Al-hamdulillah, wash-shalatu wassalamu 'ala rasulillah, wa ba'du
Disebutkan di dalam kitab fiqih modern karya Dr. Wahbah Az-Zuhaili,
yaitu Al-fiqhul Islami Wa Adillatuhu pada jilid 4 halaman 2645 tentang
adab-adab berjima'. Diantaranya:
1. Hendaklah sebelum melakukan jima', pasangan suami istri itu membaca
basmalah. Atau membaca surat Al-Ikhlas (Qul Huwallahu ahad). Juga
disunnahkan untuk bertakbir, mengucapkan laa ilaaha illallah, serta
mengucapkan doa:
"Bismillahil 'aliyyil 'azhim. Allahummaj'al-ha dzurriyyatan thayyibah.
In kunta Qaddarta an takhruja dzalika min shulbi."
Dengan nama Allah Yang Maha Tinggi dan Agung. Ya Allah, jadikanlah dia
keturunan yang baik, jika Engkau menetapkannya keluar dari sulbiku.
Juga termasuk diantaranya doa yang terkenal ini:
Allahumma jannibnisy syaithana wa jannibisy syaithana maa razaqtani(HR
Abu Daud).
Artinya: Ya Allah, jauhkanlah aku dari syetan dan jauhkanlah syaitan
dari apa yang Engkau rizqikan kepadaku.
2. Hendaklah menghindarkan diri dari menghadap kiblat, sebagai bentuk
penghormatan kepada ka'bah yang mulia.
3. Hendaklah ketika melakukannya, pasangan itu mengenakan sesuatu
menutupi tubuhnya. Sebagaimana hadits berikut ini
Dari 'Atabah bin Abdi As-Sulami bahwa apabila kalian mendatangi istrinya
(berjima'), maka hendaklah menggunakan penutup dan janganlah telanjang
seperti dua ekor himar. (HR Ibnu Majah)
4. Hendaklah dimulai dengan mula'abah (percumbuan), berpelukan atau
mencium.
5. Bila telah selesai, janganlah terburu-buru untuk menyudahinya. Karena
boleh jadi masing-masing tidak sama waktunya.
6. Dimakruhkan untuk memperbanyak percakapan pada saat sedang
melakukannya. Dan sebaiknya tidak meninggalkannya lebih dari 4 hari
tanpa udzur.
7. Bila hendak mengulangi lagi, hendaklah mencuci farajnya dan berwudhu'
lagi. Sebab dengan demikian, bisa memberikan kekuatan baru.
8. Tidak disunnahkan untuk melakukannya pada hari-hari tertentu seperti
Senin atau Jumat. Meski memang ada sebagian ulama yang mengajurkannya di
hari Jumat.
9. Telah diharamkan secara total melakukan jima' di dubur dengan hadits
berikut ini.
Dari Abi Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Dilaknat orang
yang menyetubuhi wanita di duburnya". (HR Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai)
Dari Amru bin Syu'aib berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Orang yang
menyetubuhi wanita di duburnya sama dengan melakukan liwath (sodomi)
kecil.. (HR Ahmad)
10. Telah diharamkan melakukan jima' dengan istri yang sedang mendapat
haidh. Sebagaimana larangan Allah SWT tentang hal ini di dalam Al-Qur'an
Al-Kariem.
Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, "Haidh itu adalah
suatu kotoran." Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari
wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum
mereka suci . Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.. (QS Al-Baqarah: 222)
Kecuali sekedar bercumbu yang tidak sampai jima'. Namun dalam hal ini
para ulama berbeda menjadi tiga pendapat.
Pertama, hukumnya tetap haram walau sekedar bercumbu saja. Alasannya
untuk mencegah bila sampai terjadi jima' yang sebenarnya. Mereka
mendasarkannya sebagai langkah saddan lidz-dzari'ah, atau tindakan
preventif.
Kedua, membolehkan percumbuan asal tidak sampai kepada jima'. Dasarnya
adalah hadits berikut ini.
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang laki-laki
yang mencumbui istrinya saat haidh, "Lakukan segala sesuatu kecuali
nikah/jima'. (HR Jamaah kecuali Bukhari - Nailul Authar)
Ketiga, boleh buat orang tua tapi haram buat pemuda. Atau boleh buat
mereka yang mampu menahan gejolak syahwat tapi haram bagi mereka yang
tidak mampu menahannya.
11. Dibolehkan melakukan 'azl asalkan atas seizin istrinya. 'Azal itu
adalah mencabut kemaluan sesaat sebelum terjadinya ejakulasi, agar tidak
sampai terjadi pembuahan. Praktek ini terjadi di masa shahabat di mana
Rasulullah SAW mengetahuinya, dan beliau mendiamkannya. Para ulama
membolehkan hukum 'azl ini, sebab pada prinsipnya memang tidak ada
larangan untuk itu. Asalkan istri rela menerimanya.
Dari Jabir berkata, "Kami melakukan 'azl di masa Nabi saw sedang
Al-Qur'an turun. (HR Bukhari dan Muslim)
Dari Jabir berkata: "Kami melakukan 'azl di masa Rasulullah saw, dan
Rasul mendengarnya tetapi tidak melarangnya" (HR muslim).
Namun Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah serta beberapa ulama lainnya
memakruhkan 'azl, lantaran Rasulullah SAW pernah mengatakan bahwa 'azl
itu termasuk pembunuhan yang tersembunyi. Namun Imam Al-Ghazali
memandang bahwa 'azl itu dibolehkan bila memang ada alasannya, seperti
banyak anak dan sebagainya.
Atas dasar kebolehan melakukan 'azl inilah para ulama membolehkan
pasangan suami istri meminum obat penunda kehamilan (kontrasepsi),
asalkan bersifat temporal. Namun bila bersifat terus menerus, mereka
mengharamkannya.
Wallahu a'lam bish-shawab, Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wa
barakatuh