lagi mesti kamu lalui di sini, bisik Syanda pedih. Masih adakah semangatmu esok? Lusa? Bulan depan?
"Kamu juga mendoakan aku?" bisik Syanda. Menggenggam jemari Aditya.
"Ya. Mendoakan kita. Aku dan kamu. Juga Mamamu."
"Mamaku juga?!"
"Ya. Aku menyesal. Seandainya saja sejak dulu kemauan Mamamu kuturuti, tentu Mamamu tidak akan menentang hubungan kita. Juga tragedi sialan ini tidak bakal terjadi...."
"Sudahlah, Dit!" Syanda menyentuh lembut bahu kekasihnya.
"Aku kangen kamu, Syan...."
"Kamu pikir aku tidak? Aku sering kebingungan menghabiskan malam Minggu-ku dengan membaca atau menonton TV," ujar Syanda.
"Kamu... ah maaf. Aku ingin tahu, apakah ada yang mengisi tempatku di hatimu selama aku tidak ada?" tanya Aditya hati-hati.
Syanda menggeleng. "Jangan bicarakan hal itu."
"Apakah kamu akan setia, Syan?" Aditya menatapnya dengan tajam.
Syanda makin rikuh. Dia takut Aditya membaca kebimbangan yang mulai sering merecoki hatinya. Ah, kamu tidak tahu bagaimana kejamnya dunia memusuhimu, Dit! Mempengaruhiku untuk meninggalkanmu dan merengkuh asa yang lebih baik. Selama ini aku mencoba bertahan tapi aku mulai ragu. Apakah pasak yang kita bangun bersama akan cukup kuat menyanggah setiap empasan badai yang datang? Sementara hari masih begitu panjang dan gersang. Apakah semua akan berlalu seperti rencana kita, Dit? Syanda membatin dengan kepala tertunduk. "Hei, kamu tidak datang untuk membingkiskan airmata untukku, kan?" goda Aditya, mencairkan kebekuan suasana, lalu menghapus titik airmata yang menempel di pipi kekasihnya tersebut.
Syanda tersenyum. Menyusut sisa airmata yang menggantung di sudut matanya yang tak tersentuh tangan Aditya tadi.
"Ma-maafkan aku, Dit. Aku sedih membayangkan hari-hari sepi yang harus kamu lalui sendiri di sini," kilahnya.
"Aku akan baik-baik saja."
Bel berbunyi. Memisahkan mereka kembali. Hari terus berganti dan roda terus berputar. Bagi Aditya, mungkin tidak terlalu sulit. Tapi aku? batin Syanda.
Syanda menyeret langkahnya meninggalkan panti rehabilitasi 'Nusa Bangsa' dengan hati galau. Dunia seakan menertawakan dirinya yang mau saja setia pada pemuda seperti Aditya. Duh!

Bab III Aku Akan Tetap Menunggumu


Syanda tercenung menatap lembar-lembar diarinya. Belakangan ini dia seolah menorehkan kenangan biru dan kelabu semata. Biasanya, hari-hari yang dicatatnya adalah hari penuh bunga, penuh tawa dan canda ceria bersama Aditya. Tapi kini?
Dihelanya napasnya yang kian hari terasa berat. Bahkan ada sekelumit rasa enggan untuk mengisi diarinya lagi.
Diari, tulisnya. Entah apa lagi yang akan terjadi esok, lusa, minggu depan, bulan depan, seratus hari lagi, dan... ratusan hari yang lain lagi. Ah, sepertinya semua mendadak hilang. Begitu tiba-tiba dan tanpa sisa untukku!
Apa yang tengah dilakukan Aditya di panti sana? Apakah dia merasakan sepi yang menggigit nurani ini? Apakah dia juga tengah bergumul dengan keragu-raguannya? Apakah dia juga mulai bimbang? Ya, Tuhan! Kenapa petaka itu harus ditanggungnya?!
Rasanya Aditya berada jauh. Sangat jauh. Karena biasanya, tidak ada jarak di antara kami. Tapi sekarang? Hanya tiga puluh menit seminggu. Betapa singkatnya. Betapa pendeknya setiap detik yang berlalu untuk bertukar kasih dan sayang. Waktu seolah musuh yang menakutkan buatku! Waktu pulalah yang memisahkan aku dengan Aditya. Aku benci, aku benci waktu! Syanda membatin pilu.
Tapi, apakah ini yang dinamakan cinta? Aku tidak tahu. Selama ini pikiranku belum sampai ke sana . Aku hanya kadang merasa takut kehilangan Aditya. Aku rindu. Aku kangen. Tapi, aku bimbang....
Mungkin cinta memerlukan pengorbanan. Apakah aku siap menderita untuk Aditya?! Jawabnya masih kucari, entah di mana. Bahkan, di hari-hari belakangan ini pun aku mulai ragu. Apakah aku masih memiliki kesetiaan untuknya?! Apakah aku masih harus setia menunggunya?!
Kami masing-masing sudah menjauh. Tidak lagi saling mengetahui. Tidak lagi saling berbagi. Setiap perjumpaan, yang hadir hanyalah airmata kesedihan. Tidak ada lagi derai tawa. Tidak ada lagi senyum Aditya yang membuatku rindu. Semua telah berubah....
Syanda menghela napas. Direbahkannya dirinya ke sandaran kursi.
"Syan...," panggil Santi yang tiba-tiba saja sudah masuk dalam kamar.
"Ada apa?" Syanda menghapus dua titik airmatanya. Ditenangkannya dirinya. Dia tidak ingin Santi mengetahui kalau dia kembali menangisi Aditya. Cowok yang sudah rusak segala-galanya di mata orang-orang.
"Boleh mengganggu?" Santi duduk di bibir ranjang. "Sudah selesai menulisnya?"
Syanda mengangguk. Menutup diari merah mudanya.
"Tadi aku ketemu Nimo di Pondok Indah Mall. Kamu masih ingat dia? Katanya, teman SMA-mu."
Syanda termenung sesaat. Nimo?! Geronimo Panggabean?!
"Ya, ya. Aku masih ingat."
Syanda tersenyum. Siapa yang tidak kenal Nimo. Anak Batak bandel yang gencar mengejarnya itu. Dia cukup cute. Tajir. Royal. Dan yang pasti, dia anak pejabat berstatus sosial baik-baik. Syanda terkenang masa SMA-nya dulu. Waktu itu, semua tahu Nimo tergila-gila kepadanya. Tapi itu dulu. Sebelum dia mengenal Aditya. Meski Nimo baik kepadanya, tapi ada sesuatu yang sama sekali membedakannya dengan Aditya. Itulah sebabnya lantas dia lebih memilih Aditya.
"Nimo nanyain kabarmu," gugah Santi.
"Oya?" Syanda pura-pura cuek. "Dia masih ingat aku?"
Santi mengangguk mengiyakan.
"Katanya juga, salam buat Aditya."
"Nimo, Nimo...." Syanda tersenyum kembali.
"Sebetulnya kenapa dulu kamu menolak Nimo sih, Syan?" tanya Santi ragu.
"Kenapa? Aku juga tidak tahu kenapa. Kalau kamu kelak menghadapi masalah seperti aku, kamu akan mengerti sendiri, San."
"Tapi, Nimo memiliki hampir segalanya," bantah Santi.
"Aku tahu."
"Lalu... ah, aku heran sama kamu. Padahal, Nimo.... Duh, kenapa sih kamu masih mengharap Aditya?!"
"Aku aku hanya bersikap dewasa, San! Berkomitmen dengan janji-janjiku kepada Aditya selama ini. Terlepas dari semua itu pun, aku menemukan sesuatu dalam diri Aditya yang sama sekali tidak dimiliki oleh cowok-cowok lain. Juga tidak dalam diri Nimo," jawab Syanda dengan suara paruh tangis.
"Apa itu?!" Santi bertanya sinis. Melecehkan.
"Kejujuran. Aditya memang nakal. Bandel. Tapi, dia jujur. Dia tidak malu orang lain mengetahui tingkah-lakunya. Dia tidak menutup-nutupi apa pun dariku. Aku salut!"
"Kamu juga salut dong, dengan keberhasilannya masuk panti rehabilitasi?!" serang Santi memojokkan.
"Ka-kamu...." tukas Syanda gusar. "Dia bukan junkies, San! Harus berapa kali aku bilang, kalau itu bukan salah Aditya! Dia hanya ikut terjaring saat operasi berlangsung. Dia tidak tahu apa-apa!"
"Apakah kamu tidak memikirkan apa yang bakal terjadi padanya bila kelak dia keluar dari panti rehabilitasi itu? Dia akan terkucil, Syan!" teriak Santi, berdiri dari duduknya. "Apakah kamu mau ikut-ikutan dikucilkan orang? Oh, Syanda, kakakku sayang! Berpikirlah rasional. Kamu terlampau sentimentil. Sok idealis tanpa memperhitungkan untung-ruginya."
"Cinta tidak pernah memperhitungkan untung-rugi, San!" Syanda menggigit bibir.
"Kamu kelewat mencintainya! Oh, betapa beruntungnya cowok itu, dicintai kakakku yang berhati bidadari."
Syanda tercekat. Setulus itukah cintanya kepada Aditya?! Padahal, sejujurnya dia mulai ragu dengan kesetiaan cintanya kepada Aditya! Cuma cinta emosi, mungkin. Syanda mengusap wajahnya.
"Syan, lupakanlah Aditya-mu itu. Tinggalkan Aditya sekarang, dan mulai lagi dengan harimu yang baru. Masih banyak kok, cowok yang lebih baik dari dia." Santi masih berusaha membujuk.
"Tinggalkan aku sendirian di sini, San!" pinta Syanda lemah.
"Oke, oke," Santi mengembangkan senyumnya sembari menjawil hidung kakak semata wayangnya itu, jelas untuk meringankan suasana hati. Kemudian dilangkahkannya kakinya dengan melompat-lompat kecil sampai ke bawah bingkai pintu kamar. "Tapi janji lho, kamu tidak akan nangisin Aditya-mu itu lagi."
Syanda ikut tersenyum. Dan mengangguk perlahan.
"Eh, Syan, Nimo janji akan meneleponmu, lho," Santi menghentikan langkahnya di bawah bingkai pintu kamar Syanda. "Jangan marah, ya. Tanpa seizinmu, aku sudah ngasih dia nomor HP-mu."
Syanda kembali tersenyum.
"Dia sudah tahu semuanya tentang Aditya. Sori, aku cerita semua kepadanya. Dia juga janji akan datang kemari untuk menghiburmu, kapan-kapan." Santi berlalu tanpa merasa bersalah.
Menghiburku?!
Syanda tersenyum kecut. Satu-satunya hiburan bagiku adalah kembalinya Aditya. Bersamaku, mengisi hari-hariku yang terasa hampa. Dan barusan Santi bilang Nimo akan datang menghiburku. Untuk apa? Untuk melupakan Aditya? Untuk menghapus namanya dari dalam hatiku? Tidak! Tidak ada yang bakal dapat menggeser posisi dia. Aku tidak bakal dapat melupakan dia! Bukankah aku sudah berjanji padanya untuk tetap setia?! Menunggunya hingga dia keluar dari panti rehabilitasi seberapa lama pun?! Tidak! Aku bukan cewek tukang ingkar janji. Aku bukan cewek tipe kutu loncat. Aku tidak bakal melupakan Aditya hanya karena sekarang namanya telah tercemar.
Aku akan tetap menunggunya.

 
Cheap Web Hosting | new york lasik surgery | cpa website design