“Betapa indahnya dunia manusia…” gumam Bianca sang lebah madu yang cantik. Ia terus menyapukan pandangan pada area perkotaan itu. Matanya tertumbuk pada seorang laki-laki tampan yang berdiri dengan gagah di kerumunan. Selama ini Bianca yang cantik selalu dikucilkan di Negeri Lebah. Ia sungguh ingin mengenal laki-laki di bawah sana. Mungkin benar bahwa tidak sepantasnya seekor lebah madu menaruh hati pada seorang pria. Namun, ia takkan menyerah sebelum mencoba. Lelah sudah ia di antara lebah-lebah angkuh ini. Bianca teringat seekor lebah yang tinggal diujung Negeri Lebah. Pasti ia bisa mengabulkan permintaan Bianca. Ratu Kegelapan Lebah.***“Bianca, kan?” sapa Ratu Kegelapan Lebah dengan tatapan licik.“Ra…tu sudah tahu?” Bianca tergagap. Tempat itu jauh lebih menyeramkan dari yang melintas di benaknya. Kelam, lembab, sunyi, banyak kelelawar, bau, dan segalanya yang buruk ada di sana. Mata Ratu Kegelapan Lebah yang berwarna hijau tua menerawang dan menusuk.“Tentu saja saya tahu, Bianca. Saya telah meramalkan semua ini melalui bola kristal. Jadi, kau ingin apa?” kata Ratu dengan tegas di singgasana kelelawarnya.“A…aku ingin…jadi…ma…nusia,” jawab Bianca lirih.“Hahahaha! Apa motivasimu, Nak?”“Aku lelah di dunia Lebah. Aku tidak penting di sini. Aku mencintai seorang laki-laki di bawah sana,” jawab Bianca tanpa rasa takut lagi. Tekadnya sudah membulat.“Saya akan mengabulkan permintaanmu. Namun, tidak semudah itu, Bianca. Hanya ada rentang waktu seminggu dan kau harus membuatnya mencintaimu. Kalau tidak, kau akan jadi lebah untuk selama-lamanya. Syarat lainnya adalah kau tidak boleh bercerita tentang syarat ini pada manusia itu,” kata Ratu Kegelapan Lebah.“Baiklah, Ratu. Aku akan menepati janji,” bisik Bianca.“Oh ya, kalau kau tidak berhasil, kau akan menjadi budakku di gua ini sebagai lebah,” tambah Ratu. Bianca mengangguk setuju tanpa pikir panjang lagi.“Pejamkan kedua matamu. Berputarlah tiga kali,” perintah Ratu. Bianca mematuhi perintah Ratu dan WUSS…sekelebat asap ungu menghilangkan Bianca dari pandangan.***“AUW!!” rintih Bianca. Ia terdampar di sebuah pantai pinggir kota. Seakan-akan Ratu melemparnya dari atas sana. Bianca mengerjap-ngerjap dan membelalak. Kedua tangan yang lengkap dengan jari-jari indah, kedua pasang kaki mulus dan putih bak pualam yang sekarang dimilikinya. Ia berkaca pada lautan biru yang bening. Astaga! Ia tak mengenali pantulan bayangan di sana. Siapa aku? Mengapa aku menjadi sangat jelita? Terima kasih, Ratu, pikir Bianca bahagia. Bianca berusaha bangun dan berdiri. Terasa sedikit sulit untuk memijakkan kaki di pasir lembut itu. Ia terus mencoba dan ia bisa berjalan. Tubuhnya dibalut gaun chrome yang indah beserta perhiasan yang berkilauan diterpa sinar matahari. Untunglah, ia memiliki setidaknya satu pakaian. Yang telanjang hanya kakinya.Bianca berjalan menyusuri laut, menembus hutan kecil dan perutnya keroncongan. Ia lapar dan merasa tersesat. Dipanjatnya pohon tinggi di sebelahnya, dengan cepat ia dapat duduk di ranting besar pohon itu. Matanya menerawang, memandang jauh sebuah area tanpa pepohonan yang lebat. Itu dia! Area perkotaan yang ia lihat di Negeri Lebah, batinnya lagi. Dengan cepat ia pun berhasil keluar dari rimba itu. Yang mengherankan Bianca, mengapa ia bisa berlari secepat angin? Bagaikan terbang saat ia bersayap. Kerumunan di pasar itu membuatnya kepanasan. Dilihatnya laki-laki yang ia impikan itu tengah menyiram tanaman di rumahnya yang terletak strategis di pinggir. Bianca mendekatinya.“Permisi, saya butuh tumpangan karena saya dari negeri yang jauh.”“Siapa kamu?” tanya pria itu memalingkan wajah.“Saya seorang gadis yang tersesat,” jawab Bianca.“Kamar saya tidak cukup nyaman untuk gadis secantik kamu,” kata Bianca, tersipu-sipu malu. Wajahnya memerah. Nama laki-laki itu Oliver dan dia tinggal sendiri. Ia yatim piatu dan baru saja ia ditinggal oleh pacarnya, Ivana. Mereka mengenal satu sama lain dan hari itu mereka semakin akrab. Bianca merasa nyaman tinggal di sana. Ia pun tidur dengan nyenyak di kasur empuk itu. Yang ia heran, mengapa ada bekas titik yang berlubang di alas tempat tidurnya? Ia pun teringat. Ia adalah seorang lebah yang memiliki sengatan tajam. Ratu itu licik. Ia masih menyisakan sengatan tajam itu. Bianca ketakutan. Untunglah sengatan itu tidak terlihat kasatmata, hanya berbekas tanpa ada secara fisik. Bagaimana ini? Kalau Oliver sampai tahu, apa yang ia lakukan? Membawaku ke polisi dan mengusirku? Bianca menggelengkan kepala. Jangan sampai ia tahu. Biarlah momen indah ini terus berlanjut tanpa ternodai hal-hal yang buruk.***Pagi pun tiba. Sang mentari menampakan sinar cerahnya dan menjemput Bianca yang terlelap agar bangun. Bianca mengerjap-ngerjap. Ia menyiapkan baju-baju yang diberikan Oliver dan mandi. Setelah itu ia mematut di cermin. Aku sangat mempesona, pikirnya.Setelah puas bersolek, Bianca keluar dari kamar dan tampak Oliver memasak bubur hangat untuk sarapan pagi. Ia menyiapkan dua mangkok bubur. Bianca jadi tidak enak membiarkan laki-laki menyiapkan makanan. Seharusnya ia sebagai perempuan berinisiatif agar tidak hanya merepotkan.“Selamat pagi, Oliver!” sapa Bianca riang.“Eh, Bianca. Selamat pagi,” sapa Oliver kalem. Sejak kedatangan Bianca yang cantik dan riang, hari-harinya menjadi ceria dan hilang kerinduannya pada Ivana. Oliver menatap diri Bianca lama, lama sekali. Rambut panjangnya tergerai dan aura kecantikan dan inner beauty yang natural terpancar dari senyum manis Bianca. Mereka melanjutkan sarapan.“Oliver, tampaknya sore ini aku akan pergi. Sudah cukup merepotkanmu,” kata Bianca. Ia berpikir mungkin ia akan tidur di depan rumah sakit. Biarlah, asal tidak merepotkan Oliver yang sudah susah payah membuatkan bubur untuknya. Secara ekonomi, Oliver adalah manajer perusahaan pertambangan yang ternama. Bianca cukup lega bahwa AC yang dipakainya tidak menyulitkan Oliver.“JANGAN!” seru Oliver kaget, “kamu tidak boleh pergi, Bianca. Kau…kau mewarnai setiap langkah di hari-hariku. Nanti sore aku akan mengajakmu ke department store dan boutique bermerk di sini. Aku akan memberikanmu baju. Tinggallah selama mungkin. Aku bisa menebak, kau masih tak punya tempat tinggal. Kau menabung saja, bekerja rumah tangga di sini dan aku akan menggajimu. Juga menjadi sekertaris pribadiku,” ujar Oliver tersenyum manis. Bianca ternganga.“Benarkah?” matanya berbinar-binar senang, “kau sangat baik, Oliver! Kau tahu? Aku memang tak tahu akan tinggal di mana!”“Bagus, Bianca. Sekarang kau bisa merapikan kamarku,” kata Oliver. Bianca mengangguk setuju. Ia bergegas pergi ke kamar Oliver dan membereskan ruangan yang berantakan itu. Saat hendak melipat selimut, mata Bianca tertuju pada satu foto. Foto seorang wanita manis yang tersenyum sedang merangkul bahu Oliver. Bianca menggeleng. Mungkin itu Ivana. Terbesit rasa cemburu di benaknya. Bianca melihat bekas titik tajam yang membolongi kasur Oliver. Apa itu? Jangan-jangan…ah tidak! Jangan berpikir begitu, Bianca, tidak mungkin.***Oliver duduk termenung di meja kerjanya. Dilihatnya foto Ivana masih terpajang di meja itu. Oliver memutar foto Ivana dan mengeluarkannya dari bingkai, lalu merobeknya perlahan. Hati Oliver masih sakit, walau rasa sakit itu sudah terbendung oleh senyum dan kehadiran Bianca yang ceria. Betulkah ia mencintai Bianca? Oliver menepis pikiran itu dan mencoba berkonsentrasi pada komputernya. Tapi, tidak bisa sebab ia terus memikirkan perempuan itu. Tiba-tiba Oliver teringat masa lalunya. Ia menjadi takut, sangat takut. Jangan sampai ia ditinggalkan Bianca hanya karena ini. Bianca akan kecewa. Terlintas flashback saat ia masih menjadi lebah. “Oliver, jadi kau benar-benar menyukai gadis itu?” tanya Ratu Kegelapan Lebah.“Iya, Ratu. Tolong ubah saya menjadi manusia.”“Saya akan mengubahmu dengan syarat kau harus mendapatkan hatinya selama seminggu. Kalau tidak kau akan menjadi lebah lagi.”“Jangan, Ratu. Butuh waktu lebih dari seminggu untuk merebut hatinya. Aku ingin aku tetap menjadi manusia selama-lamanya sampai mendapatkannya atau mendapatkan wanita lain yang kucintai.”“Baiklah Oliver, dengan syarat kau harus memberikan tahtamu sebagai pewaris kerajaan Lebah Madu kepadaku dan guntinglah sayapmu yang gemerlap itu.”“Aku akan memberikan segalanya demi cinta. Ambil saja tahtaku, aku tidak butuh tahta. Semuanya mengolok-olokku dan meremehkanku. Percuma aku hidup sebagai lebah. Aku ingin jadi manusia, sekarang!” seru Oliver. Lalu Oliver benar-benar menggunting sayap indahnya dan memberikannya ke Ratu Kegelapan Lebah. Lalu ia memberikan mahkota emas miliknya kelak pada Ratu. Lalu Ratu tersenyum licik dan dalam sekejap, ia terbawa asap ke pinggir pantai dengan wujud manusia yang tampan. Tak terasa air mata menetes dari pelupuk matanya. Hasil pengorbanannya sia-sia belaka karena Ivana hanya mengkhianatinya. Mencintainya karena harta dan wajah tampannya. Tak seorang gadispun yang menyentuh hatinya karena Oliver selalu tahu mereka hanya butuh uang dan uang dari cara mereka bersikap. Ia yakin bahwa gadis yang tepat akan datang saat sengatan lebah miliknya hilang tak berbekas. Dan saat itu hampir hilang karena Ivana, Ivana meminta Oliver menandatangani surat pranikah bahwa harta milik Oliver akan menjadi milik Ivana. Oliver tidak keberatan, namun menurutnya belum saatnya untuk menyerahkan harta sebelum pernikahan.“Bapak Oliver, Anda dipanggil Bapak Robert,” kata cleaning service berseragam itu. Oliver berdiri. Aneh, sepertinya ada rasa yang hilang. Ia berbalik melihat kursi bantalnya. Tak ada bekas titik tajam, tak ada lubang dan tak ada rasa sakit saat ia berdiri yang biasa dirasakannya. Berarti...***Bianca mengelap kaca-kaca dan membersihkan dapur seraya berdendang. Rumah Oliver tampak cemerlang karena Bianca dengan tekun membersihkan tiap jengkal rumahnya. Oliver masuk ke rumah itu dan melihat Bianca yang dengan ceria membersihkan dapur dan meja makan. Ia tertawa dalam hati melihat keceriaan Bianca seakan tak ada yang mengganggu hidupnya. Bianca masih layaknya anak yang polos dan baik hati. Hal itu menyentuh hati Oliver.“Hahaha, Bianca, ternyata suaramu indah juga,” tawa Oliver renyah. Bianca menoleh dengan tatapan bingung. Lalu Oliver kembali menertawakan Bianca.“Jangan menertawakan aku terus,” ujar Bianca merengek. Oliver mendekati Bianca dan mengusap kepalanya dengan penuh kasih sayang.“Bi,” ujar Oliver, “nanti malam aku ingin mengajak kamu ke pesta Direktur Utama PT. Jaya Makmur. Pesta pertunangan anaknya,” ujar Oliver.“Aku…tidak pantas sama sekali.”“Hush! Jangan bilang begitu. Kau sangat pantas untuk menghadiri pesta itu. Maka sekarang aku ingin mengajakmu untuk mempercantik diri. Ayo taruh lap itu di tempatnya dan bergegaslah!” kata Oliver menahan Bianca untuk terus mengelap meja makan. Bianca diam sebentar, memandang dalam mata Oliver dan ia masuk ke kamarnya. Ia menyisir rambut panjangnya dan menghela napas merasakan menjadi seorang manusia. Astaga, waktuku sudah kupakai selama tiga hari, empat hari lagi tersisa, batinnya kecewa. Kesempatannya untuk memulai adalah hari ini. Dengan percaya diri Bianca melangkah ke ruang tamu tempat Oliver menunggu.***Oliver mengajak Bianca ke salon untuk mengeriting rambut bawahnya, merapikan poninya agar lebih rata dan di-make up. Selama dua jam, dengan sabar Oliver menunggu seraya membaca majalah-majalah. Banyak headline tentang pertunangan anak direktur kaya yang tak lain adalah Pak Robert dari kantornya. Akhirnya, selesailah riasan Bianca. Bianca terpukau oleh dirinya sendiri. Dia terlalu cantik untuk menjadi manusia. Ratu Kegelapan Lebah memberikannya kecantikan. Jadi, sebenarnya Ratu yang baik atau memang ia cantik saat menjadi lebah? Ia menggeleng sendiri, takut ketahuan Oliver.“Pak Oliver, Mbak Bianca sudah selesai,” kata penata rias itu. Oliver mendongak dari koran yang dipegangnya, dan korannya terjatuh. Ia ternganga dan melamun sebentar memandangi Bianca dari ujung rambut hingga kaki. Tak ada kata lain daripada sempurna.“Oliver? Hei, mengapa melamun?” sapa Bianca manis dengan suaranya yang renyah. Oliver tetap tak bergeming. Bianca menggelitik lehernya dan Oliver tersadar.“Kau sangat cantik, Bianca.”“Terima kasih, Oliver,” kata Bianca tertawa melihat Oliver yang bagai dihipnotis. Bianca mendorong Oliver untuk segera ke kasir. Lalu mereka keluar dari salah sebagai pasangan yang sangat serasi. Oliver membawanya ke sebuah butik bermerek terkenal. Bianca mencari baju yang pantas untuknya. Tak terlalu bercorak, tak terlalu polos. Oliver mencari jas yang pantas pula. Ia menemukan jas putih berkancing emas dengan dasi hitam yang menawan. Ia tersenyum dan mencoba mengenakannya, sementara Bianca sudah menemukan sebuah baju sederhana yang manis, belakangnya terbuka, memperlihatkan punggungnya dan depannya bermodel strapless. Warnanya biru muda seperti langit, dengan renda di pinggul serta pita kecil di dada. Lalu ia mengambil high heels biru yang agak tua dengan logo hati di tengahnya dan haknya transparan.Bianca mengenakannya di ruang ganti dan mematut. Sama, cantik juga. Merekapun selesai membayar dan dengan anggunnya Bianca berjalan membawa dompet kecil emas. Oliver tampak gagah dengan setelan jas itu dan naik mobil menuju hotel berbintang enam yang terlihat megah bagi Bianca. Mereka berjalan berdampingan, dan agar Bianca tidak tersandung, Oliver menyampirkan tangan Bianca di lengannya. Bianca merasa risih, namun ia tak melawan. Lalu sampailah mereka di pesta yang megah dan ramai itu. Banyak pasang mata memandang mereka terpana. Seakan-akan merekalah pasangan yang akan ditunangkan, bahkan ada yang hendak mengucapkan namun sadar bahwa yang bertunangan sudah ada di panggung.“Oliver, semua ini menakjubkan!” ujar Bianca senang.“Tak ada yang lebih menakjubkan daripada kau,” tutur Oliver sopan. Pipi Bianca menjadi merah semu. Tak ada yang pernah memujinya seperti ini. Rasa cintanya menjadi bertambah pada Oliver. Ia bertekad merebut hatinya malam ini juga. Mereka menyusuri pesta ramai nan meriah itu dan saling menyapa dengan manajer lainnya. Banyak yang mengira Bianca adalah pacar Oliver dan memuji kecantikannya. Oliver menggandeng tangan Bianca erat dan membawanya ke teras hotel yang dipenuhi lampu redup dan meja berhias candle light dinner. Mereka duduk di satu meja dan memesan lychee ice tea serta tenderloin steak dan menyantapnya dengan semangat penuh.“Ver, aku kenyang sekali,” rengek Bianca.“Sama, Bi. Kalau begitu kita bungkus saja untuk esok hari,” kata Oliver, berdiri dari kursinya dan masuk ke aula pesta untuk menemui pelayan. Dilihatnya seorang pelayan sedang melayani seorang perempuan. Siluet tubuhnya sepertinya familier baginya. Cantik, ramping, berkulit kuning langsat dan tinggi. Tiba-tiba dadanya sesak. Ia tahu itu siapa. Pelayan lain menghampirinya dan dengan cepat Oliver memintanya membungkus itu dan mengantarkan ke meja nomor delapan. Rasa cinta yang masih terpendam membuncah, menarik Oliver untuk mendekati dia. Oliver menahan semua itu dan kembali ke mejanya untuk menemui Bianca.“Bi, sepertinya setelah membungkus steak kita pulang saja, ya.”“Ada apa, Ver? Wajahmu pucat.”“Aku tidak enak badan,” jawab Oliver berdusta. Pelayan itu datang dan memberikan satu tempat styrofoam berisi makanannya.“Hei, Oliver! Masih ingat aku, kan?” sapa suara lembut yang dikenalnya.“I…vana?” ucap Oliver terbata-bata. Rasa rindu, kesal, cinta, marah bercampur aduk menjadi satu. Ivana meraih Oliver dan memeluknya seakan-akan mereka sahabat lama yang baru bertemu hari ini. Mereka berbincang-bincang cukup lama sementara Bianca menunggunya seperti orang bodoh. Banyak pemuda melempar senyum padanya dan ia membalas semua senyum itu. Akhirnya selesailah pembicaraan mereka. Selama perjalanan menuju rumah Oliver mereka tidak berbicara apa-apa. Oliver terlihat senyum-senyum sendiri, kadang terkikik dan tak memedulikan Bianca. Bianca menyangka bahwa Oliver sudah jatuh ke pelukan Ivana kembali. Sia-sia sudah perjuangannya. Ia akan menjadi seekor lebah malang yang melayani Ratu Kegelapan.***“Oliver, aku masih mencintaimu. Waktu itu aku dipaksa orang tuaku. Maafkan aku, Ver. Aku ingin kita seperti dulu karena orang tuaku sudah setuju,” ujar Ivana dengan raut wajah serius.“Apa? Jadi sekarang kita bisa bersama lagi?” Oliver membelalak senang.“Ya, besok aku akan datang ke rumahmu dan kita akan jalan ke Mall. Kau mau kan menjadi milikku lagi?” sinar mata Ivana menggoda Oliver.“A…aku tidak ta…hu,” jawab Oliver lirih. Ia tahu ia juga mencintai Bianca. Hatinya terbelah dua. Ia tak tahu yang mana cinta sejatinya. Ivana yang menjadi tujuan hidupnya namun menyakitinya-kah? Atau gadis periang yang menawan yang baru datang dan membawa warna kehidupan? Pertemuan singkat dengan Ivana hanya membawanya ke hidup penuh dilema.***Bianca tersedu-sedu. Hari ini adalah hari keenam. Kalau hari ini ia masih belum dapat menaklukkan Oliver, berarti waktunya hampir habis. Jam empat sore di pinggir pantai adalah saat terakhirnya di dunia manusia bila Oliver masih belum menyatakan cintanya. Tubuhnya menjadi lemas mengetahui sisa hidupnya hanyalah menjadi budak dan menjadi lebah di gua seumur hidupnya tanpa bisa berkelana seperti lebah lainnya.TING-TONG! Bianca tersadar dari fantasi sedihnya, lalu menuju pintu. Ia membuka pintu itu. Terlihat seorang perempuan berambut cokelat sebahu yang lebih tinggi sedikit darinya dan terlihat mempesona. Matanya sayu indah, bola matanya hijau tua. Tunggu! Bianca merasa ia pernah melihat mata sendu itu. Siapakah dia gerangan?“Halo, kau pasti Bianca. Oliver sudah menceritakan tentangmu. Terima kasih sudah menjaganya selama aku tak ada,” sapanya to the point. Bianca merengut. Kau meninggalkannya dengan luka dan datang seakan-akan tak bersalah. Seenaknya saja menganggapku penitipan, desahnya dalam hati. Tatapan Bianca tidak begitu welcome, dan Ivana seakan tahu gadis itu tidak suka kehadirannya. Lihat saja Bianca, perjuanganmu sebagai manusia akan sia-sia dan kau akan menjadi lebah seumur hidupmu, melayani aku! Hati Ivana berbisik. Bianca merasa foto itu dan Ivana yang ini berbeda. Mata Ivana di foto itu cokelat tua. Bukan hijau tua. Kecurigaan Bianca bertambah.“Ivana, I miss you!” sapa Oliver dari jauh. Mereka berangkulan. Bianca diam dengan perasaan cemburu dan marah. Ia berlari ke kamarnya. Oliver melihat Bianca yang terlihat marah. Ia heran melihat cara berlari Bianca yang begitu cepat seperti terbang. Apakah ia juga...? Ah tidak, Ver, tidak mungkin.“Oliver, ayo kita pergi ke Mall. Ada sale besar-besaran lho!” bujuknya.“Iya, iya,” ia mengiyakan, “Bianca! Tolong jaga rumah ya!” teriaknya. Mereka berdua pergi. Ivana yang menyetir mobil. Namun Oliver merasa ada yang janggal dengan Ivana yang ini. Matanya hijau tua! Lalu, ke mana ia pergi? Sepertinya ini arah menuju pinggir kota. Bukan menuju mall!“IVANA! KE MANA KITA?” teriak Oliver.“Lihat saja sendiri,” ujar Ivana, “tempat asalmu!” tawanya licik. Oliver mengenali tempat itu. Pinggiran pantai dengan hutan. Tempat di mana ia dijatuhkan dari negeri Lebah.“Kau bukan Ivana,” tukas Oliver.“Memang, makanya aku tidak bermata cokelat.”“Lalu, siapa kau?”“Aku? Aku yang merubahmu jadi manusia!” tawanya. Tiba-tiba sekujur tubuh Ivana berubah menjadi wanita berjubah gelap. Oliver mengenalinya sebagai Ratu Kegelapan Lebah.“KAU! Ratu yang licik. Mengubahku menjadi manusia, menyisakan sengatan lebah, menjadi lelaki yang menggoda Ivana. Berarti sekarang kau mengulangi itu. Kau menggodaku agar meninggalkan Bianca!” teriak Oliver memberontak. Ia memukul punggung Ratu dan keluar dari mobil. Namun hutan merapat dan Oliver tidak bisa pulang ke kota. Matanya memburam dan ia merasa mengantuk. Iapun tidur di tengah keganjilan hutan.***Bianca mencari-cari Oliver di kerumunan kota. Malam itu tidak menemukan Oliver. Bianca kembali ke rumah dengan kecewa. Ke mana Oliver dan Ivana? Ia mendesah. Pagi ini hati Bianca sesak mengetahui ini adalah jam-jam terakhir sebelum kepergiannya. Ia masuk ke kamarnya, menikmati sisa hidup paling bahagianya di dunia manusia yang bukan dunianya.***Oliver terbangun jam 10 siang. Hoammm! Ngantuk sekali ia. Dilihatnya hutan yang normal, tanpa ada Ratu Kegelapan di sebelahnya. Dengan perasaan lega, ia mengendarai mobil ke rumahnya. Perjalanan melewati hutan sangat sulit menggunakan mobil. Ia turun dan menyadari bahwa larinya lebih cepat dari mobil sebab ia berasal dari Negeri Lebah. Namun saat ia mencoba berlari cepat, kemampuan itu tidak ada lagi. Saat ia mencoba melubangi kursi mobil dengan sengatan transparannya, tidak ada juga bekasnya. Aku telah menemukan cinta sejatiku. Kalau Ivana yang kemarin palsu, berarti Bianca-lah cinta sejatiku.Maka ia berjalan menyusuri gelapnya hutan. Ia melirik jam. Sudah tiga jam ia berjalan. Sekarang jam satu siang. Ia sangat merindukan tawa ceria Bianca dan berlari sebisanya menuju daerah perkotaan. Akhirnya sampailah ia pada jam dua siang. Ia menerobos masuk rumah dengan terengah-engah lelah. Oliver ingin menemui Bianca dan berdiri di depan pintu kamarnya bersiap mengetuk. Saat tangannya hendak mengetuk, didengarnya doa Bianca. Ia menguping.“Ya Tuhan, hari ini adalah hari yang paling menyenangkan, membahagiakan sekaligus menyedihkan. Masa kehidupanku sebagai manusia usai sudah dan aku akan mengabdi pada Ratu Kegelapan. Aku tahu tindakanku ini salah, merubah diri menjadi manusia. Tapi hal ini kulakukan terpaksa demi cintaku yang sangat besar pada Oliver, seorang manusia. Aku senang punya pengalaman untuk menjadi manusia. Tapi dua jam lagi aku akan pergi ke pantai dan diangkat ke atas. Aku takkan bisa merasakan kamar ini dan memiliki kedua tangan untuk berdoa. Tuhan tolong jaga Oliver agar ia bisa hidup bahagia dengan Ivana sebagai manusia. Terima kasih Tuhan,” ia menutup doanya. Oliver terkejut setengah mati dan dunia seakan berputar kembali. Ia pingsan di lantai. Bianca terhenyak. Bunyi apakah itu? Ia melihat tubuh Oliver yang lunglai di depan kamarnya. Oliver mendengar doaku! Bagaimana ini? Bianca segera menulis surat dan ia pun pergi dengan kakinya.***AC di ruangan Oliver bocor. Salah satu airnya mengenai kelopak matanya. Ia mengerjap-ngerjap siuman. Dilihatnya amplop putih di dadanya dan membaca isinya. Aku pergi ke pinggiran pantai. Maafkan aku telah membohongimu, Ver. Aku sayang padamu. Jam empat aku pergi. Jangan cari aku karena aku tidak pantas untukmu. Oliver tidak menghiraukan peringatan Bianca dan ia berlari mengejarnya menuju hutan. Mengetahui ia tak cukup kuat berlari kencang, ia menggunakan motor kecil yang bisa menyusup di tengah rapatnya batang pohon. Jam tiga lebih lima belas menit! Ia mempercepat laju motornya. Kalau saja pada hari keenam ia dibawa pergi sampai pagi, tak begini jadinya. Licik.***Bianca duduk di tepi pantai. Gelombang di laut biru jernih bergerak-gerak membasahi kaki telanjangnya. Ia tidak lari dengan cepat lagi, makanya ia menggunakan mobil yang ada di tengah perjalanan walau susah menyusup di hutan. Langit masih biru dan berawan. Belum ada tanda-tanda ia dijemput. Di tengah laut, muncullah Ratu Kegelapan Lebah dengan jubah hitamnya. Ia berjalan di atas air dan mendekati Bianca.“Poor little Bianca. Kasihan sekali kau, tidak dapat menaklukkannya!” tawanya keras. Bianca tiba-tiba melihat sesuatu. Mata Ratu itu hijau tua dan sendu. Itu mata yang waktu itu ia lihat di diri Ivana. Ia yakin Ratu Kegelapan mengelabui Oliver.“Kau licik sekali, Ratu. Kau menjelma menjadi Ivana dan mengalahkan aku. Tidak bersaing sehat,” ucap Bianca pucat.“Kenyataannya Oliver masih mencintai Ivana kan? Sejujurnya, ia ke dunia manusia untuk mengejar cintanya pada Ivana.”“APA? Lalu sebenarnya siapa ia?”“Lebah, sama sepertimu. Ia sudah mencintaimu, namun kau kabur. Bodoh!” ejek Ratu. Bianca menyesal. Kalau saja ia tidak kabur. Langit biru terbuka perlahan. Ia menangis. Perih hatinya.“Sudah tiba waktumu, Bi.”“TIDAK!” teriak suara laki-laki. OLIVER!“Oliver!” sambut Bianca, “aku mencintaimu!” ia memeluk Oliver.“Aku juga, Bianca. Aku seekor lebah. Dengar, jangan pernah pergi dariku lagi. Kau adalah matahari dalam hidupku. Kau cinta sejatiku hingga sengatan lebahku hilang!” kata Oliver. Ratu tampak sangat marah. Saat Ratu hendak menyemburkan api dari mulutnya, Mereka seakan dilindungi bola tebal berwarna merah. Cinta. Cinta yang menangkis segalanya. Cinta mereka begitu kuat dan menerjang balik Ratu. Ratu pun hancur dan tenggelam ditelan laut. Sebagai gantinya, seorang peri cantik datang.“Terima kasih telah menyelamatkanku, aku terperangkap di tongkat sihir Ratu Kegelapan. Sekarang, apa keinginan kalian?”“Aku hanya ingin menjadi lebah lagi karena menjadi manusia penuh perjuangan,” ujar Bianca, “dengan Oliver,” katanya. Oliver mengangguk setuju. Dalam sekejap, barisan bintang membawa mereka ke dunia lebah.***Oliver dielu-elukan masyarakat lebah. Ia mendapatkan kembali tahta kerajaannya dan menjadi lebah madu. Hanya mereka yang bersayap emas dengan permata di ujung sengatan lebah mereka masing-masing. Mereka tidak lagi terkucilkan dan Raja bangga pada puteranya. Oliver memerintah kerajaan dengan bijaksana didampingi seorang istri yang bijak, Bianca.“Bi,” desah Oliver, “kalau cinta kita terlambat saat itu, aku takkan mau hidup lagi. Tak ada wanita yang kucintai sepertimu.”“Aku juga mencintaimu, Ver,” kata Bianca, “bila cinta terlambat, penyesalan tidak akan ada akhirnya,” tambah Bianca. Mereka sangat bersyukur memiliki suatu pelajaran untuk tidak terlambat dalam segala sesuatu apalagi cinta, karena cinta sejati hanya satu di dunia.
0 komentar:
Posting Komentar