Tidak ada kebaikan bagi pembicaraan kecuali dengan amalan.
Tidak ada kebaikan bagi harta kecuali dengan kedermawanan.
Tidak ada kebaikan bagi sahabat kecuali dengan kesetiaan.
Tidak ada kebaikan bagi shadaqah kecuali niat yang ikhlas.
Tidak ada kebaikan bagi kehidupan kecuali kesihatan dan keamanan

Rabu, 19 Oktober 2011

Keluarnya Wanita Dari Rumahnya

Judul Asli: Keluarnya Wanita Dari Rumahnya Untuk Menuntut Ilmu dan Bekerja Menurut Perspektif Al Qur’an dan As Sunnah.
Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi

Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya yang setia. Amma ba’du (adapun sesudah itu).
Ada seorang muslimah yang ingin menjadi isteri dan anak yang shalihah akan tetapi kini dia tengah kebingungan, di satu sisi saat ini wanita sangat dibutuhkan di rumah, tapi di sisi lain mereka juga sangat dibutuhkan di luar rumah. Sebagai contoh, ustadzah yang diundang untuk mengisi kajian di suatu majelis, itu bagaimana? Bukankah itu juga keluar rumah? Lalu bagaimana dengan menuntut ilmu di bangku kuliah. Bukankah itu juga terjadi campur baur. Muslimah itu kini sedang menempuh studinya di salah satu perguruan tinggi di Jogjakarta. Dia ingin meneruskan cita-cita ayahnya yang tertunda untuk menjadi seorang enterpreneur, tanpa meninggalkan tugasnya sebagai isteri jika telah menikah kelak. Bagaimanakah solusinya? (disadur dari pertanyaan akhwat tersebut).
Setelah membaca pertanyaan tersebut, seolah-olah beban yang sangat berat berada di pundak penulis. Hal ini disebabkan permasalahan yang ditanyakan merupakan musibah besar yang cukup pelik dan ironisnya hal itu melanda banyak kaum muslimah di negeri kita ini, wallaahul musta’aan (Allah lah tempat kita meminta pertolongan).
Maka dengan memohon pertolongan dari Allah Ta’ala yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana, kami akan menguraikan permasalahan ini satu persatu menurut pandangan Al Qur’an dan As Sunnah dengan penjelasan para ulama’, semoga Allah berkenan membukakan hati kita untuk menerima kebenaran dan mengamalkannya.
Pembahasan ini terdiri dari beberapa bagian yang terkait satu sama lain, ada pembahasan lain yang kami angkat di sini meskipun hal itu tidak ditanyakan. Hal ini kami pandang perlu karena perkara tersebut telah banyak dilanggar oleh saudari-saudari kami -semoga Allah memberi taufiq kepada kita dan mereka-.
Syari’at Allah Yang Mahabijaksana Penuh Dengan Kasih Sayang
Sesungguhnya salah satu akidah Islam yang kita tidak boleh sedikitpun memendam keraguan tentangnya adalah bahwasanya syari’at yang diturunkan oleh Allah kepada ummat manusia adalah aturan yang telah sempurna yang akan menyelamatkan mereka dari kebinasaan dunia dan akhirat.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Pada hari ini telah Ku sempurnakan bagimu agamamu, dan telah Ku cukupkan nikmat-Ku atasmu dan Aku telah ridha Islam menjadi agama bagimu.” (Al Maa’idah: 3)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tidaklah tersisa sesuatu pun yang dapat mendekatkan ke surga dan menjauhkan dari neraka kecuali telah diterangkan kepada kalian.” (HR. Ath Thabrani, sanadnya shahih, lihat ‘Ilmu Ushul Bida’ karya Syaikh Ali Hasan hafizhahullah)
Dan merupakan keyakinan kita pula bahwa syari’at Islam bukan dibuat oleh manusia, akan tetapi dia bersumber dari Dzat Yang Maha Bijaksana lagi Mengetahui segala perkara yang bermanfaat dan yang membahayakan hamba-hamba-Nya. Syari’at yang diwahyukan-Nya kepada manusia terbaik sepanjang perjalanan hidup manusia, seorang Nabi yang diutus sebagai rahmat bagi alam semesta, seorang Rasul yang berbicara dengan bimbingan wahyu dan tidak bersumber dari hawa nafsunya.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An Najm: 1-4)
Sehingga meninggalkan bimbingan Allah dan Rasul-Nya merupakan tindakan membodohi diri yang akan melemparkannya ke lembah kesesatan dan kemudian menjerumuskannya ke dalam jurang kehancuran.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tidaklah pantas bagi laki-laki dan perempuan yang beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah memutuskan suatu perkara lalu mereka memiliki pilihan lain. Dan barangsiapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab: 36)
Maka kami mengajak diri kami pribadi dan segenap kaum muslimah yang bercita-cita untuk menjadi wanita shalihah untuk bersemangat dalam mempelajari ilmu syar’i dan mengamalkannya, mempelajari Al Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman Salafush Shalih (generasi pendahulu yang shalih) supaya bisa mengeluarkan diri kita, keluarga kita dan masyarakat kita dari kegelapan syirik dan kekufuran menuju cahaya tauhid dan keimanan; dari kegelapan bid’ah dan kesesatan menuju cahaya sunnah dan hidayah; dari kegelapan maksiat menuju cahaya ketaatan. Percayalah wahai saudariku, tidak ada yang bisa menyelamatkan kita dari kesesatan di dunia dan siksa pedih api neraka kecuali kecuali dengan ketakwaan kita kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan berapalah banyaknya (penduduk) negeri yang mendurhakai perintah Tuhan mereka dan Rasul-Rasul-Nya, maka kami hisab penduduk negeri itu dengan hisab yang keras, dan Kami azab mereka dengan azab yang mengerikan. Maka mereka merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya, dan adalah akibat perbuatan mereka kerugian yang besar. Allah menyediakan bagi mereka azab yang keras, maka bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu, (Dan mengutus) seorang Rasul yang membacakan kepadamu ayat-ayat Allah yang menerangkan (bermacam-macam hukum) supaya Dia mengeluarkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang shalih dari kegelapan kepada cahaya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang shalih niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezki yang baik kepadanya.” (Ath Thalaq: 8-11)
Perintah Untuk Tetap di Rumah
Saudariku, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada segenap wanita beriman untuk lebih banyak tinggal di rumah-rumah mereka, dan supaya tidak keluar kecuali ada kebutuhan yang memaksanya. Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan tinggallah kalian tetap di rumah dan jangan berhias dan bertingkahlaku (tabarruj) seperti orang-orang jahiliyah yang dahulu, dan dirikanlah shalat, tunaaikanlah zakat dan tatilah Allah dan Rasul-Nya.” (Al Ahzab: 33)
Syaikh As Sa’di rahimahullah mengatakan di dalam kitab tafsirnya, “Hendaklah kamu tetap di rumahmu -artinya tetaplah di dalamnya, karena hal itu lebih menyelamatkan dan menjagamu- Dan jangan berhias dan bertingkahlaku seperti orang-orang jahiliyah dahulu -artinya janganlah kamu (wahai kaum wanita) memperbanyak keluar rumah dalam keadaan bersolek atau memakai harum-haruman seperti kebiasaan wanita-wanita jahiliyah dahulu yang sama sekali tidak berilmu dan tidak kenal agama, maka perintah ini semua turun dalam rangka menolak kejelekan dan penyebab-penyebabnya…” (Taisir Al Karim Ar Rahman cet. Muassasah Ar Risalah hlm. 668)
Al Imam Ibnu Katsir rahimahullah setelah membawakan ayat di atas beliau pun membawakan beberapa riwayat yang menerangkan maksud ayat ini, kami nukilkan sebagiannya. Beliau berkata: Hendaknya kamu tetap tinggal di rumahmu- artinya hendaknya kamu senantiasa tinggal di rumahmu, jangan keluar tanpa ada keperluan; di antara keperluan yang syar’i adalah (keluar rumah) untuk mengerjakan shalat di masjid asalkan syaratnya terpenuhi yaitu sebgaimana yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Janganlah kamu larang hamba-hamba Allah (wanita) untuk mendatangi masjid-masjid Allah, akan tetapi hendaknya mereka keluar (rumah) dalam keadaan tidak memakai wewangian.” (HR. Al Bukhari dan Muslim). Dalam riwayat lain beliau bersabda, “Rumah-rumah mereka itu lebih baik bagi mereka”…
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya wanita itu adalah aurat, apabila ia keluar rumah maka syaithan akan menghias-hiasinya dan wanita yang paling dekat dengan rahmat Rabbnya adalah yang berada di dalam rumahnya.” (HR. Tiridzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahihul Jaami’ 6690)… (lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim cet. Maktabah Taufiqiyah hlm. 245-246).
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Pada asalnya wanita memang harus lebih banyak beraktivitas di dalam rumahnya, sehingga dia tidak diperkenankan keluar rumah kecuali dalam keadaan darurat, seperti untuk shalat berjama’ah di masjid, shalat Ied di lapangan, berobat, menuntut ilmu, berbelanja dan lain sebagainya.
2. Apabila ada keperluan yang menuntut untuk keluar rumah maka ada adab-adab yang harus diperhatikan oleh muslimah (akan kami sebutkan hal itu sebentar lagi, insya Allah).
3. Turunnya perintah ini semata-mata bertujuan untuk menjaga dan memelihara kehormatan, keselamatan dan kesucian kaum wanita serta membentengi mereka dari berbagai kejelekan serta menutup celah-celah yang menjurus ke sana. Maka ingatlah wahai saudariku, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya tinggalnya seorang wanita di rumahnya itu merupakan ibadah dan ketaatan kepada Allah yang engkau akan memperoleh pahala yang besar apabila engkau melaksanakannya ikhlash karena-Nya, betapa indahnya syari’at Islam ini sampai-sampai detik-detik yang kau lalui di rumahmu itu bernilai pahala bagimu… Subhaanallaah! Ingatlah wahai saudariku, semoga Allah merahmatimu, sesungguhnya tinggalnya wanita di rumahnya merupakan syari’at Rabbaniyah yag diturunkan dari sisi Dzat yang Mahabijaksana lagi Maha mengetahui yang nampak maupun yang tersembunyi…(disadur dari Nashihati li Nisaa’ karya putri Syaikh Muqbil; Ummu ‘Abdillah Al Wadi’iyah cet. Daarul Haramain hlm. 101)
Adab Wanita Keluar Rumah
Berikut ini beberapa adab yang harus diperhatikan oleh kaum wanita apabila mereka keluar rumah agar langkah-langkah yang mereka ayunkan tidak membuahkan petaka dan murka Ar Rahman serta penyesalan di hari kemudian. Adab-adab ini dihimpun dari nash-nash Al Qur’an dan As Sunnah beserta keterangan atau kesimpulan para ulama’:
1. Mengenakan jilbab sesuai tuntunan syari’at (penjelasannya akan disebutkan sebentar lagi insya Allah).
2. Tidak memakai harum-haruman.
3. Merendahkan suara langkah kakinya agar bunyi sandalnya tidak terdengar. (lihat QS. An Nuur: 31).
4. Apabila seorang wanita pergi bersama saudarinya, sementara di sekitar itu terdapat beberapa orang lelaki maka jangan berbincang-bincang dengan saudarinya, ini bukan berarti suara wanita termasuk aurat, akan tetapi terkadang ketika kaum lelaki mendengar suara wanita hal itu dapat menimbulkan fitnah/godaan (di dalam hatinya).
5. Apabila dia telah bersuami maka harus seizinnya.
6. Apabila perjalanan yang ditempuhnya termasuk kategori safar maka harus ditemani oleh mahramnya (contoh: ayahnya, kakak kandungnya yang laki-laki, dsb).
7. Tidak boleh berdesak-desakan dengan kaum lelaki.
8. Senantiasa menghiasi diri dengan rasa malu.
9. Menundukkan pandangan (terhadap lawan jenis).
10. Tidak menanggalkan pakaian lapis luarnya selain di rumah suaminya apabila hal itu ditujukan untuk ber-tabarruj (bersolek), karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarangnya (lihat Nashihati li Nisaa’ karya putri Syaikh Muqbil; Ummu ‘Abdillah Al Wadi’iyah cet. Daarul Haramain hlm. 99-100).
Maka perhatikanlah pakaianmu, pakaian saudari-saudarimu yang hampir setiap hari keluar rumah dengan tidak memperdulikan adab-adab islami ini, Subhaanallaah… demikiankah cara kalian berterimakasih terhadap Allah yang telah menciptakan kalian?, Rabb yang telah menganugerahkan rizki dari langit dan bumi untuk kalian?? Belum lagi tingkah laku mereka yang rela memajang kecantikannya di depan para lelaki yang bukan mahramnya, ditambah parfum yang melekat di badan mereka menusuk hidung dan diumbar dimana-mana… tanpa rasa malu! Innaa lillaahi wa innnaa ilaihi raaji’uun, Ya Rabbi ampunilah kami…
Kini Saatnya Berjilbab Sesuai Syari’at
Saudariku, mumpung pintu taubat masih terbuka lebar, maka marilah kita perbaiki diri kita untuk meraih keridhaan Allah dan menghindarkan diri dari murka-Nya. Ingatlah bahwa perintah berjilbab itu datang dari Dzat yang Mahabijaksana lagi Mengetahui segala maslahat dan bahaya yang akan menimpa seorang hamba. Marilah kita simak dengan seksama ayat yang diturunkan Allah untuk melindungi kesucian dan kehormatan kaum wanita.
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu’min: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” (Al Ahzab: 59)
Kata ‘jilbab’ jamaknya ‘jalaabib’, yaitu pakaian yang menutup seluruh tubuh dari kepala sampai kaki; atau menutup sebagian besar tubuh, dan dipakai di bagian luar sekali seperti halnya baju hujan. Jilbab mempunyai syarat tertentu, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Al Mujaddid Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah dalam bukunya Jilbab Al Mar’ah Al Muslimah yaitu:
1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan (yaitu muka dan telapak tangan, menurut pendapat yang lebih kuat/rajih).
2. Tidak untuk berhias, atau tidak terdapat hiasan pada pakaian itu sendiri.
3. Kainnya harus tebal, tidak boleh tipis.
4. Kainnya harus longgar, tidak ketat.
5. Tidak diberi wewangian atau parfum.
6. Tidak menyerupai pakaian lelaki.
7. Tidak menyerupai pakaian orang-orang kafir.
8. Tidak untuk mencari popularitas/libas syuhrah.
Bagi yang hendak meneliti dan membaca lebih dalam tentang masalah ini maka kami sangat menganjurkan para muslimah agar membaca kitab beliau tersebut, dan kitab ini sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan oleh beberapa penerbit dengan judul Jilbab Wanita Muslimah atau judul yang senada. (Lihat juga Ensiklopedi Wanita Muslimah karya Haya binti Mubarak Al Barik, penerbit Darul Falah, hlm. 149-151)
Menuntut Ilmu Adalah Wajib
Setelah kita mengetahui bahwa apabila seorang muslimah keluar dari rumahnya harus memenuhi adab-adab islami dan menggunakan busana yang syar’i, maka ini bukan berarti menjadi penghalang bagi saudari-saudari kami yang rindu menjadi wanita shalihah untuk menuntut ilmu syar’i, ilmu Al Qur’an dan As Sunnah, sebab kewajiban menuntut ilmu adalah kewajiban pertama bagi setiap hamba -baik laki-laki maupun perempuan- yang harus didahulukan sebelum seseorang berkata dan beramal, bahkan sebelum berakidah!!
Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada ilah (yang haq) kecuali Allah, dan mohon ampunlah atas dosa-dosamu.” (Muhammad: 19). Berdasarkan ayat ini Al Imam Al Bukhari rahimahullah membuat sebuab bab di dalam kitab Shahihnya dengan judul: Bab Al ‘Ilmu qablal Qaul wal ‘Amal (Ilmu itu harus didahulukan sebelum perkataan dan perbuatan).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berbicara atas dasar wahyu pun telah menegaskan kewajiban ini di dalam sabdanya, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.” (diriwayatkan oleh Abu Ya’la dalam Musnad-nya no. 2837, dan para imam yang lain, dishahihkan Al Albani dalam Takhrij Ahaadits Musykilatul Faqr, lihat Hushulul Ma’mul karya Syaikh Abdullah Al Fauzan hlm. 13).
Ilmu yang wajib dituntut setiap individu adalah ilmu syar’i yang harus diketahui setiap muslim (yang hukumnya fardhu ‘ain) yaitu segala ilmu yang dibutuhkan oleh seorang mukallaf (orang yang sudah terbebani aturan syari’at) dalam urusan agamanya, semacam dasar-dasar keimanan dan pokok-pokok syari’at Islam, dan (ilmu tentang) segala keharaman yang wajib dijauhinya, dan apa-apa yang dibutuhkannya dalam bermua’amalah dan semacamnya yang tergolong perkara yang menjadi sarana terwujudnya suatu kewajiban maka wajib pula hukumnya mempelajarinya.
Imam Ahmad mengatakan: “Wajib hukumnya (seorang hamba) menuntut ilmu yang bisa menegakkan agamanya”, maka beliau pun ditanya: “Contohnya apa?” Beliau menjawab, “Yaitu perkara yang tidak boleh dia bodoh tentangnya: (seperti) shalatnya, puasanya dan sebagainya.” Dan di antara ilmu yang paling wajib dipelajari oleh setiap manusia baik laki-laki maupun perempuan adalah ilmu mengenali Rabb Yang patut disembah olehnya, mengenal Nabinya dan mengenal agamanya sebab setiap orang akan ditanya tentangnya di alam kubur nanti.
Inilah yang mendorong Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah untuk menulis sebuah kitab yang sangat bagus berjudul Tsalatsatul Ushul (Tiga Landasan Utama) maka kami menghimbau kepada saudari-saudari kami yang rindu menjadi wanita shalihah untuk membaca dan mempelajari buku menarik yang sudah banyak terjemahannya ini…
Semoga Allah melimpahkan hidayah dan taufiq-Nya kepada kita semua untuk istiqamah menuntut ilmu syar’i, sambutlah surga wahai saudariku… karena Allah Jalla Jalaaluhu telah membentangkan jalan kemudahan bagimu untuk meraihnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu (agama) niscaya Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim) (Disadur dengan penambahan, dari Hushulul Ma’mul karya Syaikh Abdullah Al Fauzan hlm. 12-13).
Saudariku, rasa malu merupakan bagian keimanan, karena orang yang tidak punya rasa malu niscaya akan berbuat semaunya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya salah satu ajaran kenabian yang pertama yang didapatkan oleh manusia adalah, ‘Apabila kamu tidak punya rasa malu maka berbuatlah sesukamu’.” (HR. Al Bukhari).
Akan tetapi rasa malu tidaklah menghalangi seorang muslimah untuk menuntut ilmu syar’i. Sebagaimana sebuah kisah teladan yang amat menarik yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab Shahihnya: Dari Ummu Salamah radhiyallahu’anha, beliau berkata, ‘Ummu Sulaim pernah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu mengatakan “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Allah tidak malu menyampaikan kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi apabila mimpi basah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Ya, apabila dia melihat air maninya” Maka Ummu Salamah menutupi wajahnya dan berkata, “Wahai Rasulullah, apakah perempuan juga mengalami mimpi basah (sehingga keluar mani)?” Beliau menjawab, “Ya, tentu saja, taribat yadaak (arti letterlux-nya: tanganmu penuh debu, maksud beliau ialah menyayangkan perkataan Ummu Salamah, Wallaahu a’lam), …kalau tidak, lantas darimanakah asal kemiripan anak dengan ibunya?” (lihat Nashihati li Nisaa’ hlm. 188).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya: “Bolehkah bagi wanita untuk menghadiri majelis ta’lim dan pelajaran fikih yang diadakan di masjid-masjid?”
Beliau menjawab: Boleh bagi wanita untuk menghadiri majelis ta’lim, baik itu berupa pelajaran fikih hukum atau fikih akidah atau tauhid, dengan syarat tidak boleh menggunakan wewangian atau bersolek, dan harus berjauhan dari laki-laki dan tidak bercampurbaur dengan mereka, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik barisan wanita adalah yang paling belakang, dan yang paling buruk adalah yang paling depan.” (HR. Tirmidzi). Hal tersebut karena barisan yang paling depan paling dekat dengan laki-laki daripada barisan yang paling belakang, sehingga barisan paling akhir lebih baik daripada barisan depan. (Fatawal Mar’ah, 1/102, dinukil dari Fatwa-Fatwa Tentang Wanita jilid 3 hal. 275).
Muslimah Duduk di Bangku Kuliah, Bolehkah?
Kini jelaslah bagi kita bahwa ilmu yang dimaksud dalam dalil Al Qur’an maupun As Sunnah yang wajib kita tuntut adalah ilmu syar’i. Dan telah jelas pula bagi kita bahwa pada asalnya seorang wanita muslimah itu harus lebih banyak beraktifitas membina keluarga di rumah dan mempersiapkan dirinya agar bisa menjadi isteri yang shalihah dan menjadi ibu yang penuh kasih sayang yang mampu mendidik anak-anaknya agar bisa menjadi generasi penerus yang unggul, yang menjadi harapan ummat di masa depan.
Lalu bagaimanakah kalau ada di antara muslimah -bahkan realita sekarang ini banyak sekali jumlahnya- yang begitu berkeinginan menempuh studi di bangku kuliah-kuliah umum. Maka kami katakan, masuknya para muslimah berbondong-bondong ke berbagai perguruan tinggi umum baik negeri maupun swasta adalah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri pada masa ini. Yang apabila kita cermati ternyata banyak sekali kemunkaran yang kita jumpai di kebanyakan perguruan tinggi tersebut, sebutlah contoh di antaranya; ikhtilath (campur baur pria dan wanita).
Padahal bercampurbaurnya lelaki dan perempuan merupakan sumber fitnah (bencana), oleh karenanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan berbagai upaya demi menutup pintu fitnah ini. Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Ummu Salamah, beliau mengatakan, “Dahulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila sudah selesai mengucapkan salam (sesudah shalat) maka para wanita berdiri setelah beliau menyelesaikan salamnya, dan beliaupun berdiri sebentar di posisinya sebelum berdiri. Kami berpendapat hal itu beliau lakukan agar kaum wanita bisa pulang sebelum sempat ada seorang lelaki pun yang berpapasan dengan mereka.” (lihat Nashihati li Nisa’ hlm. 119-120).
Beliau juga bersabda, “Sebaik-baik shaf kaum lelaki adalah yang paling depan dan shaf yang paling buruk adalah yang paling belakang. Dan sebaik-baik shaf kaum perempuan adalah yang paling belakang dan shaf yang paling buruk adalah yang terdepan.” (HR. Tirmidzi). Perhatikanlah, hal ini beliau lakukan di sebuah tempat suci yaitu masjid, yang orang tidak akan sembrono bertindak yang bukan-bukan, lalu bagaimana lagi di tempat-tempat umum yang diliputi suasana keduniaan, pikirkanlah…
Itu salah satu contoh. Dan kita memohon ampun kepada Allah atas dosa-dosa kita selama ini. Lantas bagaimana, apakah kita akan mengajak seluruh wanita muslimah yang kuliah di berbagai perguruan tinggi yang di situ terjadi ikhtilath untuk keluar dan menghentikan studi mereka? Sebelumnya kita harus berpikir dengan jernih dalam menyikapi permasalahan ini, agar tindakan yang diambil nantinya tidak justru membuahkan kemungkaran yang juga tidak kalah besarnya yaitu jauhnya kaum muslimah dari bimbingan ilmu syar’i karena aksi keluar kuliah. Kenapa demikian?
Mari kita cermati, bukankah banyak di antara kaum muslimah, saudari-saudari kita yang bisa mereguk ilmu syar’i dengan menghadiri kajian-kajian di sekitar kampus dan justru menjadi kesulitan dan menemui berbagai hambatan kalau harus keluar dan pulang ke rumahnya yang jauh dari ta’lim (pengajian -ed) dan bahkan jauh dari toko buku-buku Islam dan sarana menuntut ilmu yang lainnya. Oleh karena itu kami menasihatkan kepada diri kami pribadi dan para akhwat sekalian untuk bertakwa kepada Allah sepenuh kemampuan kita masing-masing. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya “Maka bertakwalah kepada Allah sepenuh kemampuan kalian.”
Sekali lagi di sini kami menghimbau kepada para akhwat sekalian agar berpikir jernih dan bertanya serta berkonsultasi langsung kepada ahli ilmu atau para ustadz dalam perincian masalah ini agar keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik yang akan mendatangkan manfaat bagi ukhti sekalian. Di sini perlu kami ingatkan bahwa kondisi perkuliahan di kampus itu berlainan, ada fakultas yang memang di situ kaum wanita sangat diperlukan, seperti di kedokteran, kebidanan dan keperawatan, yaitu dalam rangka menangani pasien-pasien wanita. Ada pula fakultas yang di situ kaum wanita (begitu pula pria) bahkan mendapatkan ancaman besar rusak agamanya, seperti kuliah di filsafat. Maka jawaban untuk permasalahan ini butuh perincian yang harus dibicarakan dengan pertimbangan yang matang. Wallaahu a’lam bish shawaab.
Bolehkah Wanita Bekerja ?
Sekarang kan zamannya emansipasi, kaum wanita boleh-boleh saja terjun di dunia kerja bersaing bersama kaum pria! Barangkali para pembaca yang budiman akan mendapati komentar semacam itu di tengah-tengah masyarakat. Bahkan lebih parah dari itu, ada sebagian kaum wanita yang sudah nekat menggeluti berbagai macam bidang yang sebenarnya tak pantas merka sentuh, seperti tinju, sepak bola, angkat besi, di sisi lain ada pula yang aktif terjun alam demonstrasi dan demokrasi menjadi ‘bintang jalanan’ dan ikut berebut kursi di pemerintahan, dan yang lebih parah dari itu yang terjun dalam dunia entertainment/hiburan sebagai bintang film atau sinetron yang rajin mengobral kecantikan di layar kaca, … yang dengan bangga mereka berkata ‘ini adalah ekspresi seni, inilah wujud kemajuan wanita modern’ [?!] Innaa lillaahi wa innaa ilaihi raji’uun, ini adalah musibah besar bagi ummat Islam yang amat sedikit orang yang menangisi dan berkabung karenanya, ini bukan kemajuan tapi kemunduran bahkan kejatuhan kemuliaan ummat Islam!!!
Maka sebenarnya setiap orang muslim yang masih beres akidahnya tentu tidak akan mengatakan dan bersikap sebagaimana mereka yang sudah terbuai dengan mimpi-mimpi barat, sebab seruan yang mengajak para muslimah keluar dari rumahnya dan ikut terjun di lapangan kerja yang bercampurbaur antara lelaki dengan wanita adalah seruan orang-orang barat yang kafir, sebuah seruan yang dipoles sedemikian rupa agar merdu terdengar namun pada hakikatnya menjauhkan muslimah dari jati dirinya sebagai sosok wanita shalihah yang tekun dan sabar membina diri dan rumah tangganya. Ini bukan berarti kami menyatakan bahwa wanita dilarang bekerja, namun kenyataan yang sangat memprihatinkan di atas adalah satu hal yang harus kita perbaiki bersama-sama, Bukankah seorang putri jelita akan menjadi hina dan terancam kesuciannya apabila kita tempatkan di sebuah gubuk reyot di tengah hutan yang dikelilingi srigala dan binatang-biatang buas lainnya?? Renungkanlah wahai saudari-saudariku…
Berikut ini kami sampaikan kepada ukhti sekalian sebuah fatwa yang berkenaan dengan hal ini.
Pertanyaan 892:
Lajnah Da’imah lil Ifta’ (Komite tetap untuk fatwa di Saudi Arabia) ditanya: “Apa hukum wanita yang bekerja? Dan lapangan pekerjaan apa saja yang diperbolehkan bagi seorang wanita bekerja di dalamnya?”
Jawaban:
Tidak seorang pun yang berselisih bahwa wanita berhak bekerja, akan tetapi pembicaraan hanya berkisar tentang lapangan pekerjaan apa yang layak bagi seorang wanita, dan penjelasannya sebagai berikut:
Ia berhak mengerjakan apa saja yang bisa dikerjakan oleh wanita biasa lainnya di rumah suaminya dan keluarganya seperti memasak, membuat adonan kue, membuat roti, menyapu, mencuci pakaian, dan bermacam-macam pelayanan lainnya serta pekerjaan bersama yang sesuai dengannya dalam berumah tangga. Ia juga berhak mengajar, berjual beli, menenun kain, membuat batik, memintal, menjahit dan semisalnya apabila tidak mendorong pada perbuatan-perbuatan yang diharamkan oleh syara’ seperti berduaan dengan selain mahram atau bercampur dengan laki-laki lain, yang mengakibatkan fitnah atau menyebabkan ia meninggalkan hal-hal yang harus dilakukannya terhadap keluarganya, atau menyebabkan ia tidak mematuhi perintah orang yang harus dipatuhinya dan tanpa ridha mereka (Majallatul Buhuts Al Islamiyah 19/160, dinukil dari Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Jilid 3 hlm. 168).
Lahan Pekerjaan Yang Cocok Bagi Wanita
Salah satu prinsip utama yang dipegang oleh Islam adalah keadilan dan hikmah, yaitu menempatkan sesuatu sesuai pada tempatnya. Begitu pula dalam masalah memilih lahan pekerjaan yang tepat bagi kaum wanita. Di sini kami nukilkan sebuah fatwa yang semoga bisa menjawabnya dan menjadi bahan pertimbangan bagi saudari-saudari kami yang rindu menjadi wanita shalihah.
Pertanyaan ke 891:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin rahimahullah ditanya: “Apa lahan pekerjaan yang dibolehkan bagi perempuan muslimah yang mana ia bisa bekerja di dalamnya tanpa bertentangan dengan ajaran-ajaran agamanya?”
Jawaban:
Lahan pekerjaan wanita adalah pekerjaan yang dikhususkan untuknya seperti pekerjaan mengajar anak-anak perempuan baik secara administratif maupun secara pribadi, pekerjaan menjahit pakaian wanita di rumahnya dan sebagainya. Adapun pekerjaan dalam lahan yang dikhususkan untuk orang laki-laki maka tidaklah diperbolehkan baginya untuk bekerja pada lahan tersebut yang akan mengundang ikhtilath sedangkan hal tersebut adalah fitnah yang besar yang harus dihindari. Perlu diketahui bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Saya tidaklah meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan.” (Muttafaq ‘alaih). Maka seorang laki-laki harus menjauhkan keluarganya dari temat-tempat fitnah dan sebab-sebabnya dalam segala kondisi (Fatawa Al Mar’ah 1/103, dinukil dari Fatwa-Fatwa Tentang Wanita Jilid 3 hlm. 167, dengan sedikit perubahan).
Hukum Wanita Bekerja di Luar Rumah
Berikut ini kami nukilkan penjelasan seputar kendala yang harus dihadapi apabila wanita bekerja di luar rumah, dalil-dalil yang menunjukkan bahwa bekerja di luar rumah itu pada dasarnya tidak boleh baginya, syarat apa saja yang harus dipenuhi apabila dia memang terpaksa harus bekerja di sana dan dampak yang muncul akibat wanita bekerja di luar rumahnya. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua.
Kendala-Kendala Wanita Bekerja
Pekerjaan wanita di luar rumah merupakan siksaan baginya, karena seorang wanita tidak bisa bekerja atau melakukan seperti yang dilakukan oleh kaum pria dalam banyak hal. Karena kondisi fisik wanita yang lemah, dan juga dia tidak memiliki kemampuan fisik seperti yang dimiliki seorang pria, bahkan dia di bawah seorang pria karena sebab-sebab sebagai berikut:

  1. Karena haid, pada waktu haid dia harus beristirahat, dan tidak boleh diberi beban berat agar tidak terjadi hal-hal yang menyangkut kesehatannya yang justru akan merusak dirinya dan mengganggu kelancarannya aktifitasnya.
  2. Karena hamil, pada waktu hamil seorang wanita merasakan berbagai kesulitan dan tubuhnya merasa lemah sehingga dia tidak mampu bekerja.
  3. Karena melahirkan dan nifas. Dalam kondisi tersebut, seorang wanita juga merasakan berbagai beban dan penderitaan, dia kehilangan darahnya. Oleh sebab itu pada saat demikian dia tidak boleh dibebani pekerjaan.
  4. Menyusui dan merawat anak. Selama dua tahun seorang ibu harus merawat anaknya (bayinya), selalu menyertainya, mengurusi segala kebutuhannya, dan mendidiknya, Dan disamping itu dia masih pula menangani banyak lagi pekerjaan ruumah demi kelangsungan dan kebahagiaan hidup antara suami isteri serta anak-anaknya, dan jika hal ini dia tinggalkan, maka akan menjadi bencana bagi segenap keluarganya.
  5. Susunan tubuh. Tubuh seorang perempuan yang hamil, melahirkan anak, merawatnya serta menyusuinya, pastilah sangat berbeda dengan tubuh seorang lelaki yang tidak menanggung semua beban itu.
Beberapa Dalil Haramnya Wanita Bekerja di Luar Rumah
  1. Kewajiban berhijab baginya seperti yang telah diterangkan di muka.
  2. Haram ber-tabarruj dan menampakkan perhiasan dan bagian-bagian yang indah lainnya, sedangkan bekerja di luar rumah akan menyebabkan terjadinya tindakan seperti itu.
  3. Haram baginya bercampur dengan lelaki yang bukan mahramnya, sedangkan bekerja di luar rumah sangat memungkinkan terjadinya hal itu.
  4. Seorang perempuan adalah aurat dan intan permata yang indah yang harus dipelihara dan dijaga.
  5. Seorang perempuan akan selalu disibukkan mengurus putra-putrinya, urusan rumahnya dan urusan suaminya, dan memang hal-hal demikian itulah yang sesuai dengan fitrah seorang wanita.
Syarat Wanita Bekerja di Luar Rumah
Keterpaksaan (darurat) dilihat dari segi keurgensiannya. Oleh karena itu apabila seorang perempuan terpaksa harus bekerja di luar rumahnya, maka dia haruslah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
  1. Mendapatkan izin dari walinya, yaitu ayah atau suaminya untuk sebuah pekerjaan yang halal seperti menjadi tenaga pendidik para siswi, atau menjadi perawat khusus bagi pasien wanita.
  2. Tidak bercampur dengan kaum laki-laki atau melakukan khalwat (berdua-duaan) dengan lelaki lain.
  3. Tidak berlaku tabarruj dan menampakkan perhiasan yang dapat mengundang fitnah.
  4. Tidak memakai wangi-wangian yang menyengat hidung atau parfum yang membangkitkan birahi seseorang.
  5. Memakai hijab/jilbab menurut ketentuan syara’.
Dampak Wanita Bekerja di Luar Rumah
  1. Menelantarkan putra-putrinya, mereka kurang mendapatkan kasih sayang, perawatan dan pendidikan langsung dari sang ibu.
  2. Para wanita yang bekerja di luar rumah, pada umumnya sekarang ini berbaur dengan laki-laki, bahkan terkadang mereka ber-khalwat dengannya. Dan tindakan seperti itu sudah barang tentu haram hukumnya, mencoreng nama baiknya, meruntuhkan nilai moralnya dan sikap keagamaannya.
  3. Para wanita yang bekerja di luar rumah, mereka pada umumnya melepas hijabnya, sering bepergian dan memakai parfum-parfum atau make-up yang dapat mengundang birahi kaum laki-laki atau menggoda mereka. Nabi bersabda, “Saya tidaklah meninggalkan fitnah (godaan) yang lebih berbahaya bagi seorang laki-laki daripada fitnah perempuan.” (Muttafaq ‘alaih)
  4. Perempuan yang bekerja di luar rumah, dapat kehilangan sifat dan naluri keperempuanannya, kehilangan kasih sayang kepada putranya disamping juga akan meruntuhkan sistem keluarga, tidak ada lagi keharmonisan dan saling tolong menolong di dalamnya.
  5. Seorang wanita telah ditakdirkan mencintai perhiasan, memakai emas, pakaian-pakaian yang bagus dan lain sebaginya: maka jika dia keluar rumah untuk bekerja, ia akan bersikap boros karena banyaknya perhiasan dan pakaian serta asesoris lain yang dibelinya sehingga melebihi batas-batas keperluannya, maka ia pun termasuk orang yang berlaku israf (pemborosan) yang dilarang oleh agama. (Ensiklopedi Wanita Muslimah, Haya binti Mubarak Al Barik, Penerbit Darul Falah cet ke 12 Ramadhan 1424 H, hlm. 159-162, dengan sedikit perubahan).
Demikianlah sekelumit penjelasan yang bisa kami nukilkan ke tengah para pembaca yang budiman, dan semoga bisa ini bisa menjadi acuan dalam mengatasi permasalahan serupa yang menimpa kaum muslimah di negeri kita, Ya Allah bimbinglah kami menuju surgamu yang indah dan peliharalah kami dari jalan-jalan yang akan mengantarkan kami ke dalam azab nerakamu yang amat pedih.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Cheap Web Hosting | new york lasik surgery | cpa website design