KITAB NIKAH
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Perselisihan Rumah Tangga
Hampir tidak ada rumah tangga yang selamat dari berbagai macam
problematika dan perselisihan, akan tetapi permasalahan dan perselisihan
tersebut berbeda bentuk dan jenisnya. Islam menganjurkan bagi suami
isteri agar dapat mengobati dan menyelesaikan segala macam bentuk
persoalan yang terjadi di antara mereka berdua. Dan Islam juga telah
menunjukkan kepada setiap dari keduanya langkah-langkah yang harus
ditempuh dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut. Sebagaimana
Islam juga menganjurkan mereka berdua agar dengan segera mengobatinya
tatkala nampak benih-benih perselisihan. Allah Ta’ala berfirman :
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka."
[An-Nisaa’: 34]
Kemudian Allah juga berfirman :
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ
خَيْرٌ
"Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka." [An-Nisaa’:
128]
Metode yang diajarkan oleh Islam ialah jangan sampai kita menunggu
bertindak sampai datangnya kedurhakaan dan berkibarnya bendera
kemaksiatan, jatuhnya wibawa kepemimpinan seorang suami serta
terpecahnya suami isteri menjadi dua kubu yang bermusuhan. Karena
tindakan pengobatan yang dilakukan pada saat seperti ini sangat kecil
kemungkinan berhasilnya. Akan tetapi tindakan itu harus dengan segera
dilakukan sebelum menjadi genting, karena dampak dari kedurhakaan
tersebut adalah rusaknya hubungan suci suatu pernikahan antara dua insan
dan hilangnya ketenangan dan ketenteraman. Sehingga dampaknya juga akan
menjalar kepada keretakan dan keruntuhan seluruh anggota keluarga dan
berpencarnya orang-orang yang sedang tumbuh dan sedang terdidik di
dalamnya dengan kehancuran yang berakibat lahirnya penyakit jiwa,
fanatisme dan penyakit badan… hingga penyimpangan.
Dari sini kita tahu bahwa masalahnya adalah sangat genting sekali. Oleh
karena itu, segeralah untuk mengambil tindakan secara bertahap dalam
rangka mengobati tanda-tanda munculnya kedurhakaan.
Mengobati Kedurhakaan Isteri
Allah Ta’ala berfirman :
وَاللَّاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ ۖ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلَا تَبْغُوا
عَلَيْهِنَّ سَبِيلًا ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
"Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya maka nasihatilah mereka
dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka dan pukullah mereka.
Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Mahatinggi lagi Mahabesar. "
[An-Nisaa’: 34]
(( فَعِظُوْهُنَّ )) “Nasihatilah mereka.” Inilah langkah pertama dan
merupakan kewajiban utama bagi pemimpin keluarga. Seorang suami dituntut
untuk dapat mendidik isteri pada setiap keadaan, sebagaimana firman
Allah :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari
api Neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu." [At-Tahrim: 6]
Akan tetapi dalam keadaan seperti ini ia harus mempunyai konsep tertentu
untuk tujuan tertentu, yaitu mengobati tanda-tanda nuzyuz (kedurhakaan)
sebelum permasala-hannya menjadi genting dan terbuka.
Namun, bisa jadi nasihat akan tidak bermanfaat karena mungkin saja sang
isteri sedang dikuasai oleh hawa nafsu atau emosi yang tidak terkendali,
merasa lebih tinggi dari suami karena kecantikan, harta, kedudukan
ataupun unsur lainnya, yang menyebabkannya lupa bahwa ia adalah rekan
dalam lembaga keluarga bukan lawan bertengkar atau bukan sebagai lahan
untuk berbangga. Dalam keadaan seperti ini suami harus menempuh tindakan
yang kedua, suatu sikap yang mencerminkan keunggulan derajat suami di
atas segala sesuatu yang menjadi kebanggaan isteri, baik itu berupa
kecantikan, daya tarik atau hal lain yang menjadikan ia merasa lebih
tinggi daripada suami. Langkah tersebut adalah (( وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي
الْمَضَاجِعِ )) “Pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka.”
Ranjang pasutri (pasangan suami isteri) merupakan daya tarik isteri yang
sering dijadikan alasan seakan-akan isteri lebih tinggi dan sangat
dibutuhkan suami. Maka jika suami dapat menahan keinginan untuk
menggauli isteri berarti ia telah dapat mematahkan senjata paling ampuh
yang dibanggakan oleh isteri yang durhaka.
Akan tetapi dalam menempuh langkah yang kedua ini suami harus
memperhatikan beberapa adab, di antaranya: tidak menampakkan sikap
tersebut secara terang-terangan di depan selain isteri. Jangan
menampakkannya di depan anak-anak karena dapat menumbuhkan sikap jelek
dalam diri mereka. Jangan menampakkannya di depan orang lain yang akan
merendahkan derajat isteri sehingga bisa jadi akan membuatnya tambah
durhaka. Karena maksud ditempuhnya langkah ini adalah untuk mengobati
nusyuz isteri, bukan untuk menghinakannya ataupun merusak anak-anak.
Namun, bisa jadi langkah ini pun tidak berhasil.
Kemudian, apakah keluarga tersebut akan dibiarkan retak begitu saja?
Tentu saja tidak. Karena di sana ada langkah selanjutnya, walaupun
terkesan lebih keras, akan tetapi langkah ini lebih baik dari pada
membiarkan rumah tangga tersebut berantakan karena nusyuz yang dilakukan
oleh isteri, yaitu: (( وَاضْرِبُوْهُنَّ )) “Dan pukullah mereka.”
Akan tetapi pukulan tersebut bukanlah untuk menyiksa isteri sebagai aksi
balas dendam terhadap kedurhakaannya, bukan untuk menghinakan, juga
bukan untuk memaksa isteri melakukan sesuatu yang tidak ia ridhai.
Jadikanlah pukulan tersebut sebagai pukulan pembelajaran yang disertai
dengan sikap kelemah-lembutan seorang pendidik, seperti apa yang
dilakukan oleh seorang ayah terhadap anaknya atau seorang guru terhadap
muridnya.
Islam membolehkan para suami untuk menempuh langkah-langkah tersebut
dalam rangka mengobati tanda-tanda nusyuz -sebelum menjadi genting-.
Akan tetapi Islam juga memperingatkan jangan sampai pembolehan tersebut
disalahgunakan. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah
mengarahkan umatnya agar bersikap tepat dalam hal ini, baik melalui
Sunnah amaliyah (perilaku) beliau dengan isteri-isteri beliau maupun
secara langsung dengan sabda-sabda beliau dalam berbagai kesempatan. Di
antaranya adalah sebagai berikut:
Dari Mu’awiyah bin Haidah Radhiyallahu anhu, bahwasanya ia berkata,
“Wahai Rasulullah, apakah hak isteri atas kami?” Beliau bersabda:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ وَلاَ
تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِي الْبَيْتِ.
“Engkau memberi makan jika engkau makan, engkau memberinya pakaian jika
engkau berpakaian, janganlah memukul wajah dan jangan
menjelek-jelekkannya serta janganlah memisahkannya kecuali tetap di
dalam rumah.”[1]
Dari Iyas bin ‘Abdillah bin Abi Dzubab Radhiyallahu anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
لاَ تَضْرِبُوا إِمَاءَ اللهِ. فَجَاءَ عُمَرُ z إِلَى رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: ذَئِرْنَ النِّسَاءُ عَلَى
أَزْوَاجِهِنَّ. فَرَخَّصَ فِي ضَرْبِهِنَّ فَأَطَافَ بِآلِ رَسُولِ اللهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِسَاءٌ كَثِيرٌ يَشْكُونَ
أَزْوَاجَهُنَّ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لَقَدْ أَطَافَ بِآلِ بَيْتِ مُحَمَّدٍ نِسَاءٌ كَثِيْرٌ يَشْكُونَ
أَزْوَاجَهُنَّ لَيْسَ أُولَئِكَ بِخِيَارِكُمْ.
“Janganlah kalian memukul hamba-hamba (perempuan) Allah.” Kemudian ‘Umar
datang kepada Rasulullah dan berkata, “Sebagian dari para isteri
durhaka kepada suami mereka.” Kemudian Rasulullah mengizinkan mereka
untuk memukul para isteri. Kemudian banyak di antara para isteri
mendatangi keluarga Rasulullah guna mengadukan apa yang telah dilakukan
oleh para suami mereka. Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, “Sungguh, banyak para wanita yang mendatangi keluarga
Rasulullah untuk mengadukan perilaku suami-suami mereka, mereka bukanlah
orang-orang yang baik.” [2]
Dari ‘Abdullah bin Zam’ah bahwasanya ia telah mendengar Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
يَعْمِدُ أَحَدُكُمْ فَيَجْلِدُ امْرَأَتَهُ جَلْدَ الْعَبْدِ فَلَعَلَّهُ يُضَاجِعُهَا مِنْ آخِرِ يَوْمِهِ.
“Bagaimana mungkin seorang di antara kalian sengaja mencambuki isterinya
seperti ia mencambuki hamba sahaya, kemudian menyetubuhinya di sore
hari.” [3]
Yang jelas, langkah-langkah di atas memiliki batasan-batasan yang harus
diperhatikan. Jika tujuan tersebut telah tercapai pada salah satu
langkah tersebut, maka kita tidak perlu menempuh langkah yang
selanjutnya.
(( فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلاً ))
“Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya.”
Sehingga tatkala tujuan telah tercapai, maka dengan sendirinya langkah
tersebut diberhentikan. Hal ini menunjukkan bahwa ketaatan isteri adalah
maksud dari ditempuhnya langkah-langkah di atas, yaitu sebuah ketaatan
yang didasari atas kesadaran, bukan paksaan. Karena ketaatan yang
didasari keterpaksaan tidak akan dapat menciptakan keharmonisan bahtera
rumah tangga yang merupakan pondasi bagi bangunan suatu masyarakat.
Dan nash al-Qur-an mengisyaratkan bahwa meneruskan langkah-langkah
tersebut di atas setelah tercapainya ketaatan isteri merupakan tindakan
aniaya, tindakan sesuka hati dan melampaui batas, sebagaimana
firman-Nya: (( فَلاَ تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيْلاً )) “Maka janganlah
kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.” Kemudian setelah
menyebutkan larangan ini Allah memperingatkan bahwasanya Ia Mahatinggi
dan Mahabesar, agar jiwa-jiwa menjadi tunduk dan patuh serta tidak
berani berbuat aniaya dan melampaui batas. Inilah salah satu metode
al-Qur-an dalam Targhib (anjuran) dan Tarhib (ancaman). [4]
Mengobati Kedurhakaan Suami
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ
خَيْرٌ
"Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi ke-duanya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka."[An-Nisaa’:
128]
Setelah sebelumnya dijelaskan tentang keadaan nusyuz dari pihak isteri
dan langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjaga keutuhan keluarga.
Selanjutnya akan dijelaskan tentang keadaan nusyuz yang ditakutkan akan
dilakukan oleh pihak suami yang akan mengancam ketenteraman dan
kehormatan isteri, bahkan dapat mengancam keharmonisan keluarga secara
keseluruhan.
Sesungguhnya hati ini sering berbolak-balik dan perasaan selalu
berubah-ubah. Dan Islam adalah metode kehidupan yang dapat menyelesaikan
segala permasalahan yang mungkin terjadi dalam kehidupan ini.
Apabila seorang isteri merasa takut akan kehilangan perhatian dari suami
yang bisa jadi membawanya menuju perceraian -perbuatan halal yang
paling dibenci oleh Allah- atau ia merasa diasingkan oleh suami, di mana
ia ditinggalkan begitu saja tanpa status yang pasti, apakah ia masih
menjadi isterinya atau telah dicerai. Dalam keadaan seperti ini tidaklah
mengapa bagi seorang isteri untuk bersedia melepaskan sebagian
hak-haknya atas suami. Seperti bersedia jika nafkahnya dikurangi atau
gilirannya ditinggalkan jika suami memiliki isteri lain. Walaupun dalam
keadaan seperti ini sang isteri kehilangan hal yang sangat penting bagi
kehidupannya seba-gai seorang isteri.
Kesemuanya ini jika isteri melihat -dengan segala pertimbangannya- bahwa
langkah tersebut lebih baik dan lebih mulia baginya daripada harus
diceraikan.
وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا أَوْ إِعْرَاضًا فَلَا
جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَن يُصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۚ وَالصُّلْحُ
خَيْرٌ
"Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh dari
suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
sebenar-benarnya dan perdamaian itu lebih baik bagi mereka."
[An-Ni-saa’: 128]
Inilah perdamaian yang kami maksudkan.
Dalam ayat tersebut Allah Subhanahu menyebutkan bahwasanya secara mutlak
perdamaian adalah lebih baik daripada persengketaan, perpecahan dan
perceraian, (( وَالصُّلْحُ خَيْرٌ )) “Dan jalan perdamaian adalah lebih
baik bagi mereka.” [5]
Kemudian Allah Subhanahu wa Ta'ala memberikan anjuran kepada suami agar
berbuat baik kepada isteri yang masih ingin hidup berdampingan
dengannya, dengan bukti ia (isteri) bersedia melepaskan beberapa haknya
atas suami. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan bahwasanya Ia
Mahatahu terhadap sikap baik suami dan Ia pun akan membalasnya.
وَأُحْضِرَتِ الْأَنفُسُ الشُّحَّ ۚ وَإِن تُحْسِنُوا وَتَتَّقُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
"Walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir dan jika kamu bergaul
dengan isterimu secara baik dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap
tidak acuh), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.” [An-Nisaa’: 128]
Sebab turunnya ayat ini adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Abu
Dawud dari hadits Hisyam bin ‘Urwah dari bapaknya, ia berkata:
قَالَتْ عَائِشَةُ: يَا ابْنَ أُخْتِي كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ يُفَضِّلُ بَعْضَنَا عَلَى بَعْضٍ فِي الْقَسْمِ
مِنْ مُكْثِهِ عِنْدَنَا وَكَانَ قَلَّ يَوْمٌ إِلاَّ وَهُوَ يَطُوفُ
عَلَيْنَا جَمِيعًا فَيَدْنُو مِنْ كُلِّ امْرَأَةٍ مِنْ غَيْرِ مَسِيسٍ
حَتَّى يَبْلُغَ إِلَى الَّتِي هُوَ يَوْمُهَا فَيَبِيتَ عِنْدَهَا
وَلَقَدْ قَالَتْ سَوْدَةُ بِنْتُ زَمْعَةَ حِينَ أَسَنَّتْ وَفَرِقَتْ
أَنْ يُفَارِقَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا
رَسُولَ اللهِ يَوْمِي لِعَائِشَةَ، فَقَبِلَ ذَلِكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْهَا قَالَتْ: نَقُولُ فِي ذَلِكَ أَنْزَلَ
اللهُ تَعَالَى وَفِي أَشْبَاهِهَا أُرَاهُ قَالَ وَإِنِ امْرَأَةٌ خَافَتْ
مِن بَعْلِهَا نُشُوزًا
“‘Aisyah berkata, ‘Wahai anak saudara perempuanku, Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mengistimewakan sebagian kami atas
sebagian yang lain dalam pembagian giliran tinggalnya bersama kami. Pada
siang hari beliau berkeliling pada kami semua dan menghampiri setiap
isteri tanpa menyentuhnya hingga beliau sampai pada isteri yang menjadi
gilirannya, lalu beliau bermalam padanya. Dan Saudah binti Zam’ah ketika
takut akan dicerai oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, ia
berkata, ‘Wahai Rasulullah, berikanlah giliranku untuk ‘Aisyah.’ Maka,
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melakukannya.” ‘Aisyah berkata,
‘Tatkala Rasulullah telah mengatakan hal tersebut turunlah firman
Allah: 'Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz dari suaminya…'”
[An-Nisaa’: 128] [6]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz,
Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia
Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA - Jakarta,
Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 - September
2007M]
_______
Footnote
[1]. Takhrijnya telah disebutkan sebelumnya.
[2]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1615)], Sunan Abi
Dawud (VI/183, no. 2132), Sunan Ibni Majah (I/638, no. 1985).
[3]. Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (VIII/705, no. 4942), Shahiih
Muslim (VI/2091, no. 2855), Sunan at-Tirmidzi (V/111, no. 2401).
[4]. Azh-Zhilal (II/362, no. 358).
[5]. Dinukil dari Fii Zhilaalil Qur-an (II/539).
[6]. Hasan Shahih: [Shahiih Sunan Abi Dawud 1868], Sunan Abi Dawud (VI/172/2121).
Rabu, 19 Oktober 2011
Perselisihan Rumah Tangga
Posted by Dini Ariani on 19.32
0 komentar:
Posting Komentar