Mas Budi –sebut saja begitu- tersenyum. Sejenak ia memandang wajah
istrinya. Agak heran, “Ada apa, ya, dengan istriku, kok pakai memuji
segala?” Begitulah salah satu reaksi suami ketika pertama kali menjumpai
sang istri memuji dirinya. Hampir semua suami pasti senang
mendengarnya,tak jarang malah melambung tinggi ke udara, apalagi yang
memuji tersebut adalah orang yang paling dicintai. Memuji suami adalah
sesuatu yang dianjurkan bagi para istri.Ini termasuk perkara yang
terpuji dalam rangka menyenangkan hati suami. Bila ikhlas dilakukan demi
sang suami tercinta, insya Alloohu Ta’ala berpahala.
Kaum Adam pun Sama
Urusan puji memuji bukan hanya spesial buat kaum wanita. Pria pun
ingin dan butuh suatu pujian. Kalau para suami itu mau jujur, sebenarnya
perasaan mereka tidak jauh beda dengan para istri, dalam hal keinginan
untuk dipuji.
Pujian, bagi kita menandakan suatu penghargaan terhadap kelebihan
atau usaha jerih payah kita. Sudah jadi kodratnya, manusia itu suka
dihargai dan berharap sekali setiap orang menghargai terlebih istri
tercinta.
Reaksi suami ketika dipuji pun tak beda jauh dengan para istri.
Tersenyum, tertawa, malu-malu, atau yang lainnya sebagaimana umum
terjadi pada wanita.
Yang boleh dan dilarang
Pada asalnya hukum memuji boleh-boleh saja. Kapan pun dan buat siapa
pun. Namun, ada pengecualian dan itu termasuk pujian yang dilarang,
yaitu jika pujian kita tersebut berlebihan, atau ada tujuan tertentu
yang bertentangan dengan syariat agama, seperti menjilat atasan, dan
lain sebagaimanya. Termasuk juga dalam larangan yaitu pujian yang
membuat sombong, sum’ah dan ujub.
Larangan memuji demikian itu diisyaratkan oleh Rasulullaah shalallahu’alaihi wassallaam,
“Janganlah kalian mengagungkanku seperti yang diperbuat orang Nasrani terhadap Isa bin Maryam, karena sebenarnya aku tidak lebih dari hamba Allah. Sebut saja aku ini hamba Allah dan rasul-Nya (Riwayat Bukhari).Dari hadits di atas dapat diambil pelajaran bahwa pujian itu harus sesuai dengan kenyataan, tidak boleh berlebih-lebihan (sampai keluar dari yang sebenarnya).
Saat tepat memuji suami
Agar manjur pujian Anda (para istri), hendaknya Anda tahu kapan saat yang tepat memuji sang suami. Karena saat yang tepat itulah akan tercapai tujuan, yaitu membuat suami ternyum, malu-malu, bahagia dan semakin cinta pada Anda.
Bagaimana caranya? Tips berikut insyaAllah bisa Anda pratikkan:
- Puji suami saat berhasil dalam tugasnya, caranya:
- Seusai suami menceritakan keberhasilannya dalam tugas (apa pun), peluklah dirinya dan bisikkan kata-kata mesra, seperti I love you, mas hebat deh, aku bangga dengan mas dan lain sebagainya
- Cium suami sebagai tanda terima kasih atas pengorbanan dia demi membahagiakan keluarga
- Butkan masakan spesial sebagai hadiah buat dirinya. Katakan kalau ini hadiah istimewa dari Anda, insya Allah suami akan tambah sayang
- Puji suami sehabis ia mandi, caranya:
- Sehabis mandi, saat ia sedang berhias memperganteng diri pujilah ia, “Aduh, suamiku kok ganteng banget yah!”. Yakinlah ia akan tersenyum atau malu-malu.
- Cemburui dia saat tampil rapi, tunjukkan bahwa Anda takut kalau-kalau penampilannya tersebut membuat wanita lain meliriknya. Tunjukkan pula kalau Anda takut kehilangan dia.
- Puji suami saat bangun tidur, caranya:
- Baik bangun tidur untuk shalat malam maupun bangun tidur biasa, pujilah dirinya. Sambil tersenyum katakan, “Mas, matanya sipit tambah cakep, deh!” kemudian cium tangannya.
- Tanyakan padanya minta dibuatkan masakan apa untuk sarapan atau makan siang. Ingatkan suami untuk segera mandi, sholat atau segera menyelesaikan pekerjaannya. Ini akan membuat suami merasa benar-benar diperhatikan.
- Puji suami setelah membantu Anda, caranya:
- Saat membantu, sediakan baginya minuman hangat atau sekedar camilan.
- Cium tangannya, dan katakan, “Mas adalah suami yang hebat, sayang banget sama istri, ya?”. Sebagai penghargaan kepadanya karena sudah membantu pekerjaan Anda.
- Tawari untuk memijat dirinya jika ia kelelahan.
- Katakan padanya kalau nanti dirinya mengerjakan sesuatu dan butuh bantuansuruh bilang saja, Anda akan siap membantunya.
- Puji suami sehabis jima’, caranya:
- Pandangi wajah suami, ucapkan terima kasih padanya karena telah memberi yang terbaik buat Anda.
- Segera mengambil minuman untuk suami, dan kalau bisa diminum bersama sebagai tanda sayang dan untuk menambah kemesraan.
Buat Anda, para Suami
Bila suami sering dipuji sang istri, itu artinya istri semakin sayang kepada Anda. Istri senang, bahagia dan bangga dengan apa yang Anda lakukan kepadanya dan berharap untuk senantiasa seperti itu, kalau bisa selamanya. Pujian istri juga bermakna bahwa Anda telah menyenangkan dirinya, membuatnya bahagia. Satu kisah dari Ibnu Abbas radhiallahu anhu seorang sahabat Nabi shalallahu’alaihi wassallaam, bisa menjadi pelajaran bagi Anda akan pentingnya menyenangkan hati istri, sebagaimana Anda juga berharap demikian. Ibnu Abbas radhiallahu anhu berkata,
“Aku berdandan diri untuk kepentingan istriku sebagaimana ia berdandan untuk kepentinganku. Aku tidak mau hanya menikmati hakku dari dirinya tetapi aku pun ingin ia memperoleh haknya dariku. Karena Allah subhannahu ta’ala telah menyatakan,Dengan demikian, satu hal yang lumrah bila Anda harus berbuat yang terbaik buat sang istri tercinta. Namun perlu jadi catatan, apa pun pujian istri terhadap Anda tidak kemudian menjadikan Anda sombong atau ujub. Pula, jangan sampai setiap apa yang Anda lakukan buat istri bertujuan agar dipuji olehnya. Klau niatnya sudah begitu jelas hal tersebut keliru. Biarlah pujian itu keluar secara alamiah, bukan sesuatu yang menjadi niat Anda. Niat Anda tetap satu yaitu ingin menyenangkan hati istri, menyayangi dirinya, dan menjalankan perintah agama.karena yang demikian itu yang berpahala, selain itu berdosa. Wallaahu a’lam.
“…dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf..” (Al-baqarah: 228)
Oleh karena itu, kenapa harus berat atau malu untuk memuji sang kekasih hati? (Abu Zalfa)
Rujukan:
- Bimbingan Islam untuk Pribadi dan Masyarakat oleh Syaikh Muhammad bin Zainu.
- 40 Tanggung Jawab Suami Terhadap Istri oleh Drs. M. Thalib
Ditulis kembali dengan sedikit revisi oleh Ummu Tsaqiif dari majalah Nikah vol.2 No.10 2004.
0 komentar:
Posting Komentar