Detik demi detik ia dicekam rasa cemas dan takut. Ia
merasa seperti seorang penjahat yang menunggu giliran
eksekusi hukuman mati. Ia seperti menunggu giliran un-tuk
dihukum pancung. Ia tak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah.
Ia terpaksa mengundurkan jadwal pulangnya. Beberapa orang
yang tahu ia akan pulang kaget ia tak jadi pulang.
Abduh dan Maftuh bertanya, "Kok diundur kenapa?"
Furqan menjawab, "Masih ada keperluan yang harus aku
selesaikan."
Ia masih belum bisa menerima bahwa ini semua akan
menimpa dirinya.
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
303
Ilyas Mak’s eBooks Collection
"Ya Allah jangan Engkau uji hamba dengan penyakit itu.
Ya Allah rahmati hamba-Mu yang lemah ini, rintihnya
berulang kali dalam hati.
Setiap kali shalat ia selalu menangis. Ia merasa tidak ada
lagi tempat berlabuh dan mengungsi mencari keamanan kecuali
kepada Allah Yang Maha Mengatur nasib hamba hamba-
Nya. Bayangan menakutkan mengidap virus HIV terus menterornya.
Ia sangat sedih dan membutuhkan orang yang
menghiburnya. Namun ia tidak berani bercerita. Ia simpan
sendirian di dalam dada. Ia sangat tersiksa.
Jika akhirnya ia benar-benar mengidap HIV, habis sudah
masa depannya. Ia merasa menjadi orang paling malang dan
paling sengsara di dunia. Ia merasa menjadi manusia paling
hina dan paling tiada berguna. Ia akan dipandang sebagai
makhluk yang menjijikan oleh siapa saja. Bahkan juga oleh
keluarganya.
Ia kembali menangis meratapi nasibnya. Apa gunanya
gelar M.A., jika ia mengidap penyakit paling ditakuti manusia
sedunia. Apa gunanya belajar bertahuntahun di bumi para
nabi, jika akhirnya pulang hanya membawa aib bagi diri dan
keluarga.
Ia benar-benar merasa sangat nelangsa dan tersiksa. Ia
merasa, kepalanya dipenggal seribu kali lebih baik dari-pada
disiksa dengan rasa takut yang sangat mencekik seperti ini.
Dalam kondisi seperti itu ia terus berusaha untuk tetap sadar,
bibir dan hatinya basah oleh istighfar.
Tiga hari berlalu. Hari penentuan tiba. Dengan tubuh
lemah ia datang ke Rumah Sakit Ains Syam untuk mengambil
hasil test darahnya. Ia berharap bahwa Allah masih melindungi
dirinya.
Habiburrahman El Shirazy
304
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Ketika ia menanyakan hasil test darahnya pada seorang
petugas dengan memberikan secarik bukti ia pernah test tiga
hari yang lalu, petugas itu berkata,
"Maaf Tuan, dengan sangat terpaksa Tuan harus test
darah lagi."
Mendengar kata -kata itu tubuhnya seakan mau hancur.
Tubuhnya gemetar. Dengan terbata -bata ia bertanya, "Ke...kenapa?
A...apa ada tanda-tanda saya positif. Dan untuk
meyakinkan lagi saya harus test ulang?"
"Tidak Tuan. Kebetulan sampel dari Tuan dan beberapa
sampel yang lain hari itu belum kami bawa ke laborato-rium.
Kami letakkan di almari itu. Dan almari itu ambruk karena
kecerobohan seorang petugas kami. Sampel-sampel darah itu
tumpah. Jadi tidak bisa dianalisis di laboratorium. Kami benarbenar
minta maaf atas insiden yang tidak kami inginkan ini.
Jadi Tuan kami minta test darah kembali. Kami akan menganalisisnya
secepat mungkin, besok Tuan bisa datang melihat
hasilnya. "
Furqan sedikit lega. Ia merasa eksekusi hukuman pancungnya
tertunda satu hari. Dengan pasrah ia kembali diambil
darahnya. Furqan pulang dengan pikiran kosong. Hidup ia
rasakan sebagai sebuah penderitaan.
* * *
Kampus Al Azhar University kembali memperlihatkan
wibawanya.
Ujian Al-Quran secara lisan mulai dilaksanakan
Mayoritas mahasiswa bergumul dengan hafalannya. Ada
yang optimis, ada yang pesimis. Yang hafalannya lancar, ujian
lisan terasa sangat menyenangkan. Tak ada yang perlu dita -
kutkan. Apa yang perlu ditakutkan oleh orang yang hafal
ayat-ayat suci Al-Quran? Melantunkan ayat-ayat suci AlKetika
Cinta Bertasbih Buku I
305
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Quran yang diminta doktor penguji dengan tartil dan tenang
adalah sebuah kenikmatan yang susah dilukiskan.
Sebaliknya, bagi yang tidak hafal, atau belum hafal, masuk
gerbang kampus saja telah membuatnya berkeri-ngat
dingin. Wajah ramah doktor penguji terasa sangat menyeramkan.
Detik-detik dilalui dengan jantung berdegup kencang.
Azzam tidak perlu datang ke kampus, karena ia sudah
tidak perlu lagi ujian Al-Quran. Semua mata kuliahnya sudah
lulus. Tinggal satu saja yang belum; yaitu Tafsir Tahlili. Hari
itu yang ujian Al-Quran adalah Ali dan Nanang. Ali berangkat
dengan tenang dan senyum mengembang. Enam juz telah ia
hafal sejak dua bulan yang lalu di luar kepala. Selama di dalam
bus, dari rumah sampai kampus, ia mengulang hafalannya
dengan penuh penghayatan.
Sementara Nanang berangkat dengan wajah pucat. Selain
karena kurang tidur, karena semalam suntuk ia ma-sih
berjuang menghafal, ia didera rasa cemas lantaran masih ada
sahu juz yang belum benar-benar ia hafal. Yaihu juz enam.
Jika juz enam yang jadi perhatian utama doktor penguji, maka
mata kuliah Al-Quran benar-benar terancam. Nanang benarbenar
pasrah. Ia sedikit menye-sal kenapa tidak sejak awal
tahun ia menghafal, sehingga mendekati ujian seperti itu ia
tinggal mengulang dan mengulang.
Sampai di kampus, ujian lisan telah berjalan. Ali langsung
menyerahkan kartu mahasiswanya begitu doktor penguji
keluar dari ruangan unhuk memanggil mahasiswa yang siap.
Ali masuk bersama dua orang dari Pakistan. Doktor benarbenar
menguji. Setiap juz ditanyakan. Ali bisa menjawab
dengan lancar dan tenang. Dua mahasiswa dari Pakistan itu
menjawab dengan bacaan yang indah dan lantang. Doktor
penguji tersenyum senang. Semua pertanyaan tidak ada yang
Habiburrahman El Shirazy
306
Ilyas Mak’s eBooks Collection
tidak terjawab. Akhirnya doktor penguji berkata, "Semoga
Allah memberkahi kalian!"
Ali dan dua mahasiswa Pakistan keluar dengan senyum
mengembang.
Di ruang yang lain, Nanang baru saja masuk karena namanya
dipanggil doktor penguji. Ruang ujian Nanang dan
ruang Ali terpisah. Nomor induk mahasiswalah yang menentukan.
Nanang duduk sendirian. Ia tegang. Doktor pengujinya
memilih menguji mahasiswanya satu per satu.
"Namamu Nanang?" tanya Doktor itu.
"Iya Doktor."
"Dari Indonesia ya?"
"Indonesianya di daerah mana?"
"Dari Lamongan, Jawa Timur, Doktor."
"Lamongan itu kalau dari Surabaya jauh?"
"Tidak terlalu jauh, kurang lebih lima puluh kilo saja."
"Tahun lalu saya ke Surabaya, saya diudang oleh seorang
Doktor Tafsir lulusan Al Azhar ini yang mengajar di sana.
Saya diundang untuk memberi prasaran tentang ‘Dunia jin dan
Setan dalam Pandangan Al-Quran dan Sunnah'." Jelas Doktor
berkaca mata tebal itu.
"Doktor sempat ke mana saja selama di Indonesia, terutama
ketika di Surabaya?" Rasa tegang Nanang telah hilang.
Ia jadi berani bertanya kepada Doktor yang hendak mengujinya
itu.
"Selain di IAIN Sunan Ampel, saya sempat memberi
ceramah di Universitas Airlangga, wawancara di Radio Delta,
dan dibawa panitia ke sebuah pesantren tua di Bangkalan. Oh
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
307
Ilyas Mak’s eBooks Collection
ya, saya juga diminta memberikan kuliah umum di Universitas
Muhammadiyah Malang."
"Bagaimana kesan Doktor selama di Indonesia?"
"Saya sangat terkesan. Saya diperlakukan laiknya seorang
raja. Apalagi ketika di Malang. Saya suka dengan
panorama alamnya, sejuk dan indah. Saya kira, Universitas
Muhammadiyah Malang sangat beruntung bisa bertengger di
tempat seindah Malang. Oh ya sudah terlalu banyak kita
berbincang. Sekarang saatnya ujian Al-Quran. Dua soal saja
untukmu. Coba kau lantunkan awal juz dua!"
Nanang sedikit tergagap,tapi ia langsung menguasai diri.
Awal juz dua sangat ia hafal. Ia langsung melantunkan ayat
ke-147 dari surat Al Baqarah dengan pelan-pelan. Setelah tiga
ayat ia baca, doktor menyuruhnya berhenti.
"Teruskan ayat ini: Qaala Rabbii innii laa amliku illa nafsi
wa akhi..!" Perintah Doktor penguji.
Nanang langsung memeras otaknya, memutar memorinya.
Ia tahu ayat itu ada di surat Al Maidah, ada di juz enam.
Beberapa kali telah ia baca. Namun ia belum hafal. Ia berusaha
mencari sambungannya, tapi sama sekali tidak bisa. Setelah
beberapa kali mencoba dan tidak kisa ia akhirnya menyerah
dan berterus terang,
"Maaf Doktor, juz enam saya belum hafal benar."
"Baiklah. Kau boleh meninggalkan ruangan. Dan tolong
panggilkan mahasiswa yang bernama Mat Nazri."
Nanang keluar dengan perasaan tidak tenang. Ia bisa
menjawab satu, dan ia gagal satu. Ia tidak yakin Al Qurannya
akan lulus. Namun ia masih juga berharap Doktor itu
memberikan belas kasihan padanya.
***
Habiburrahman El Shirazy
308
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Sore itu menjelang Maghrib, Furqan telentang di tempat
tidurnya. Semangat hidupnya benar-benar redup. Ia merasa
hidup matinya ditentukan oleh hasil test darahnya besok.
Keterangan Kolonel Fuad membuat bulu kuduknya merinding.
Begitu banyak korban perempuan jalang kiriman Mosad
itu. Nyaris semuanya terkena virus HIV. Hanya empat orang
yang tidak kena dan masih bersih. Artinya persentase selamatnya
kecil.
Airmatanya meleleh. Bagaimana nanti hancurnya ayah
dan ibunya jika ia benar-benar mengidap virus itu? Akan
ditaruh di mana mukanya jika hal itu menjadi berita nasional
di Tanah Air. Seorang mahasiswa Indonesia di Mesir, Mantan
Ketua PPMI terkena AIDS. Di bumi mana ia sanggup
mengangkat kepala dengan tegak.
Dan Anna Althafunnisa. Ah, jika ia terkena AIDS keinginannya
menyunting Anna ibarat punguk merindukan
bulan. Mustahil Anna akan mau menerimanya. Dan kalau toh
Anna menerimanya, ia sendiri mana mungkin tega menulari
perempuan pujaan hatinya dengan penya-kit AIDS yang
dideritanya. Hanya Allahlah yang bisa menyelamatkannya. Ia
benar-benar mengharap dan mengiba belas kasih dari Allah.
Kepada siapa lagi ia melabuhkan harapam~ya selain kepada
Allah?
Ia teringat firman-Nya:
Dan sesungguhnya kepada Tuhannmulah kesudahannya segala
sesuatu.
Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang ter-tawa
dan nzenangis.
Dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan dan mematikan.
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
309
Ilyas Mak’s eBooks Collection
Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan lakilaki
dan perenzpuan. 69
Kini tak ada yang bisa dilakukannya kecuali menangis
memohon belas kasih-Nya, dan dengan segenap jiwa, ia pasrah
dalam genggaman kekuasaanNya.
Furqan menghapus airmatanya ketika ia mendengar suara
seseorang masuk rumah. Temannya pulang. Bisa Abduh
bisa Maftuh. Ia berusaha menghapus kesedihannya. Ia harus
tampak biasa. Beberapa saat kemudian pintu kamarnya
diketuk pelan.
"Mas Furqan, Mas Furqan!"
Itu suara Abduh.
"Iya masuk saja Duh, tidak dikunci," jawab Furqan. Ia
masih terlentang dan pura-pura membaca majalah Mimbratul
Islam. Abduh masuk.
"Saya siang ini baru tahu kenapa akhir-akhir ini Mas
Furqan sedih. Siapa perempuan bule itu Mas? Mas sudah
menikah diam-diam ya? Atau...? Tapi kenapa foto-foto seperti
itu bisa dipajang di internet? Tolong jelaskan, Mas!"
"Kau lihat foto-foto apa sih Duh?" Furqan balik bertanya.
Ia sebenarnya sangat kaget mendengar pertanyaan Ab-duh,
tapi ia harus berusaha seolah tidak terjadi apa-apa.
"Tadi dari Dokki, aku singgah di sebuah warnet di Tahrir
Mas, aku ingat kalau punya janji chatting dengan adikku yang
kuliah di UNDIP Semarang. Di sela -sela chatting aku buka
email. Aku mendapat email dari seo-rang teman di Amerika
69 QS. An Najm (Binatang) [53]: 42-45.
Habiburrahman El Shirazy
310
Ilyas Mak’s eBooks Collection
yang menginformasikan ada foto asusila yang disebar oleh
mahasiswa Al Azhar. Temanku itu memberi alamat websitenya.
Aku buka, dan ternyata itu foto-fotomu dengan seorang
perempuan bule. Ada keterangannya panjang lebar di setiap
foto."
"Yang benar Duh!?" tukasnya dengan nada tidak jelas
antara menyanggah dan kaget.
"Aku tidak salah lihat Mas. Bahkan selain foto-fotomu ditampilkan
juga kartu identitas pasca sarjanamu Mas. Ka -lau
tidak percaya ayo kita lihat. Mana laptopmu Mas?"
Furqan menunjuk ke arah lemarinya. Kepalanya terasa
mau pecah. Abduh tak mungkin bohong. Kini foto-foto itu
telah menyebar ke seluruh dunia. Ia rasanya ingin mati saja.
Abduh menyalakan laptop, mengambil kabel telpon dan
menyambungkannya ke jaringan internet. Sepuluh menit
kemudian ia sudah membuka website yang ia maksud.
"Ini Mas, ada lima belas foto tidak senonoh. Mas modelnya.
Dan ini foto ruangan hotelnya. Itu meja di mana ada
laptop dan naskah tesis Mas. Trus terakhir lihat ini, kar-tu
mahasiswa Mas!"
Furqan tak bisa menyangkal. Sesaat lamanya ia tak bisa
bicara. Hanya airmatanya yang menjawab apa yang dilihatnya.
"Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu
Mas. Tolong jujurlah padaku agar aku tidak berburuk sangka
padamu!" Pinta Abduh sambil menatap orang yang selama ini
dihormatinya itu dengan seksama.
Furqan malah merangkul Abduh dan menangis tersedusedu.
Abduh diam saja. Ia membiarkan Furqan puas menangis
dalam rangkulannya. Setelah puas Furqan melepaskan rangkulannya
dan menceritakan dengan terbata-bata semua yang
Ketika Cinta Bertasbih Buku I
311
Ilyas Mak’s eBooks Collection
dialaminya selama ini. Ia curahkan semua kesedihan dan
penderitaannya.
"Kalau kau tidak memercayaiku Duh, lalu siapa yang
akan percaya padaku? Kalau kau tidak menghiburku dan
menguatkanku siapa yang akan menghibur dan menguatkanku?
Besok adalah penentuan. Doakan aku Duh, aku takut
sekali. Aku tak bisa membayangkan terpukulnya keluargaku
jika aku terkena AIDS Duh!"
Furqan kembali menangis. Abduh yang mendengar itu
semua ikut terharu dan meneteskan air mata.
"Ini memang berat Mas. Tapi percayalah Allah Maha
tahu dan Maha Bijaksana. Semua akan baik-baik saja. Percayalah
Mas. Aku akan selalu mendukung Mas, apapun yang
terjadi. Aku ada di belakang Mas, ada di samping Mas. Aku
percaya Mas tidak bersalah, Mas difitnah, Mas tidak kena
virus itu dan Mas tetap memiliki masa depan yang baik," lirih
Abduh meyakinkan Furqan.
Kata-kata Abduh itu sangat berarti bagi Furqan. Ia
kembali memeluk adik kelasnya itu.
"Terima kasih Duh."
"Mas harus yakin bahwa Mas tidak apa-apa. Semua akan
baik-baik saja. Mas harus yakin, Mas tidak boleh memi-kirkan
yang tidak-tidak. Ingat Mas, Allah itu mengikuti prasangka
hamba-Nya kepada-Nya. Jika Mas berkeyakinan bahwa Allah
Maha Pengasih dan Allah menjaga Mas, insya Allah itulah
yang akan terjadi!"
"Iya Duh, terima kasih atas dukunganmu.
Minggu, 12 Desember 2010
24 PASRAH
Posted by Dini Ariani on 23.00
0 komentar:
Posting Komentar