"Mas Ray!"
Petasan injak itu lagi!
"Lho, kok Mas Ray cuek begitu sih?" Kishi menarik kursi ke dekat Ray. "Aku kan nggak pernah dapat B. Selalu C, itu pun setelah belajar sampai jungkir balik."
"Kalau tidak bisa kimia, kenapa nekat masuk Perminyakan?"
"Kalau tidak masuk Perminyakan, tidak akan ketemu Mas Ray kan?" Kishi tersenyum manis.
Gadis ini! gerutu Ray dalam hati. Selalu saja bisa menangkis semua kata-katanya. Ray menoleh. Menatap ke arah Kishi sekilas. Gadis itu bahkan tidak menyadari kalau kehadirannya benar-benar mengganggu konsentrasi Ray.
"Kemari cuma mau lapor hasil ujianmu?"
"Mas Ray keberatan aku datang kemari, ya?" Kishi menatap profil samping Ray. Cowok itu masih saja menatap lurus ke arah kanvasnya.
"Bisa kan menjawab pertanyaan dulu sebelum bertanya balik?" tegur Ray.
Kishi terkekeh. "Habis, Mas Ray nanyanya seperti mau ngusir."
Aku memang mau mengusirmu! geram Ray dalam hati. Setiap Kishi muncul, lukisannya pasti terbengkalai. Tidak pernah selesai. Ada-ada saja permintaan gadis itu. Minta diajari kimia. Mencari buku. Kaset. Nonton bioskop. Segalanya, bahkan sampai makan!
Dan dengan caranya sendiri, Kishi selalu berhasil membuat Ray menuruti keinginannya.
"Mas Ray sudah makan?"
"Sudah."
"Aku belum. Temani aku makan keluar, yuk."
"Aku sedang melukis," tolak Ray.
"Nanti kan bisa diteruskan lagi. Ayo dong, Mas Ray! Tidak kasihan melihatku kelaparan?"
"Kamu kan bisa makan sendiri."
"Ah, mana enak makan tanpa teman."
"Kenapa tidak makan dulu sebelum kemari?" gerutu Ray tanpa menyembunyikan rasa kesalnya.
"Aku mau traktir Mas Ray. Kan ujianku dapat B karena diajari Mas Ray."
"Aku tidak minta bayaran. Simpan saja uangmu."
"Mas Ray kok menolak niat baik orang?"
"Lukisanku belum selesai."
"Nanti bisa dilanjutkan. Kutemani, deh."
"Tidak usah," tolak Ray cepat. "Nanti malah lebih tidak selesai."
***
0 komentar:
Posting Komentar