erakan emansipasi yang tengah digembar-gemborkan di negeri-negeri
Muslim, yang katanya memperjuangkan kesetaraan jender, kalau boleh
dibilang tidak lain adalah “kesetaraan semu” atau malahan suatu
pelecehan terhadap kaum wanita. Mungkin ungkapan ini akan membuat para
feminisme tersirat darahnya dan mengeriput bibirnya. Bagi mereka non
Muslim tentu tidak ada salahnya berteriak-teriak menyuarakan kesetaraan
ini, karena memang konsep hidup mereka akan tetap dan selalu penuh aib,
cela dan kekurangan karena timbul dari memperturutkan nafsu; sementara
jiwa (nafsu) senantiasa mengajak kepada keburukan dan ketidakpuasan.
-tidak bisa dipungkiri bahwa seruan ini bersumber dari pemikir kafir,
sebagaiamana pengakuan para feminisme bahwa kesetaraan jender berasal
dari dua teori, teori Karl Marx (1818-1883) “analisa konflik” dan teori
“struktur fungsional” Email Durheim (1858-1P17/1917)
Artinya, sebagai seorang Muslim, yang telah diberi Allah, -Sang
pencipta jenis kelamin dengan segala sifat (baca: jender) yang melekat
padanya- berbagai aturan hidup yang sempurna, yang jelas-jelas terbukti
mengandung keadilan dan kesesuaian; akan amat lucu dan memalukan jika
ikut-ikutan meneriakkan apa yang mereka teriakkan. Mungkin akan timbul
pertanyaan,”Bukankah ketidakadilan itu juga terjadi di tengah kehidupan
kaum muslimin? Bukankah penindasan perempuan juga dijumpai di negri yang
dihuni kaum muslimin? Jawabnya, “Ya,” akan tetapi hal itu tidaklah
harus menjadikan kita latah, membenarkan dan menelan mentah-mentah apa
yang disuarakan orang-orang kuffar terhadap sesama komunitasnya.
Kita akui bahwa itu terjadi, akan tetapi semua terjadi karena
kesalahan kita, umat Islam sendiri, yang sudah meninggalkan dan jauh
dari ajaran agamanya.”Dan apa musibah yang menimpa kamu maka adalah
disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri,” (QS. Asy-Syuura:30) Jika
kita mau kembali meniti agama kita ini, sungguh kaum muslimin tidak akan
terjebak oleh seruan “emansipasi dengan kesetaraan semu” yang
jelas-jelas merusak harga dan jati diri umat Islam; yang diserukan oleh
mereka yang jelas-jelas buta dan bodoh tentang ajaran Islam ini. Berikut
tulisan yang akan mengenalkan apa sesungguhnya hakikat seruan
emansipasi dan bagaimana kedudukan perempuan dalam Islam.
Apa sebenarnya tujuan emansipasi wanita?
Seruan kepada emansipasi wanita yang sudah lama dikumandangkan, (kalau dilihat dan diteliti lebih jauh) sebenarnya tidak lain bertujuan menghancurkan Islam dan tabiat kaum muslimin. Orang-orang kufar benar-benar telah mengetahui bagaimana sempurnanya agama ini dan bagaimana kuatnya umat Islam berpegang teguh dengannya. Mereka amat tahu, ketika umat Islam berpegang teguh dengan agamanya dan konsisten dengan petunjuk Nabi-Nya -lebih-lebih para wanitanya-, pastilah kehidupan kaum muslimin itu jauh lebih baik dan memiliki kekuatan menghadapi musuh-musuhnya.Semua musuh-musuh Islam, lebih-lebih Yahudi dan Nasrani, sangat iri dan benci (jika kaum muslimin kuat). Merekalah yang memunculkan malapetaka emansipasi wanita ini untuk memecah-belah persatuan kaum muslimin, serta menyebarkan berbagai macam kerusakan di tengah-tengah mereka. Di antara seruan mereka adalah agar para wanita Islam keluar dari pingitannya (rumahnya) hingga hilang rasa malunya.
Kalau sudah demikian, maka sangat mudah bagi mereka (Yahudi dan Nasrani) untuk menguasai, menjajah dunia Islam, serta menghinakan kaum muslimin. Semua ini bisa terjadi kalau kaum muslimin menyambut baik seruan-seruan itu, khususnya kaum wanitanya. Sebagai buktinya adalah (betapa memprihatinkannya) kondisi kita sekarang ini -kita mohon keselamatan kepada Allah dari tipu daya musuh -musuh agama ini-.
Untuk mewujudkan keinginan mereka itu, para dedengkot Zionis mencanangkan satu strategi untuk menghancurkan kekuatan umat Islam, yang berbunyi, “Wajib bagi kita untuk menghancurkan akhlak (umat Islam) di semua tempat. Baru setelah itu kita akan mudah menguasai mereka.”
Demikian juga ucapan Glaston (asal Inggris) yang ambisius, “Tidak akan tegak kondisi timur (Dunia Islam) selama mereka belum melepaskan hijab (cadar) dari wajah-wajah wanita, lalu menutup al-Qur’an dengan kain cadarnya, minum minuman keras, mengkonsumsi narkoba, melacur, dan melakukan berbagai macam kemaksiatan. Jika sudah demikian, maka baru bisa hancur kekuatan umat Islam!!”
Pembaca yang budiman, coba lihat dan renungkanlah bagaimana ucapan-ucapan mereka. Sesungguhnya dan sebenarnya mereka tidaklah menyeru kepada emansipasi atau kebebasan wanita, akan tetapi menyerukan penghancuran umat Islam.
Padahal Allah telah memuliakan kaum wanita, telah mengangkat kedudukannya, dan telah memberikan secara penuh hak-hak kebebasannya.
Bagaimana Keadaan Wanita Pra-Islam?
Kalau kita mau melihat kebelakang, sebelum datangnya Islam, maka kita akan mengetahui bagaimana sesungguhnya sejarah wanita pada masa itu (jahiliah).Sedikitnya ada empat hal yang perlu kita ingat.
1. Kebencian sebagian bangsa Arab terhadap wanita. Allah berfirman,
“Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu.” (Q.S.an-Nahl:58-59)
2. Al-Wa’du: mengubur anak perempuan hidup-hidup.
Karena kebencian mereka terhadap anak perempuan, mereka tidak mungkin sabar melihat anak-anak perempuan mereka hidup. Alasan mereka antara lain karena takut miskin dan menanggung malu. Sebab kehidupan mereka selalu disibukkan oleh peperangan, maka wanita umumnya dijadikan tawanan perang, lalu diperjualbelikan. Sehingga jika ada seorang wanita tertangkap oleh musuh, maka berarti satu kehinaan bagi kabilahnya.
3. Wanita tidak mendapat harta waris, sebagaimana yang dinyatakan oleh Umar bin Khaththab, “Demi Allah, kami pada masa jahiliyah tidak memasukkan wanita dalam urusan, hingga Allah mendudukan mereka dan membagi (harta warisan) untuk mereka sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah.”
4. Bermacam-macam bentuk pernikahan.
Termasuk bentuk penghinaan terhadap wanita adalah menjadikan mereka tempat pelampiasan syahwat sehingga kehidupan mereka seperti binatang, bahkan lebih hina. Contohnya adalah sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Aisyah rodhiallahu’anha. Beliau berkata, Bentuk pernikahan pada masa jahiliyah itu ada empat :
- Nikah sebagaimana yang telah ditetapkan Islam.
- Nikah dengan cara menyuruh istri ketika dalam kondisi tidak haidh untuk bersenggama dengan fulan; sementara suaminya sama sekali tidak menggaulinya hingga benar-benar telah hamil (dengan si fulan). Itu semua dilakukannya untuk mendapatkan keturunan yang baik.
- Nikah dengan berkumpul sejumlah orang (kurang dari sepuluh) lalu menggauli seorang wanita dengan cara bergantian. Setelah hamil dan melahirkan, si wanita mengundang semua laki-laki itu dan tidak ada alasan untuk bagi mereka untuk tidak datang. Setelah semua datang, maka si wanita memilih salah seorang dari mereka untuk mengambil anak tersebut, dan laki-laki yang dipilih tidak boleh menolaknya.
- Nikah dengan cara laki-laki berkumpul tanpa membatasi jumlahnya lalu menggauli seorang wanita. Wanita itu tidak boleh menolaknya. Si wanita adalah pelacur. Mereka menancapkan bendera di atas pintu-pintu para pelacur sebagai tanda bagi laki-laki yang ingin menggaulinya. Apabila hamil, lalu melahirkan, maka wanita itu memanggil semua laki-laki yang telah menggaulinya. Lalu dia memilih salah seorang di antaranya untuk mengambil anak tersebut. Laki-laki yang dipilih tidak bisa menolaknya.
- Nikah dengan cara apabila seorang bapak meninggal maka anak
laki-laki tertua yang paling berhak untuk menikahi ibunya. Yaitu dengan
cara melemparkan bajunya ke atas baju ibunya. Kalau hal itu dilakukan
berarti dia telah menikahi ibunya. Anak laki-laki tersebut pada asalnya
bebas memilih untuk menikahi atau melarang ibunya menikah lagi hingga
mati; lalu mewarisi harta ibunya atau bisa juga ibunya itu menikah lagi
dengan cara menebus (membayar) sejumlah harta sesuai dengan apa yang
telah disepakati. Boleh
juga saudara kandungnya menikahi ibunya dengan cara membayar mahar lagi dan ini berlanjut hingga turun ayat:
“Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu, terkecuali pada masa yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan seburuk-buruknya jalan (yang ditempuh).” (Q.S. an-Nisa’:22).
Yahudi dan Nasrani benar-benar telah mengerahkan segala kemampuan untuk merealisasikan cita-cita mereka: menyebarkan seruan yang busuk ini di tengah-tengah umat Islam, khususnya di kalangan wanitanya. Mereka juga memiliki antek-antek baik dari kaum laki-laki ataupun wanita. Semua itu tergantung kepada umat Islam sendiri.
Bagaimana Ucapan/Pandangan Tokoh-Tokoh Emansipasi?
Telah berjalan konspirasi busuk ini yang terdiri dari laki-laki dan wanita dengan dipimpin oleh tokoh-tokohnya, seperti:1. Marcos Fahmi (seorang Nasrani), yang menerbitkan sebuah buku karyanya pada tahun 1894 M dengan judul al Mar’ah fi asy Syarqi (Wanita di Timur -maksudnya dunia Islam-). Di antara isinya adalah seruan tentang wajibnya melepas cadar (hijab) bagi wanita, campur-baur antara laki-laki dan perempuan, mempersulit perceraian, dan melarang poligami.
2. Huda Sya’rawi, yaitu seorang wanita hasil didikan Eropa yang telah merealisasikan ajaran-ajaran majikannya dengan membentuk organisasi Persatuan Wanita Mesir, yang bertujuan menuntut emansipasi wanita, kebebasan wanita untuk buka cadar (hijab), dan kebebasan bergaul.
3. Penyair Jamil Ahidqi az-Zuhaimi. Di antara syairnya berbunyi:
Wahai wanita Irak robeklah cadarmu.Demikianlah, mereka telah mensifati perintah Allah untuk menutup aurat, berhijab, menjaga kehormatan, menjaga kesucian, dengan sifat sebagai penyakit yang membahayakan. Mereka benar-benar telah melampaui batas terhadap kekuasaan penciptaan, perintah Allah, padahal Allah telah berfirman,
Dan keluarlah kamu, kehidupan yang ada butuh pada perubahan. Robek, lalu
bakarlah cadarmu tanpa ragu-ragu.
Benar-benar telah dusta slogan yang menyatakan cadar itu sebagai penjaga.
Wahai anak wanita yang lemah, keluarlah tanpa hijab (cadar) karena ia adalah
penyakit masyarakat yang membahayakan.
“Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah.”(Q.S. al-A’raf:54)Ibnu Katsir berkata, “Milik Allah-lah kekuasaan serta pengaturan itu. Allah berfirman, “Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang kamu lahirkan dan rahasiakan); dan Dia Mahalembut lagi Maha Mengetahui.” (Q.S. al-Mulk: 14)
Sampai hari ini, orang-orang yang seperti mereka jumlahnya banyak . Mereka menyeru dan menyebarkan kerusakan serta kehinaan. Memerangi semua keutamaan, bersikap sombong dan congkak atas perintah-perintah Allah.
Athiyah Khumais, dalam bukunya al-Harakah as-Siasiyyah wa Shilatuha bi al-Isti’mar (Hubungan Antara Pergerakan Politik dengan Penjajahan), menjelaskan dengan gamblang tentang tipu daya musuh-musuh kita, sementara kita lalai atau pura-pura lalai; berjalan dengan mengikuti syahwat dan
mengejar kelezatan. Maka waspadalah akan bahaya yang besar ini, bersatulah dan bangkitlah dari tidur nyenyak kalian. Sesungguhnya ini merupakan perkara yang sangat membahayakan.
Bagaimana Kedudukan Wanita dalam Islam?
Islam menempatkan wanita pada kedudukan yang tepat, dalam tiga hal pokok sebagai berikut.1. Kedudukannya sebagai manusia. Islam mengenal wanita sebagai manusia yang sempurna sebagaimana halnya laki-laki. Dalam hal ini tidak ada yang meragukan atau yang mengingkarinya dari mayoritas umat terdahulu yang sudah memiliki peradaban.
2. Kedudukannya dalam masyarakat. Islam telah membuka pintu lebar-lebar bagi wanita dalam hal pendidikan. Mendudukkan wanita pada tempat yang mulia dalam masyarakat di berbagai sisi kehidupan, mulai dari lahir hingga akhir kehidupan. Yaitu kemuliaan yang sesuai dengan perkembangan usia, dimulai
dari masa anak-anak, menikah, sebagai ibu rumah tangga, sehingga masa tuanya; dan perhatian tersebut terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur dan status sosial. Semakin tua semakin dicintai, disayangi, dan dihormati.
3. Hak-hak wanita. Islam telah memberikan hak pemilikan harta secara sempurna dalam semua penggunaannya, ketika wanita itu sudah balig. Tidak seorang pun dijadikan sebagai penentu atas harta itu kecuali dirinya, baik itu bapak kandungnya, suaminya, atau sanak saudaranya.
Apa Hasil Emansipasi?
(Dari penjelasan di atas timbul pertanyaan), “apakah hak-hak (posisi mulia yang telah ditempatkan oleh Islam) didapatkan dari mereka yang mengusung slogan-slogan kemajuan? Yang menyeru kepada kebebasan wanita, emansipasi, dan kesetaraan gender?Mereka menyatakan/menuduh (Islam) tidak pernah memberikan hak-hak wanita; selalu memenjarakan wanita dalam rumah tanpa malu-malu; sekadar menjadikan wanita-wanita itu sebagai barang dagangan untuk bersenang-senang dan memuaskan syahwat yang sangat hina.
Mereka menginginkan anak-anak dan istri-istri kita (Muslim) keluar ke jalan-jalan dengan telanjang, bebas bergaul dengan laki-laki manapun. Inilah kebebasan yang mereka cita-citakan dan hak-hak yang mereka tuntut.
Kalau demikian, lalu di mana kita letakkan rasa cemburu atas harga diri dan kehormatan kita?
Sungguh benar dan sangat tepat apa yang telah disabdakan oleh nabi kita Shallollahu ‘alaihi wasalam terhadap mereka atau yang semisal mereka, sebagaimana Imam Ahmad dan Bukhari telah meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Mas’ud, “Sesungguhnya dari apa yang dijumpai manusia dari ungkapan kenabian adalah, ‘Jika hilang rasa malumu, maka perbuatlah apa saja.’”
Demi Allah, mereka benar-benar telah terjungkal dalam jurang kehinaan, dalam pelukan Salibiah yang sangat benci pada Islam dan Majusiah yang sangat buruk. Mereka itu tidak lain hanya trompet-trompet (pengeras suara) mengikuti perintah-perintah tuannya, baik dari Barat atau Timur untuk merusak kita dan agama kita.
Demi Allah, mereka tidaklah menyeru kepada kebebasan wanita atau menuntut hak-hak wanita, akan tetapi yang sebenarnya adalah kebebasan menikmati kemolekan tubuh wanita. Bebas meninggalkan akhlaq yang mulia lagi utama dan bebas dari adat istiadat yang baik. Mereka ingin menyebarkan kerusakan dan kehinaan di muka bumi ini. Itulah impian-impian mereka. Kita meminta kepada Allah keselamatan. Wallahu A’lam.
Maraji’:
1. Al Huquq az Zaujiyyah fii al Kitab wa as Sunnah, oleh Hasyim bin Hamid ar Rifa’i.
2. Al Mar’ah al Muslimah al Mu’ashiroh, oleh Dr. Ahmad bin bin Abdullah Aba Buthain.
Diambil dari majalah Fatawa
0 komentar:
Posting Komentar