Tidak ada kebaikan bagi pembicaraan kecuali dengan amalan.
Tidak ada kebaikan bagi harta kecuali dengan kedermawanan.
Tidak ada kebaikan bagi sahabat kecuali dengan kesetiaan.
Tidak ada kebaikan bagi shadaqah kecuali niat yang ikhlas.
Tidak ada kebaikan bagi kehidupan kecuali kesihatan dan keamanan

Minggu, 12 Desember 2010

30 BUNGA HARAPAN

Fadhil merasa dirinya tak bisa lagi bertahan di Cairo.
Setelah Tiara menikah, hidup di Cairo sama sekali tidak indah.
Apalagi Zulkifli telah memutuskan untuk hidup beberapa
tahun di Cairo. Ia yang telah menyelesaikan S.1 di IAIN Ar
Raniry hendak mencoba S.2 di Institut Liga Arab.
Fadhil menceritakan rencananya kepada Cut Mala adiknya.
Bahwa jika dia lulus. Yang berarti selesai sudah S.1-nya
ia akan pulang. Pulang ke Indonesia. Ke Aceh untuk menemani
ibunya. Atau ke kota lain untuk mencari pengalaman kerja.
Jika belum lulus ia akan meninggalkan Cairo dan akan memilih
tinggal di Tanta. Yang penting jauh dari Tiara dan suaminya.
Ke Cairo hanya unhuk hal-hal penting dan jika ujian tiba.
"Kalau pulang dari mana kakak akan dapatkan uang? Beli
tiket itu perlu uang Kak. Trus uang yang pinjam Kang Azzam
untuk biaya rumah sakit kakak juga belum dikembalikan.
Bagaimana Kak?" tanggap Tiara.
Habiburrahman El Shirazy
358
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Entahlah semoga nanti ada jalan. Yang jelas, sangat
berat untuk tetap bertahan di Cairo."
Cut Mala hanya diam. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan
kakaknya. Cut Mala masih ingin, kakaknya itu tetap di
Cairo menemaninya. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya bahwa
kakaknya akan bisa bertahan jika kakaknya itu menemukan
pengganti yang lebih baik dari Tiara. Entah kenapa tiba-tiba
ia merasa seperti menemukan cahaya. Ia teringat dua orang
yang menurutnya, pesonanya jauh mengalahkan Tiara. Dua
orang itu adalah Anna Althafunnisa dan Masyithah.
Ia berniat mempertemukan, atau lebih tepatnya menjodohkan
kakaknya tercinta dengan salah satu dari keduanya.
Dalam pandangannya mereka berdua sangat istimewa. Baik
secara fisik, intelektual maupun akhlaknya. Dan ia merasa
kakaknya berhak mendapatkan salah satu di antara mereka
berdua. Ia tiba-tiba tersadar, Anna Althafunnisa sedang pulang
di Indonesia. Umurnya lebih tua dari kakaknya. Dan
sudah S.2.
Rasanya agak susah mempertemukannya dengan kakaknya.
Meskipun bukan hal yang musta hil. Namun ia rasa yang
paling pas adalah Masyithah. Umurnya sama dengan Tiara.
Dan dalam banyak hal sebenarnya Masyithah lebih unggul.
Hanya saja Masyithah memang tidak pernah membuka dirinya
ke publik. Ia bercadar. Hanya orang-orang tertentu yang tahu
segala kelebihannya. Termasuk wajahnya yang jelita khas
perpaduan Mesir-Pakistan. Ia ingin mempertemukan kakaknya
dengan gadis kelahiran Banda Aceh itu.
"Lebih baik tunggu pengumuman saja dulu Kak. Setelah
itu nanti kembali kita pikirkan," kata Cut Mala berusaha
menenangkan.
* * *
Pengumuman hasil ujian itu akhirnya datang. Kampus Al
Azhar kembali menunjukkan wibawanya.
Ribuan mahasiswa menangis bahagia karena lulus. Tidak
sedikit yang menangis sedih karena tidak lulus, dan karenanya
harus mengulang di tingkat yang sama satu tahun.
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
359
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Azzam datang ke kampus dengan hati diliputi rasa takut
dan harap. Sepanjang jalan menuju kampus ia berdoa semoga
lulus. Di gerbang kampus ia bertemu Ali dan Miftah.
"Gimana Li, Mif ? Lulus?"
"Alhamdulillah, saya lulus, jayyid Kang. Nanti malam kita
syukuran. Miftah juga lulus tapi masih ninggal dua mata
kuliah," jelas Ali dengan muka berseri-seri.
"Alhamdulillah. Lha aku bagaimana? Kalian tahu nggak
aku lulus atau tidak?"
Miftah.
"Lihat saja sendiri Kang. Lebih mantap!" tukas
Azzam bergegas menuju papan pengumuman. Ratusan
mahasiswa berdesakan melihat papan pengumuman. Sesaat
lamanya Azzam mencari-cari namanya tidak juga ketemu.
Akhirnya setelah seperempat jam mencari ia menemukan
namanya. Dan dengan hati berdebar ia baca. Ia dinyatakan
lulus dengan predikat: "JAYYID".
Azzam langsung sujud syukur. Berkali-kali Azzam mengumandangkan
takbir. Sebuah senyum tersungging di bibir.
Pikirannya langsung melayang ke Indonesia. Ke wajah ibunya,
dan adik-adiknya tercinta. Sudah sembilan tahun ia berpisah
dengan mereka. Rencananya sangat jelas dan tidak perlu
ditunda lagi. Yaitu pulang. Ia tak ingin berlama-lama. Dua
hari lagi adalah awal Agustus. Ia teringat pesan Husna, agar
pulang awal Agustus jika bisa. Sebab saat itu Husna ada di
Jakarta untuk menerima penghargaannya sebagai salah satu
penulis cerpen terbaik di Nusantara.
"Ya, insya Allah, kita bertemu di Jakarta, Husna.
Azzam langsung cepat-cepat mencari telpon. Ia harus
segera menghubungi Nasir meminta tiketnya di-conform untuk
penerbangan dua hari yang akan datang. Tak ada lagi alasan
untuk menunda pulang.
Sampai di Mutsallats Azzam langsung ke tempat Adil
Ramadhan memberitahukan bahwa dua hari lagi ia akan meHabiburrahman
El Shirazy
360
Ilyas Mak’s eBooks Collection
ninggalkan Cairo. Mungkin untuk selamalamanya. Imam
Muda itu langsung menjabat tangannya erat dan berkata,
"Selamat berjuang dan mengamalkan ilmu. Baik, nanti malam
Al-Quranmu kita khatamkan!" Azzam sangat bergembira
mendengar hal itu.
Tidak lupa Azzam juga memberitahukan dan berpamitan
kepada bapak-bapak KBRI yang selama ini menjadi langganannya.
Mereka semua mengucapkan selamat jalan. Ketika
ia memberitahu Pak Amrun Zeinu ihwal kepulangannya,
Atase Perdagangan itu langsung memintanya datang menemuinya.
Tanpa pikir panjang Azzam datang menemuinya.
"Ada apa Pak?" Azzam langsung menga jukan pertanyaan
begitu ia duduk di hadapan Pak Amrun.
"Jadi kau benar mau pulang?" Yang ditanya malah balik
bertanya.
"Ya. Dua hari lagi, insya Allah."
"Kebetulan sekali. Kau mau tidak saya ajak bisnis?"
"Bisnis apa Pak?"
"Bisnis pengiriman buku-buku teman-teman mahasiswa.
Begini Zam, seperti yang kautahu, bulan ini aku dapat jatah
mengirim satu kontainer. Itu akan aku gunakan untuk mem -
fasilitasi teman-teman mahasiswa yang ingin mengirimkan
kitab-kitab dan buku-buku mereka. Seperti biasa hitungan per
kardus. Kontainer akan tiba di Jakarta. Untuk wilayah Jakarta
dan Jawa Barat sudah kutunjuk si Aan Zaidan sebagai penanggung
jawab pengiriman ke alamat masingmasing. Jadi
jasa kita meliputi pengirimannya di Indonesia sekalian. Lha
untuk wilayah Jateng, Jogja dan Jatim aku belum ketemu
orang yang tepat. Karena kau mau pulang bagaimana kalau
kau saja penanggung jawabnya?"
Azzam langsung paham. Baginya itu adalah tawaran
yang sangat menarik. Paling tidak bisa jadi kerjaan begitu tiba
di Tanah Air.
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
361
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Boleh Pak. Dan langsung saja. Kita profesional saja Pak.
Untuk bisnis ini insentif untuk saya berapa? Biar saya
semangat gitu lho Pak?"
"Saya samakan dengan Aan saja ya?"
"Luas Jawa Tengah dan Jawa Timur itu tidak bisa dibandingkan
dengan luas Jawa Barat lho Pak. Apalagi misalnya
ada yang rumah mahasiswa itu Banyuwangi, ada yang Cilacap,
ada yang Brebes. Dari ujung ke ujung. Bisa lebih profesional
Pak?"
Pak Amrun langsung paham dengan siapa ia berhadapan.
Azzam sudah cukup kenyang berbisnis. Meskipun tempe dan
bakso. Tapi pengalaman itu sangat membedakan Azzam dengan
Aan. Azzam bisa tegas dalam negosiasi dan terasa begitu
lincah. Sementara Aan saat itu begitu ditawari angka nominal
langsung mengiyakan. Pak Amrun tidak mau mempermalukan
dirinya sendiri dengan mendapat stigma tidak profesional di
mata Azzam.
"Baik, dua kali lipatnya Aan. Bagaimana Zam?"
"Berapa insentif Aan?"
"Tiga ratus lima puluh dollar. Jadi insentifmu setelah
seluruh tugasmu selesai adalah tujuh ratus dollar. Bagaimana?"
Azzam berpikir sebentar. Lalu menjawab, "Baik. Setuju
Pak."
Azzam keluar dari ruangan Pak Amrun dengan penuh
kemenangan dan bahagia. Ia semakin cepat ingin pulang. Ia
tidak akan menganggur. Pekerjaan pertama setelah pulang
adalah mengantarkan kitab-kitab yang dibawa kontainer Pak
Amrun. Ia akan keliling Jawa Tengah, Jogja dan Jawa Timur.
Pekerjaan lapangan yang mengasyikkan.
Dari tempat Pak Amrun, Azzam menyempatkan untuk
menemui Pak Ali. Kepada Pak Ali ia memberitahukan kepulangannya
ke Indonesia yang tinggal dua hari lagi. Azzam
minta untuk didoakan agar diberi keselamatan dan kemudahan
segala urusan.
Habiburrahman El Shirazy
362
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Yang paling penting, saat kamu bermasyarakat jagalah
akhlak muliamu agar kamu dimuliakan oleh orang lain. Ingat
pesanku ini baik-baik ya Mas." Kata Pak Ali sambil menepuknepuk
pundak Azzam.
"Oh ya kau pulang naik apa?" Tanya Pak Ali.
"Naik MAS. Nanti transit di Kuala Lumpur." Jawab
Azzam.
"Wah berarti nanti kau satu pesawat dengan Eliana. Aku
dengar dia mau ke Jakarta dua hari lagi. Juga pakai MAS.
Katanya dia ada pertemuan dengan sutradara di Jakarta. Nanti
saya beritahu Eliana. Dia pasti senang. Sebab katanya dia mau
mengajak ibunya untuk menemaninya ke Jakarta. Katanya
tidak enak pergi sendirian, tidak ada yang diajak bicara. Tapi
Bu Dubes tidak ada waktu. Bu Dubes harus menemani Pak
Dubes berkunjung ke Manshurah, memenuhi undangan
Rektor Universitas Manshurah."
Azzam hanya diam mendengar kabar Pak Ali itu. Ia
berpikir kenapa harus sering bertemu Eliana. Kenapa pulang
ke Indonesia saja juga bersama Eliana. Kalau nanti Eliana
tahu, pasti gadis itu akan minta tempat duduk di sampingnya.
Perjalanan selama sebelas jam. Ia akan bersama gadis itu
selama sebelas jam. Ia merasa harus memikirkan sesuatu
untuk sedikit memberi perubahan pada gadis itu. Ia merasa,
jika selama sebelas jam bersama ia tidak memberi pencerahan
pada gadis itu alangkah mubazirnya. Ia berpikir pencerahan
apa yang harus ia sampaikan pada gadis itu, yang tak lama lagi
mungkin akan menjadi artis paling terkenal di Indonesia?
"Oleh-olehnya sudah dibeli semua?" Pertanyaan Pak Ali
membuyarkan otaknya yang sedang berpikir.
"E..alhamdulillah sudah Pak."
"O ya, bisa tidak saya nitip surat dan oleh-oleh kecil buat
anak saya yang kuliah di Fakultas Kedokteran UNS?"
"Boleh Pak. Tapi oleh-olehnya jangan besar-besar ya Pak.
Sebab yang nitip sudah banyak, tempatnya terbatas."
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
363
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Saya tahu."
"Nama anak bapak itu siapa?"
"Elfira Agustina."
"Saya tunggu paling lambat satu jam sebelum saya berangkat
ke bandara ya Pak. Semakin cepat semakin baik."
"Baik Mas. Terima kasih sebelumnya."
***
Malam itu Azzam khataman. Ia telah selesai belajar tiga
puluh juz. Oleh Adil Ramadhan ia diberi sanad qira'ah Hafs
sampai ke Rasulullah Saw. Ia sangat bangga memiliki sanad
itu. "Sanad ini aku dapat dari guruku Syaikh Farhat Abdul
Majid, beliau mendapatkannya dari Syaikh Mahmud Hushari,
dan seterusnya sampai ke Rasulullah Saw." Jelas Adil pada
Azzam.
Selesai khataman Azzam pulang. Dan rumahnya telah
penuh dengan orang yang hendak mengucapkan salam perpisahan.
Malam itu memang ada acara perpisahan. Semua
anggota rumahnya ada. Nasir, Ali, Nanang, Hafez dan Fadhil
malam itu di rumah tidak ke mana-mana. Acaranya santai.
Hanya makan-makan.
Masih juga ada yang mencoba menitip barang pada
Azzam. Namun ia dengan sangat berat menolaknya. Ia tunjukkan
ranselnya yang khusus untuk membawa barangbarang
titipannya. Sudah penuh dan padat. Bahkan saking
padatnya semut pun nyaris tak bisa menyusup ke dalamnya.
Sementara tas kopernya dan tas jinjingnya juga penuh. Memang
sudah sejak satu bulan sebelumnya ia ancang-ancang.
Malam itu Azzam membagi warisan. Barangbarangnya
yang tidak mungkin ia bawa, ia wariskan pada teman-temannya.
Untuk alat-alat membuat bakso dan tempe serta jaringannya,
tidak ia wariskan, tapi ia jual kepada Rio dengan harga
yang sangat murah. Rio pun senang, bahkan meskipun mem -
bayar, Rio tetap merasa mendapatkan warisan yang luar biasa
berharganya. Dan dalam akad jual beli itu ada satu syarat,
yaitu jika ternyata dalam satu tahun berikutnya Azzam
Habiburrahman El Shirazy
364
Ilyas Mak’s eBooks Collection
kembali ke Cairo, meskipun kemungkinan itu kecil, maka
Azzam akan kembali membayar harga yang sama dan semuanya
kembali ke tangan Azzam. 78
Pagi hari menjelang keberangkatan, Hafez mengetuk
kamar Azzam. Begitu Hafez yang muncul, Azzam langsung
paham.
"Bagaimana Kang? Sudah dibicarakan pada Fadhil atau
Cut Mala?" tanya Hafez dengan nada cemas.
"Belum Fez. Afwan. Fadhil dan Cut Mala saat itu sedang
menghadapi masalah psikologis yang cukup pelik. Aku tak
mau menambah pelik. Jadi aku tunda. Rencanaku nanti akan
aku bicarakan padanya dari Indonesia lewat telpon. Bagaimana?"
Mendengar jawaban itu wajah Hafez berubah. Ia terlihat
kecewa.
"Sungguh Fez. Aku sudah berusaha beberapa kali.Tapi
kesempatan itu belum terbuka. Maafkan aku kalau mengecewakanmu.
Kalau kau tidak bisa bersabar, maka kau bisa
langsung bicara empat mata dengan Fadhil. Atau enam mata
dengan Cut Mala sekalian."
Hafez terdiam.
"Baiklah Kang. Aku tetap percayakan pada Sampeyan.
Tapi tolong jangan ditunda lagi. Begitu sampai di Indonesia
sambil memberi kabar pada Fadhil sampaikan keinginanku
mengkhitbah Cut Mala, adiknya. Tolong jangan lupa dan
jangan ditunda-tunda Kang."
"Baik Fez,insya Allah."
Mendengar jawaban itu bunga -bunga harapan bermekaran
di hati Hafez. Ia merasa betapa bergairahnya hidup
memiliki bunga-bunga harapan. Dan bunga harapan paling
78 Akad jual beli dengan syarat seperti yang diminta Azzam ini, tidak
diperbolehkan oleh mayaritas ulama fiqh, kecuali dari kalangan Syiah Imamiyyah.
Penjelasan lebih detilnya insya Allah ada di novel DARI SUJUD KE SUJUD (Ketika Cinta
Bertasbih 3).
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
365
Ilyas Mak’s eBooks Collection
indah adalah harapan mendapat cinta dari orang yang dicinta.
Bunga harapan paling menggairahkan dan paling menghidupkan
adalah harapan mereguk cinta sambil bertasbih dan bertahmid
memuji dan menyucikan asma Allah Yang Maha
Pengasih dan Penyayang.
Detik-detik mengharukan tiba. Rumah Azzam kembali
penuh orang. Menjelang berangkat ada acara kecil pelepasan
ke Bandara. Ada kesan-kesan dari teman-teman yang ditinggalkan
terutama teman satu rumah. Yang paling terbata -bata
karena terharu akan ditinggalkan adalah Fadhil. Ia merasa
Azzam adalah sosok yang sangat berarti baginya selama ini.
Yang lebih terbata-bata bahkan sampai menangis saat menyampaikan
kalimatnya adalah Azzam. Ia tidak kuasa menahan
sedihnya meninggalkan Bumi Para Nabi yang sudah
menjadi Tanah Air keduanya.
"Semoga benar kata orang Mesir, bahwa yang telah
minum air Nil ia akan kembali lagi berulang kali ke Mesir."
Ucap Azzam di akhir sambutan.
Koper, tas dan ransel diturunkan. Tiga mobil Eltramco
telah datang. Sebagian mahasiswa ikut mengantar ke Bandara
sebagian lagi tidak. Tiga mobil Eltramco itu penuh. Azzam
satu mobil dengan Nasir, Hafez, Fadhil, Ali dan beberapa
teman yang selama ini akrab dengannya.
"Kang, nanti kalau menikah kasih kabar ya." Nasir membuka
percakapan.
"Pasti Sir. Tapi sampai sekarang aku belum punya calon
Sir. Kau ada pandangan Sir?" Tanya Azzam.
"Siapa Kang ya?" Jawab Nasir.
"Alah Sir, kau kan punya adik perempuan si Laila. Kenapa
tidak kasih aja si Laila. Kang Azzam mau kan dengan si
Laila?" Celetuk Ali membuat suasana hangat.
"Iya Sir. Kayaknya si Laila sama Kang Azzam itu memiliki
mental yang sama. Mental bisnis. Itu klop Sir. Bagaimana
Sir?" Tambah Hafez.
Habiburrahman El Shirazy
366
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Nasir diam tak bisa berkata -kata. Ia tidak menyangka
kalau perkataan isengnya akan menyerang dirinya. Azzam
yang dalam mobil itu paling dewasa senyamsenyum saja.
"Aku tahu, ya Nasir gengsi lah menjodohkan adiknya
dengan penjual tempe dan penjual bakso yang terkenal sering
tidak naik tingkat. Sampai-sampai S.1 saja sembilan tahun. Ya
nggak Sir?" Santai Azzam membuat Nasir semakin terpojok.
Tapi tiba-tiba Nasir punya ide mengalihkan perhatian sekaligus
memanaskan suasana.
"Bukan begitu Kang. Aku sih tidak keberatan. Yang
paling penting kan Sampeyan. Apa Sampeyan berminat dengan
adik saya, Laila. Dia itu aktivis habis. Tak betah diam di
rumah. Aku lihat sih untuk Sampeyan, biar kehidupan rumah
tangga balance ada sosok yang lebih tepat." Jawab Nasir
membuat yang mendengar penasaran. "Siapa Sir?" Tanya Ali.
"Jangan kaget ya...." Sahut Nasir sambil menaik turunkan
alisnya.
"Udah cepat, siapa yang lebih tepat untuk Kang Azzam?"
Desak Hafez.
"Dia adalah orang yang halus budi bahasanya, selama ini
juga dikenal baik oleh Kang Azzam. Dia adalah Cut Mala, adik
Fadhil Mutahar."
Fadhil tersentak, Azzam tersentak, dan yang paling tersentak
adalah Hafez. Hatinya langsung didera rasa cemburu
luar biasa mendengar pujaan hatinya disebut namanya dan
disandingkan dengan orang lain dan bukan dirinya.
Fadhil segera menguasai dirinya. Ia mengerti maksud
Nasir. Jelas Nasir ingin menggojlog dirinya. Ia tak mau jadi
tempat gojlogan.
"Di atas segalanya adalah cinta. Jika Kang Azzam bisa
mencintai adik saya dan adik saya mencintainya maka kenapa
tidak?" Ujar Fadhil tegas.
Mobil Eltramco terus melaju. Membelah Hayyu Tsamin.
Azzam tersenyum sendiri mendengar hal itu.
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
367
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Kenapa tersenyum sendiri Kang?" Tanya Ali yang
melihat ekspresinya.
"Wah ini menarik. Lha siapa yang tidak suka sama Cut
Mala? Jangan-jangan yang ada di mobil ini selain Fadhil
semuanya pada naksir Cut Mala. Wah ini perlu gerak cepat.
Siapa cepat dia dapat! Ayo siapa yang berani saat ini melamar
Cut Mala pada kakaknya, paling tidak menyatakan rasa cinta.
Siapa berani?" Tukas Azzam santai.
Semua diam. Hening. Azzam tersenyum penuh kemenangan.
Ia geli melihat anak-anak itu besar diomongan kecil di
nyali. Ia berkata begitu sebenarnya ingin memberi peluang
pada Hafez untuk bicara. Tapi Hafez malah mematung dengan
bibir kaku terkunci rapat.
"Baik, pada diam semua. Tidak ada yang berani? Saya
tawari satu per satu. Hafez bagaimana Fez? Tertarik sama Cut
Mala? Ingin menyunting Cut Mala? Ayo angkat suara. Bicara
pada kakaknya, mumpung dia sudah mengumumkan yang
penting cinta. Di atas segalanya adalah cinta?"
Hafez diam.
"Kau Sir, bagaimana? Berani?"
Nasir diam juga.
"Kau Li, Mif, Kim, Bur, Dul, Wur, dan kau Man, Gilman.
Bagaimana ada yang berani menyampaikan isi hatinya? Ada
yang berani?"
Semua diam.
"Bagaimana ini Dhil, semua nggak ada yang berani. Aku
yakin mereka semua sama naksir pada adikmu itu, tapi entah
kenapa mereka diam seribu bahasa." Kata Azzam tenang. Ia
yang sejak awal mau dijadikan bahan gojlokan sudah menang
sepuluh kosong.
"Yang akan menyunting adikku memang hanya orang
yang punya nyali Kang. Cut Malahayati tidak akan bersanding
kecuali dengan lelaki sejati." Sahut Fadhil bangga.
Habiburrahman El Shirazy
368
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Karena semua diam dan tidak ada yang berani. Aku tidak
ingin dikatakan dalam mobil ini tidak ada lelaki sejati. Okey
Dhil, sampaikan pada adikmu itu aku melamarnya. Aku mencintainya!"
Kata Azzam yang dengan nada seolah-olah serius,
padahal dalam hati ia hanya ingin memancing cemburu pada
orang-orang yang ada di dalam mobil itu. Terutama Hafez.
Semua yang mendengar perkataan itu tersentak. Terutama
Hafez. Ia bagai disambar petir. Ulu hatinya seperti
ditusuk tombak berkarat.
"Kau serius, Kang?" Tanya Ali.
"Kenapa kau gusar, Li?" Sambut Azzam.
"Ah tidak Kang. Tapi benar kata Nasir, Cut Mala memang
cocok untuk Sampeyan."
"Pokoknya kalian jangan iri ya kalau penjual tempe ini
nanti menyunting gadis Aceh itu he he he...."
Hafez merasakan tubuhnya seperti mau hangus. Ia sangat
marah dan jengkel tapi ia tidak bisa berbuat apaapa. Tak lama
mobil sampai di Bandara. Barang-barang diturunkan dan
diletakkan di troli. Semua yang mengantar ikut masuk ke
dalam Bandara. Masih ada waktu satu jam setengah.
Hafez mendekati Azzam dan berbisi.
"Tega benar kau Kang!" Kata Hafez dengan wajah geram.
Azzam tersenyum.
"Wualah Fez. Jadi kau menganggap serius guyonan di
mobil tadi. Kau kan lihat dari awal tadi itu guyonan. Gojloggojlogan.
Tenanglah aku tak akan berbuat jahat padamu.
Nanti akan aku sampaikan yang sebenarnya pada Fadhil.
Jangan kuatir. Toh aku sudah mau pulang. Kau masih di
Cairo. Apa yang kau kuatirkan?"
"Maafkan aku Kang. Aku sangat cemburu tadi."
"Aku tahu."
Azzam sampai di Bandara dan bertemu dengan Pak Ali.
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
369
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Mas Irul langsung saja masuk. Eliana sudah di dalam.
Sepuluh menit lagi chek in tutup!" Kata Pak Ali seketika itu
juga mengingatkan. Azzam merangkul dan meminta doa pada
Pak Ali.
"Aku doakan semoga ilmumu bermanfaat, kau sukses dan
hidupmu barakah dan bahagia. Semoga selamat sampai Indonesia.
Sampaikan salam saya pada keluargamu dan pada Pak
Kiai Lutfi ya. Jangan lupa." Lirih Pak Ali di telinga Azzam.
Azzam mengangguk.
Dan detik-detik yang sangat berat baginya itu pun
datang. Detik-detik berpisah dengan teman-teman. Detikdetik
meninggalkan bumi tempat ia belajar bertahun-tahun. Ia
harus masuk ke dalam Bandara untuk mengambil boarding
pass. Satu per satu teman yang mengantarnya ia peluk dengan
hati basah dan mata berkaca-kaca. Di telinga mereka ia
bisikkan permintaan maaf jika ada khilaf, juga permohonan
doa agar selamat selama dalam perjalanan.
Saat memeluk Fadhil, ia meminta untuk tabah. Ia juga
meminta agar omongannya di mobil tadi jangan diperhatikan.
Jangan dimasukkan dalam hati. Dianggap angin lalu saja. Ia
hanya bercanda. Ia juga menjelaskan ada seseorang yang
sebenarnya menginginkan Cut Mala, adiknya. Dan orang itu
bukan dia.
"Siapa orangnya Kang?" Tanya Fadhil penasaran.
"Yang jelas dia termasuk sangat dekat denganmu dan
sangat mencintai adikmu itu. Dan sekali lagi yang jelas orang
itu bukan aku. Nanti lebih jelasnya aku telpon dari Indonesia
saja ya." jawab Azzam lirih.
Setelah semua ia peluk, satu per satu koper dan barangbarang
bawaannya ia masukkan ke dalam alat detektor. Ia lalu
masuk ke kawasan yang hanya boleh dimasuki para penumpang.
Ia melambaikan tangan perpisahan. Azzam langsung ke
meja pengambilan boarding pass. Kopornya ditimbang. Tak ada
masalah. Ranselnya tetap ia cangk long dan tas jinjingnya ia
bawa dengan tangan kanan.
Habiburrahman El Shirazy
370
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Setelah mengambil boarding pass, Azzam berjalan menu-ju
ruang tunggu pemberangkatan. Tas ransel dan tas jinjing-nya
harus melewati detektor terakhir untuk dilihat isinya. Tak ada
masalah. Ia lalu berjalan melewati free duty. Ia melihat sekilas,
tak ada barang yang menarik untuk dibeli. Ia melewati stand
penjual majalah dan koran. Ia teringat Husna yang suka
menulis. Mungkin beberapa koran dan majalah asli Mesir dan
Timur Tengah akan membuat adiknya itu senang. Ia beli
koran Ahram, Gomhoriya, dan Syarq El Ausath. Untuk majalah
ia memilih majalah El Adab, El Arabi dan El Manar El Jadid.
Harganya dua kali lipat dari biasanya. Tak apa. Tetap ia
bayar demi adik yang dicintainya. Ia lalu mengambil tempat
duduk tak jauh dari papan informasi jadwal kedatangan dan
pemberangkatan. Ia melihat ke jadwal, seperempat jam lagi ia
akan boarding. Ia melihat sekeliling. Mencari-cari Eliana.
Tidak ia temukan. Ia lihat ratusan penumpang sudah siap
berangkat. Sepertiga lebih adalah mahasiswa dari Malaysia.
Tak ada yang ia kenal. Jika ia melihat mahasiswa Malaysia itu
dan mereka melihatnya, ia tersenyum dan menganggukkan
kepala. Mereka juga akan melakukan hal yang sama. Sebuah
penghormatan untuk saudara. Merasa seolah sudah kenal
lama.
Ia membuka koran Ahram, yang pertama ia baca adalah
tulisan Prof. Dr. Muhammad Imarah. Tulisan yang sangat
menyentuhnya tentang pentingnya ijtihad. Di jaman global
yang sedemikan cepat berubah, ijtihad adalah sebuah kemestian
yang tidak bisa diabaikan. Mengebiri ijtihad sama saja
menginginkan umat ini mati pelan-pelan. Itu kesimpulan yang
ia dapat dari esai yang ditulis pemikir yang sangat disegani di
Mesir dewasa ini. Tiba-tiba ia merasa benar-benar tidak merasa
rugi membeli koran-koran dan majala h itu. Ilmu dan informasi
yang baru saja ia dapat sangat mahal harganya. Ia terus
membaca sampai ia mendengar pengumuman agar penumpang
pesawat MAS segera masuk pesawat.
Ia bangkit dan berjalan ikut antrean masuk pesawat. Seorang
petugas dari MAS memeriksa lembar boarding pass satu
per satu dan menyobeknya. Hatinya bergetar hebat saat ia
menginjakkan kakinya di dalam pesawat. Ia nyaris tidak
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
371
Ilyas Mak’s eBooks Collection
percaya bahwa sebentar lagi ia akan pulang ke Indonesia. Ia
tidak peduli lagi pada Eliana. Ia berjalan dan mencari tempat
duduknya, 9C. Ketemu. Ia meletakkan barang-barangnya di
bagasi yang ada di atas kepalanya. Ia melihat ke deretan
tempat duduknya. 9A ditempati oleh lelaki bule, 9B seorang
gadis Mesir memakai jilbab modis model Turki sampai di
leher saja. Gadis itu tersenyum padanya sambil mengangguk.
Ia merasa senyum gadis Mesir itu begitu alami dan manis.
"Ya Allah jagalah aku dari fitnah wanita."
Doanya lirih dalam hati sambil duduk di samping gadis
itu. Memang, di samping gadis Mesir itulah ia harus duduk.
Seluruh penumpang sibuk dengan meletakkan barang bawaan
dan mencari tempat duduknya. Ia mencium bau wangi dari
parfum gadis itu. Ia lihat lelaki bule yang duduk di dekat
jendela telah mulai asyik membaca sebuah buku. Ia jadi
teringat bahwa perjalanan ke Jakarta cukup panjang dan lama.
Ia ingat koran-koran dan majalahnya. Bisa untuk dibaca-baca.
Ia bangkit mengambil Ahram dan El Arabi dari tas jinjingnya.
Ia duduk dan memasukkan koran dan majalahnya itu di
kantung tempat majalah yang ada di depannya. Ia melihatlihat
ke depan ke arah pintu pesawat. Ia tidak menemukan
sosok Eliana. Ia merasa tak perlu lagi mencari Putri Pak
Dubes itu.
"Dia toh bisa ngurus dirinya sendiri." Katanya pada dirinya
sendiri.
Ia memasang sabuk pengamannya lalu mengambil koran
Ahram dan mulai membaca. Kali ini opini yang ditulis sejarawan
terkemuka Prof. Dr. Sa'duddin Zifzaf. Baru membaca
satu alenia ia mendengar gadis yang ada di sampingnya berta -
nya padanya,
"Maaf, Anda dari Indonesia atau Malaysia?"
Ia menghentikan bacaannya.
"Saya dari Indonesia." Jawabnya pelan.
"Dari Jakarta?"
"Tidak, saya dari Surakarta."
Habiburrahman El Shirazy
372
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Oh Surakarta. Surakarta itu dari Solo dekat ya?"
Azzam tersenyum mendengar pertanyaan gadis Mesir
itu.
"Surakarta itu nama lain Solo, Nona."
"O ya. Maaf, saya kira Surakarta itu bersebelahan dengan
Solo. Saya memang sedikit bingung. Ternyata nama lainnya
ya."
"Nona pernah ke Indonesia?"
"Pernah. Dan ini saya kebetulan mau ke Indonesia lagi.
Ke Jakarta. Anda nanti turun di Jakarta kan?"
"Ya, nanti saya turun di Jakarta.. Kalau boleh tahu Nona
ke Jakarta dalam rangka apa?"
"Menyusul ayah saya."
"O."
"Ayah saya tugas di Jakarta. Di Kedutaan Mesir di Jakarta."
"O. Di bagian apa
"Atase Politik."
"Kalau boleh tahu siapa nama beliau?"
"Namanya baru saja Anda baca. Tertulis di koran yang
ada di tangan Anda."
Azzam mengerutkan dahi
"Prof. Sa'duddin Zifzaf maksud Nona?" Tanyanya untuk
memastikan.
"Ya."
"Benarkah?"
"Ya. Benar."
"Ini. Yang nulis di Ahram ini?" Tanya Azzam sambil
memperlihatkan opini yang tertulis di koran itu. Di bawah
judul tertulis nama Prof. Dr. Sa'duddin Zifzaf."
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
373
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Gadis itu mengangguk dan tersenyum.
"Ya itu yang menulis ayahku."
"Kalau begitu salam ya untuk beliau. Saya penggemar
berat tulisan-tulisan beliau. Kalau boleh tahu siapa nama
Nona?"
"Sara. Lengkapnya Sara Sa'duddin Zifzaf."
Azzam tiba-tiba merasa sangat beruntung. Jika ia bisa
berkenalan dengan Prof. Dr. Sa'duddin Zifzaf tentu ia merasa
lebih beruntung lagi. Pramugari mengumumkan pesawat akan
segera terbang. Para penumpang diminta memasang sabuk
pengaman. Tak lama kemudian pesawat itu mulai berjalan.
Sara memejamkan mata, kedua tangannya menengadah. Ia
berdoa. Azzam memperhatikan sekilas. Ia mendengar suara
anak Prof. Sa'duddin itu membaca doa safar.
Azzam tersadar, ia juga harus berdoa, sebentar lagi ia
akan melakukan perjalanan panjang. Pulang ke Indonesia.
Bertemu dengan Husna, Lia, Sarah dan ibundanya tersayang.
Tiba-tiba ia didera rasa rindu dan haru teramat dalam. Setelah
sembilan tahun lebih di perantauan ia akhirnya akan segera
pulang.
"Kalau Anda mau, nanti di Jakarta aku kenalkan dengan
ayahku."
Ucap Sara usai berdoa. Azzam masih menunduk dan memejamkan
mata. Ia masih larut dalam doanya. Pesawat berjalan
semakin kencang. Dan akhirnya terbang meninggalkan
tanah Mesir. Azzam merasakan hatinya bergetar.
Ketika pesawat telah mengangkasa beberapa saat lamanya
awak pesawat mengumumkan sabuk pengaman boleh
dilepas. Pesawat berjalan dengan stabil dan tenang. Azzam
kembali melanjutkan membaca koran. Para pramugari mulai
sibuk membagi makanan dan minuman. Di antara deru mesin
pesawat Azzam mendengar seseorang memanggilnya pelan.
"Mas Irul."
Ia menoleh ke samping kanan. Eliana.
Habiburrahman El Shirazy
374
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Eliana berdiri di samping kanannya.
"E...ya."
"Mas Irul. Mas Irul pindah ke kursi di samping saya ya.
Nomor 15 F. Saya sudah bilang pada orang samping saya itu
untuk bisa tukar kursi dengan Mas Irul. Saya ingin banyak
bercerita pada Mas Irul. Bagaimana Mas?"
Azzam tidak langsung menjawab, ya. Ia menoleh ke gadis
Mesir di sampingnya.Gadis itu sedang membaca majalah yang
disediakan pesawat. Saat Azzam ragu Eliana terus mendesak.
Akhirnya Azzam mengangguk dengan hati berdebar. Ia tak
kuasa menolak permintaan Putri Pak Dubes itu. Ia tidak
menemukan alasan kuat untuk menolaknya. Saat berjalan ke
arah 15 F mengikuti Eliana, Azzam sempat berdoa dalam hati,
"Ya Allah jagalah hamba-Mu yang lemah ini."
Bersambung ke ...
"KETIKA CINTA BERTASBIH 2"

0 komentar:

Posting Komentar

 
Cheap Web Hosting | new york lasik surgery | cpa website design